Epilog

457 7 0
                                    

Kalian jangan menyalahkan Gael atas semua kejadian ini, dia tak bersalah dan memang tak bisa berbuat apa-apa.

Baiklah akan kuceritakan kejadian itu.

....

"Ca, aku mau bilang sesuatu sebelum terlambat."

Gael tiba-tiba menghampiriku dengan wajah gelisah, tak seperti biasanya.

"Apa? Coba kamu tenang dulu tarik nafas."

Dia pun diam sejenak dan menghirup nafas dalam-dalam lalu melepasnya.

"Aku..."

Gael diam sejenak lalu ia membuka mulutnya.

"Dijodohkan."

Tentu saja aku terkejut tapi aku mencoba menepisnya.

"Ga lucu Gael."

"Aku serius."

Aku tak suka ini, sungguh.

"Kamu dijodohkan sama siapa?"

Dia menghela nafas lalu membuka mulutnya.

"Vya."

Kakiku terasa lemas dan ribuan panah panas menusukku seketika.

"Aku kasih kamu menjelaskan semuanya."

Lalu ia diam sejenak dan mulai menjelaskan.

"Papa menjodohkanku dengan Vya karena memang kondisi keluargaku sedang agak kritis keuangan, jadi akulah jalan keluarnya dengan menjodohkanku dengan Vya yang merupakan anak dari pengusaha relasi Papa.

"Papa selalu memaksaku untuk mau dengan Vya, sudah lebih dari setahun dan karena itu aku dipindahkan ke sekolah ini.

"Vya juga sengaja berpacaran dengan Clark agar tidak jadi dijodohkan, tapi mau bilang apa lagi dia juga terpaksa, akupun awalnya juga begitu padamu."

Aku tetap diam walaupun sudah banyak pertanyaan di kepalaku, aku tahu penjelasannya belum selesai.

"Tapi, akhirnya aku benar-benar cinta sama kamu, maaf aku memang jarang mengatakannya, tapi memang itu yang kurasakan.

"Sebenarnya bisa saja aku berontak ke Papa dan akhirnya menyetujuiku, tapi justru karena berontakku Papa terkena stroke ringan, dan itu yang semakin membuatku dan Vya berada di situasi terjepit ini. Saat aku tahu Vya mau dijodohkan denganku karena kondisi Papa, akhirnya aku tahu kalau Vya tidak sejahat yang kita kira masih ada kebaikan dalam dirinya.

"Tapi, hal itu aja ga cukup untuk disamai sama kamu, berat aku mengatakannya..."

"Aku lebih memilih keluargaku daripada kamu, maaf."

Aku merasa tersetrum dan rasanya lebih sakit dibanding tadi.

"Itu saja penjelasanku, maaf Ica, aku sayang kamu, tapi aku berada dalam situasi terjepit, aku tahu aku egois memang, maaf."

Aku menghela nafas panjang dan diam sejenak, mencerna kata-kata yang dikeluarkan Gael.

"Jadi apa kabar Om sekarang?"

"Eh? Mulai membaik karena tahu aku menyetujui perjodohan gila itu."

Aku tersenyum.

"Gila? Dunia ini memang sudah gila Gael."

Aku tertawa miris.

"Atau, aku akan kabur dari rumah, aku memang sudah benci sama Papa, dia selalu mengekangku, gak punya waktu untukku, aku seperti tak ada kalau bukan karena perjodohan ini. Hanya harta yang dipikirkannya, sekarang pakai sakit segala, aku merasa anak paling durhaka sedunia, Ca."

Aku diam lalu melanjutkan kata-katanya.

"Berjanjilah padaku Gael, kamu jangan pernah membenci Papamu."

"Untuk ap--"

"Dengar baik-baik jangan potong kata-kataku."

Lalu saat dia ingin berbicara ia langsung menutup mulutnya.

"Kamu pikir Papamu hanya mementingkan harta aja? Dia ga memikirkan kamu? Buktinya dia yang menafkahi kamu dari lahir, dia setia sama Mama kamu dan tetap kembali ke rumah selalu, ga usah nanya aku tahu darimana, tapi aku yakin begitu, lalu apa kamu pernah dipukul Papamu? Jawabannya enggak, aku jujur kali ini aku tahu dari Mama kamu, dan juga mungkin Papamu mau yang terbaik untukmu, agar masa depanmu terjamin, kamu tahukan Vya itu juara kelas dan sempat pertukaran pelajar di luar negeri? Sedangakan aku biasa saja.

"Dengan latar orangtuaku yang biasa saja juga, pasti Papamu ingin perempuan terbaik untuk anak satu-satunya. Kamu ga perlu minta maaf, aku tahu mungkin cepat atau lambat aku akan mengalami hal ini, tak apa Gael, kita akhiri saja sekarang, tanpa teriakan, tanpa drama, tanpa... penyesalan."

Aku menghela nafas untuk ke sekian kalinya, kami berdua sama-sama terdiam.

"Aku janji Ca ga akan benci Papa, semua yang kamu bilang benar, Papa ga pernah pukul aku, Papa ga pernah ga pulang, Papa selalu setia dengan Mama. Maaf Ca, memang mungkin kamu terlalu baik untukku. Makasih Melisa kamu sudah membuat semuanya berwarna. Kalau kita masih berhubungan mungkin kita akan tertawa dengan kata-kataku barusan."

Dia tersenyum sejenak lalu tampak lesung pipinya, yang selalu kukagumi tapi aku harus siap melepasnya.

"Terima kasih juga Tristan, kamu juga mengubah hidupku, walau ga berakhir manis, tapi aku yakin kita akan menemukan yang terbaik."

"Bye Melisa!"

"Bye Tristan!"

.....

Aku tahu melepas tak mudah, tapi ini memang sudah jalannya, aku dan Tristan akhirnya sama-sama bahagia, walaupun aku masih belum siap untuk membuka hatiku dengan siapapun.

Tenang, ini bukan akhir yang sedih menurutku, tergantung kalian melihat sudut pandang yang mana, bagiku ini yang terbaik.

Hey, walaupun rasanya, aku lega sekarang, tak perlu rasa benci, sungguh itu buang-buang tenaga.

Dan inilah aku sekarang, Ica yang tetap ceria sambil menunggu yang terbaik.

"Melepas tak seburuk itu ternyata. Dan semuanya tidak sia-sia."

.....

Haloooooooo!!! Rada panjang chapt. Ini yeu.
Makasiihhh bangettt pada kaliaann yang masih setia baca Invano sampai habis.
Maaf kalau ending tak sesuai harapan kalian.
So, sampai ketemu di ceritaku berikutnyaaa!
Lavvv yaaaa!

Invano [COMPLETE]Where stories live. Discover now