SRBA-2

15.9K 1.1K 50
                                    

"Janganlah sesekali kamu menyalahkan Allah karena keterpurukanmu, sebab dibalik keterpurukan itu ada takdir indah yang kadang butuh pengorbanan untuk menggapainya."

-SRBA-

Naura masuk kedalam rumah, menuju kamar yang tidak jauh dari pintu masuk. Dia menghempaskan tubuhnya dikasur, memejamkan matanya kuat-kuat, menahan air mata yang siap luluh begitu saja. Dia tidak bisa dan dia tidak sanggup menahan semuanya, akhirnya pertahanannya runtuh begitu saja ketika ucapan Fathan kembali terngiang di otaknya.

Dirinya terisak ketika mengingat kejadian tadi, mengapa? Mengapa Fathan juga pergi? Hanya Fathan lah orang satu-satunya yang dia miliki sekarang.

"Ayah, Ibu, kenapa ini terasa berat? Mengapa kalian meninggalkan Naura ditempat seperti ini? Naura tidak tau sama sekali dengan tempat ini. Naura ingin kembali, Naura ingin kembali ke rumah yang dulu, Naura rindu dengan teman-teman Naura," ungkapnya tersedu.

Naura dan keluarganya baru pindah beberapa bulan yang lalu, hal itu dikarenakan Ayahnya yang mendapatkan pekerjaan diwilayah yang tidak tetap. Namun, baru saja mereka pindah, Ayahnya mendapat tugas keluar negeri beberapa minggu, namun tugas itu tidak dapat dilaksanakan karena pesawat yang ditumpangi Ayahnya mengalami kecelakaan termasuk ibunya yang ikut bersama sang Ayah.

Semenjak itu Ratna-bunda Fathan sudah menganggap Naura sebagai anak perempuannya sendiri, sehingga kedekatan Fathan dan Naura sudah seperti saudara.

Namun, Ratna tidak bisa membiarkan gadis itu untuk menginap dirumahnya, mengingat dirinya yang punya anak lelaki yang tidak sepantasnya jika Naura dan Fathan tinggal serumah.

Bunyi ketukan pintu membuat Naura mengusap air matanya secara kasar, berlari ke kamar mandi untuk mencuci wajahnya, walaupun itu terlihat sia-sia karena orang yang akan melihat wajahnya sudah pasti bisa menebak jika dirinya baru saja menangis, setidaknya wajahnya tidak terlalu menyedihkan.

Setelah mengintip siapa orang yang mengetuk pintu rumahnya, Naura membuka pintu itu, memperlihatkan wanita berumur lima puluhan berdiri membawa mangkok ditangannya sambil tersenyum.

"Bunda," panggil Naura sambil tersenyum lalu menyalami tangan Ratna.

"Kamu udah makan? Tadi bunda bikin soto, ayo dimakan!" ucap Bunda yang telah masuk kedalam rumah sambil meletakkan mangkuk yang dibawanya tadi ke atas meja makan.

Naura yang mengikuti Ratna dari belakang tersenyum. "Makasih, Bunda," ucapnya lalu duduk dimeja makan, mencicipi soto yang dibuat Ratna.

"Enak," kata Naura begitu saja membuat Ratna mengembangkan senyumnya.

"Bunda sudah makan?" tanya Naura menatap Ratna disampingnya.

"Belum, Bunda nungguin Fathan mandi, karena masih lama jadi bunda kesini dulu," jawab Ratna.

"Bunda makan disini saja," tawar Naura yang hendak mengambil sendok namun ditahan Ratna.

"Kamu aja yang makan, Bunda makan di rumah saja, kasian nanti Fathan makan sendirian," ucap Bunda membuat Naura kembali duduk kekursinya.

Ratna memperhatikan Naura makan, senyumnya sirna ketika memperhatikan wajah Naura.

"Kamu habis nangis?" tanya Ratna ketika memperhatikan wajah Naura.

"Nggak kok, Bunda," kata Naura sambil menggelengkan wajahnya.

"Iya kah?"

"Hmm" angguk Naura.

Ratna tau kalau gadis itu berbohong, jelas sekali di wajah Naura bahwa dia habis menangis.

"Yaudah, habisin sotonya," kata Ratna sambil mengusap kepala Naura.

Sudah menjadi kebiasaan bagi Ratna untuk melebihkan masakannya untuk Naura, bahkan setiap sore Ratna mengantarkan makanan kerumah Naura sekalian melihat keadaan gadis itu.

"Bunda gak lapar? Kalau Bunda mau pulang gak papa kok, nanti Naura yang ngembaliin mangkoknya ke rumah Bunda," kata Naura.

"Nggak, lanjutin aja makannya."

Akhirnya Naura melanjutkan makannya, sesekali menimpali setiap pertanyaan yang diajukan Ratna.

Suara Adzan magrib bertepatan dengan Naura yang selesai makan. Naura mencuci mangkoknya lalu mengeringkannya.

"Bunda shalat disini ya, sekalian kita shalat berjamaah," kata Ratna yang diangguki Naura.

Selesai berwudhu mereka berdua shalat berjamaah, dengan Ratna sebagai imam. Tiga rakaat shalat mereka akhiri dengan salam, lalu berdoa pada Allah meminta segala hal.

Ya Allah, Ampuni Naura jika selama ini Naura menyalahkan Tuhan dengan segala hal yang terjadi, ampuni Naura Tuhan, Naura tau segala sesuatunya pasti akan kembali pada Mu.

Ya Allah, Naura ikhlas, Naura ikhlas dengan kepergian Ayah dan Ibu, ini mungkin suratan takdir yang tidak Naura ketahui. Naura tau bahwa setiap milik Mu pasti akan kembali.

Ya Allah, sediakanlah surga untuk Ayah dan Ibu, Ampuni segala dosa yang pernah mereka perbuat, lipat gandakanlah pahala yang telah mereka kumpulkan.

Ya Allah maha pembolak balik hati, Ampuni Naura yang telah menjatuhkan hati ini pada hambaMu, Naura tau kalau ini adalah salah, tapi hati ini sudah terlanjur nyaman bersamanya, jika keputusannya untuk pergi adalah yang terbaik, Naura mohon Ya Allah, hapuskanlah perasaan ini, karena ini sangat menyakitkan. Ikhlaskan hati Naura untuk membiarkan dia pergi.

Tidak terasa air mata Naura luluh begitu saja, Ratna yang telah selesai berdoa hanya bisa menatap gadis itu iba. Ratna mendekat, memeluk Naura. Tangis Naura makin kencang. Ratna tidak tau apa yang telah Naura minta pada Allah namun Ratna berharap Allah mengabulkan permintaan gadis itu.

Hanya seginilah yang bisa dia lakukan untuk membantu gadis itu untuk melewati masa-masa terberat.

🕊️🕊️🕊️

"Kok pulangnya malam, Bun?" tanya Fathan yang sedang duduk menonton televisi lalu mematikan televisinya ketika melihat Ratna yang berjalan ke arah ruang makan.

"Tadi ngantar Soto ke rumah Naura," kata Ratna yang diangguki Fathan.

Fathanpun berjalan ke ruang makan, mempersiapkan piring untuk makan malam bersama Bundanya.

Ayah Fathan seorang tentara, jadi akan pulang sebulan sekali atau dua bulan sekali. Tidak heran jika lelaki seperti Fathan masih tinggal bersama ibunya, karena tanggung jawab menjaga ibunya telah pindah ke pundaknya ketika sang ayah tidak berada dirumah.

"Bunda mau ngajak Naura tinggal disini," ucap Ratna ketika disela makannya.

"Kalau bunda memang mau Naura tinggal disini, gak papa kok, Bun. Fathan bisa cari kos dekat kampus," kata Fathan, topik pembicaraan ini memang sudah sering dibicarakan Ratna karena kasihan pada Naura yang tinggal sendirian.

"Bunda gak mau kamu kos, kamu tinggal disini saja," kata Ratna.

Fathan mengangkat alisnya.

"Bunda, jika Fathan dan Naura sama-sama tinggal disini, bisa menimbulkan Fitnah, Bunda. Fathan gak mau itu terjadi," kata Fathan berusaha membuat Ratna mengerti.

"Biar Fathan cari kos, sekalian belajar mandiri," lanjut Fathan.

Ratna terdiam, memandang anak lelakinya lembut.

"Nak, kamu mau menikah dengan Naura?"

---
A/n:

Assalamualaikum!!

Apa kabar?

Gimana dengan part ini?

Ada yang mau bantu Fathan menjawab pertanyaan Bunda?

Udah ada yang berhasil move on dari Arfan dan Fauzan lalu beralih ke Fathan??

Vomentnya jangan lupa, kalau vomentnya melimpah, bakal up besok deh 😉

See u 😘



Ig: came_sa

Sebuah Rasa Berujung Asa [END]Where stories live. Discover now