SRBA-23. Berjumpa Kembali

8.2K 859 73
                                    

"Janganlah menyalahkan takdir, cobalah mensyukurinya."

-SRBA-

"Bang Fathan?" Ucap Naura begitu saja, dia mendadak terdiam ketika bukan Ratnalah yang membuka pintu melainkan Fathan, lelaki yang sedang menempuh pendidikan di negara seberang. Namun, kenapa dia disini?

"Wah, Naura? Sini, Nak! Masuk," ucap Ratna yang datang menghampiri.

Fathan mundur memberikan jalan pada Naura, sedangkan Naura hanya bisa menunduk ketika melewati lelaki itu.

Ratna menarik tangan Naura lalu duduk bersama di ruang tamu.

"Bagaimana kabarnya, Nak? Udah lama sekali kamu tidak kesini." tanya Ratna tersenyum menatap Naura.

"Alhamdulillah baik, Bunda. Gimana kabar Bunda? Maaf kalau Naura jadi jarang ke rumah Bunda. Naura jadi rindu Bunda," ucap Naura memeluk Ratna.

Ratna menerima pelukan itu, tidak hanya Naura yang rindu, wanita itu juga rindu dengan Naura.

Fathan yang melihat itu memaksakan senyumnya, hatinya campur aduk, senang melihat Ratna bahagia dan sedih ketika menghadapi kenyataan yang telah terjadi.

Perlahan, Fathan menutup pintu kembali. Niat untuk kembali ke kamar, dihentikan oleh Ratna ketika dia di panggil untuk duduk.

"Sini, duduk dulu," ucap Ratna membuat Fathan mau tak mau menuruti permintaan Ratna. Fathan duduk berseberangan, sedangkan Ratna dan Naura duduk berdampingan.

"Baru pulang kuliah?" tanya Ratna pada Naura.

Naura menganggukkan kepalanya, "Oh iya, ini untuk Bunda, tadi Naura bikin sebelum berangkat kuliah," ucap Naura mengeluarkan suatu kotak dari tas tangan yang dia bawa.

"Wah, udah lama Bunda nggak nyicipin Kue buatan kamu, padahal dulu kamu sering buat kue disini," ucap Ratna membuat Naura tersenyum tak enak, perasaannya merasa bersalah karena meninggalkan Ratna, padahal wanita itulah yang selalu menemaninya ketika orang tuanya pergi selama-lamanya.

"Maafkan Naura, Bunda," ucap Naura memeluk Ratna.

"Maaf kenapa?" tanya Ratna bingung.

"Maaf kalau Naura gak bisa sering-sering kesini lagi, Naura gak bisa nemani bunda lagi," ucap Naura, dia tidak peduli dengan keberadan Fathan yang melihat dirinya menangis, karena lelaki itu sudah sering melihat dirinya menangis.

"Sudahlah, Bunda gak kesepian kok, tiap hari bunda ikut kajian, bertemu dengan teman-teman Bunda juga. Kalian berdua sama saja, bukankah ini hal wajar? Jika anak sudah dewasa, orang tua harus siap melepas anaknya, baik itu untuk belajar maupun menikah?" ucap Ratna mengusap punggung Naura, sesekali menatap Fathan, lelaki itu hanya terdiam menatap dua wanita didepannya.

"Sudah saatnya kalian meraih masa depan kalian kan? Tidak mungkin Bunda harus menahan kalian berdua disini," kata Ratna.

Naura masih menenggelamkan wajahnya di pundak Ratna, memeluk tubuh Ratna erat.

"Sudah nangisnya, kemanapun kamu pergi, Bunda tetap menjadi bunda kamu, kamu boleh datang kapan saja," hibur Ratna.

Naura mengangguk lalu melepaskan pelukannya.

"Bunda ke dapur sebentar, tadi bunda lagi masak, takut ikan yang bunda goreng jadi gosong," kata Ratna meninggalkan Naura dan Fathan di ruang tamu, Ratna baru teringat dengan masakannya.

Naura diam, begitu juga dengan Fathan, lelaki itu masih menatap Naura.

'Haruskah dia berdamai dengan hati?'

Sebuah Rasa Berujung Asa [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang