SRBA-35. Sebuah Akhir

7.4K 774 88
                                    

Persiapkan hati untuk membacanya, karena ini adalah akhir dari perjuangannya.

---

"Ketika Allah memberimu cobaan, itu artinya Allah menyayangimu."

-SRBA-

Hanif terdiam mendengar ucapan Zaraf, tidak mungkin Naura hamil, Naura sakit karena kemaren dia terkena hujan disaat matahari bersinar dengan terik, dimana suhu tubuh berubah secara drastis, sistem kekebalan tubuh sedang lemah, biasanya jika terkena hujan seperti itu, memang rentan jatuh sakit, ataupun juga terkena hujan, dan setelahnya berada diruangan ber AC, biasanya juga rentan untuk jatuh sakit.

"Tadi udah diperiksa dokter, kata dokter Naura hanya kena demam biasa, dan akan sembuh beberapa hari," jelas Hanif lalu meminum minuman yang dia pesan baru saja datang.

Zaraf terdiam, lalu mengangguk. Diapun kembali menyantap makanannya. Setelah menghabiskan makanannya, Zaraf seolah mengingat sesuatu lalu menatap Hanif yang tengah sibuk dengan ponselnya.

"Nif, ikut gue bentar ya? Naura lagi istirahatkan?" tanya Zaraf berhasil mengalihkan fokus Hanif dari ponsel.

"Kemana?" tanya Hanif bingung.

Zaraf segera berdiri, menarik lengan Hanif. "Ikut gue bentar, setengah jam kok!" ucapnya yang mau tidak mau Hanif berdiri dari duduknya karena ditarik oleh Zaraf.

Hanif mengikuti langkah Zaraf, masih bingung dengan tujuan Zaraf mengajaknya pergi.

Zaraf berhenti di ruangan instalasi Radiologi, Hanif menatap Zaraf bingung.

"Kenapa kesini?" tanya Hanif.

"Sakit kepala lo gak muncul lagi akhir-akhir ini kan?" tanya Zaraf.

Hanif menggeleng, sakit kepalanya terakhir saat dia meminta Zaraf datang ke apartemen.

"Nah benar, berarti terakhir saat gue ke rumah lo kan? Mumpung lo lagi disini yang dengan senang hati datang ke rumah sakit tanpa gue paksa. Kita periksa ya? Lo nggak akan pernah tau apa yang tersembunyi jika tidak mencari taunya Nif!" ucap Zaraf.

Hanif terdiam.

"Gue cuma sakit kepala biasa, buktinya sekarang nggak sakit lagi, lagian buat apa gue periksa?" tanya Hanif.

"Biar lo tau, sakit kepala lo bahaya atau hanya sakit biasa. Bisa bahaya loh Nif, kalau lo biarkan," kata Zaraf lagi.

"Ayo! Gue yang tanggung biayanya, lo tinggal baring aja nanti. Lagian gue juga yang nanganin lo didalam, rahasia lo terjamin jika nanti hasilnya patut dirahasiakan," tawar Zaraf, dokter spesialis saraf yang berhasil menamatkan pendidikannya karena bantuan biaya dari Hanif, jika saja Hanif tidak menolong biaya kuliahnya, sudah pasti saat ini dia hanya bergelar sebagai dokter umum karena kekurangan biaya untuk menamatkan kuliah spesialisnya. Padahal Zaraf sudah berniat untuk mengganti semua uang Hanif yang terpakai, namun lelaki itu menolak menerimanya, karena Hanif ikhlas membantu pendidikannya, Hanif adalah seorang pengusaha yang sukses, karena itulah Zaraf berani meminta tolong pada Hanif untuk meminjamkan uang untuk melanjutkan pendidikannya.

Segala cara dilakukan oleh Zaraf agar Hanif menerima uang yang telah dia pinjam, namun Hanif tidak mau menerimanya dan telah mengikhlaskan semuanya.

Akhirnya Zaraf menawarkan diri menjadi dokter pribadi keluarga Hanif, terkhususnya lelaki itu karena sering mengeluh sakit kepala.

Setelah hasil paksaan Zaraf, akhirnya Hanif berbaring pada CT scan di ruangan khusus tersebut, hanya beberapa menit, Zaraf kembali mempersilahkan Hanif untuk keluar dari ruangan itu. Menunggu beberapa saat untuk hasilnya, Hanif duduk disamping Zaraf yang sibuk dengan komputernya, membaca grafik-grafik yang tidak diketahui oleh Hanif maknanya dan juga hasil foto otaknya yang terpampang di layar komputer tersebut.

Hanif terus memperhatikan layar itu, walaupun tidak mengerti maksudnya, dalam hati Hanif hanya berharap semoga tidak ada hal buruk yang menimpa dirinya.

"Hmm, kayaknya hasilnya bakal gue kasih tau sore nanti deh," ucap Zaraf membuat Hanif mendadak khawatir.

"Kenapa?" tanya Hanif.

"Gue perlu waktu lagi untuk ngebacanya, mending lo kembali ke ruangan Naura aja, mana tau Naura butuh Lo," ucap Zaraf membuat Hanif tidak ingin hal yang ditakutkannya itu benar-benar terjadi.

"Sekarang aja!" tegas Hanif.

"Gak bisa, nanti gue kasih tau ke lo semuanya. Semuanya tanpa terkecuali, mending sekarang lo nunggu di ruangan istri lo aja, nanti sore gue telfon lo untuk kesini lagi," ucap Zaraf lagi.

"Baiklah, nanti kabari gue," ucap Hanif lalu berjalan keluar dari instalasi radiologi tersebut.

Pikirannya berkecamuk, menerka-nerka hasil pemeriksaan tadi, yang membuat dirinya makin cemas adalah karena Zaraf yang tidak langsung memberitahunya.

Semenjak terakhir kali dia memanggil Zaraf datang ke apartemen, semenjak itulah sakit kepalanya tidak pernah kambuh lagi, tapi apa mungkin ini adalah masa transisi dimana sakit kepalanya akan makin parah?

Hanif masuk kedalam ruangan Naura, langsung mendudukkan tubuhnya di sofa yang berada di ruangan itu.

"Mas kenapa?" suara itu menyadarkan Hanif dari segala pikiran buruknya.

Hanif menoleh, mendapati Naura yang telah bangun.

"Nggak papa, apa yang kamu rasakan saat ini?" tanya Hanif mendekat pada ranjang Naura.

"Sakit kepala, sama tubuh Naura yang masih panas," ucap Naura pelan.

Hanif mengangguk, mungkin obat yang sedang mengalir pada infus Naura sedang bekerja, sehingga hasilnya belum maksimal.

"Mas kenapa?" tanya Naura lagi karena melihat Hanif yang tidak seperti biasanya.

"Saya nggak papa, hanya kelelahan," jawab Hanif.

Naura masih menatap Hanif yang berdiri disampingnya itu.

"Mas juga butuh istirahat, dari kemaren Mas pasti lelah karena Naura, semalam Mas juga nggak tidur kan?" tanya Naura diakhir kalimatnya.

Hanif tidak menggeleng, tidak juga mengangguk atas penuturan Naura.

"Atau Mas istirahat di apartemen aja biar nyaman," lanjut Naura.

Disaat keadaan terbaring sakit, gadis itu masih bisa mengkhawatirkan Hanif.

"Saya akan tidur disana, tapi sebelum saya tidur, ada yang kamu inginkan? Biar saya ambilkan," tanya Hanif, takut jika ada yang dibutuhkan Naura dan dia sedang tidur.

"Naura ingin Mas istirahat. Kasihan Tubuh Mas, pasti kelelahan," ucap Naura lagi.

Hanif memaksakan senyumnya, perasaannya campur aduk, bahagia dengan perhatian yang diberikan Naura, namun disisi lain dia masih khawatir dengan hasil pemeriksaannya tadi, apalagi ekspresi Zaraf yang tidak terbaca oleh Hanif maksudnya apa.

"Kamu juga harus istirahat, supaya cepat sembuh," ucap Hanif sambil mengusap kepala Naura.

Lalu dia membaringkan tubuhnya di ranjang terpisah disamping Naura, tubuhnya memang butuh istirahat, apalagi pikirannya yang juga harus di istirahatkan, agar nanti dia dapat berpikir jernih dengan hasil yang dia terima dari Zaraf.

'Semoga ini bukan akhir.'

---
A/n:

Assalamualaikum!!

Apa kabar?

Kembali lagi dengan SRBA, kangen gak?

Tenang, belum ending kok ✌️


Judulnya aja yang bikin shock, biar di amuk pembaca 🙈

Ig: came_sa

Sebuah Rasa Berujung Asa [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang