SRBA-20. Kekhawatiran

8.2K 805 43
                                    

"Kenyamanan timbul karena diriku terbiasa denganmu."

-SRBA-

Hanif menutup pintu, dengan segera dia menjatuhkan badannya di kasur. dengan mata masih terpejam, Hanif meraih ponsel yang berada di saku celananya.

"Raf, kepala gue sakit lagi," ucapnya pelan pada orang diseberang telepon.

"Lo bodoh atau gimana sih? Udah gue bilang supaya periksa ke rumah sakit. Gak ada gunanya lo selalu ngeluh ke gue." Marah orang tersebut di seberang telepon.

Hanif hanya diam mendengarnya, kepalanya kembali berdenyut sakit.

"Gue di apartemen, lo kesini sekarang," ucap Hanif lagi lalu mematikan sambungan telepon secara sepihak.

Beberapa menit kemudian, Naura yang mendengar bunyi bel langsung keluar kamarnya, dia melangkah menuju pintu.

'Apa itu tamu Mas Hanif?'

Naura membuka pintu, lelaki didepannya tampak kaget mendapati seorang wanita di apartemen temannya, lalu sesegera mungkin dia merubah raut wajahnya seperti biasa.

"Hanifnya ada?" tanya lelaki itu basa-basi, walaupun pada kenyataannya dia tau kalau Hanif ada di apartemen ini.

"Oh, ada. Silahkan masuk," kata Naura mempersilahkan.

Lelaki itupun mengangguk. "Duduk dulu Mas, biar saya panggilkan Mas Hanifnya dulu," kata Naura lalu berjalan menuju kamar Hanif.

Dia mengetuk pintu kamar Hanif sambil memanggilnya, namun karena tidak ada sahutan Naura membuka pintu itu. Menampakkan Hanif yang tengah tertidur di atas kasur.

"Mas, ada tamu didepan," kata Naura, berusaha membangunkan Hanif.

"Suruh dia masuk kesini." kata Hanif terdengar lirih.

Naura menatap Hanif, suaminya itu jauh dari kata baik. Lalu dia melangkah keluar menghampiri lelaki yang masih duduk di ruang tamu.

"Mas, disuruh mas Hanif masuk ke kamar," ucap Naura.

"Baiklah, kalau begitu saya minta izin untuk masuk," kata lelaki itu yang telah berdiri dari duduknya.

Naura menganggukkan kepala, mempersilahkan lelaki itu masuk kedalam kamar Hanif.

"Lo terlalu bodoh pada diri sendiri, Nif. Apa lo akan selalu mengkonsumsi obat ini? Percuma Lo minum ini obat, kalau obat ini tidak membuat Lo sembuh." Amarah lelaki itu ketika masuk kedalam kamar, meletakkan kantong plastik berisi obat di atas nakas.

Hanif membuka matanya, merubah posisi berbaringnya menjadi duduk bersandar pada kepala ranjang.

"Makasih udah datang Raf," ucap Hanif pelan. Lalu pandangannya beralih pada kantong yang berisi obat di atas nakas. "Makasih juga obatnya," lanjut Hanif lagi.

"Apa lo masih gak mau ke rumah sakit? Bisa bahaya kalau sakit kepala lo itu tetap dibiarkan," kata Zaraf, lelaki yang ditelpon oleh Hanif tadi.

Hanif hanya terdiam, tidak menjawab pertanyaan Zaraf.

"Ya sudah, kalau gitu gue balik ke RS. Jangan lupa minum itu obat, jangan sampai kehabisan stok lagi dan jangan sampai lo nelpon ngeluh ke gue lagi akibat ulah bodoh lo ini," kata Zaraf lalu meninggalkan Hanif.

"O iya, gue sampai kaget tadi ada cewek cantik yang bukain pintu, gue sampai lupa kalau lo udah nikah kemaren, selamat atas pernikahannya Nif, maaf kalau gue gak bisa hadir kemaren. Gue jadi penasaran melihat reaksi Risa ngeliat lo udah nikah," kekeh Zaraf di akhir katanya.

Sebuah Rasa Berujung Asa [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang