Keduanya lantas berbincang dengan topik yang meluas, hingga pesanan Arkais datang dan kembali mengobrol dengan riang. Sesekali tertawa ketika mendengar percakapan absurd mereka atau Nats yang kelewat gemas mengacak poni panjang yang menutupi wajah pemuda perpaduan Asia Timur itu, membuat keduanya sama-sama tertawa.

Larut dalam keseruan obrolan mereka.

Membuat Nats tanpa sadar mengabaikan ponselnya yang mengedip pelan menunjukan sebuah pop up chat baru.



Risa : Oy, bumbu cilok wr ar u? Udah dapat undangannya kan? Bohong kalau engga.




-Just be Mine-

PEMANDANGAN sore di Sydney memang tak jauh beda dari hari ke hari. Setelah cukup puas mengobrol tadi keduanya memutuskan jalan bersama menikmati sore berjalan dari broadwalk sisi timur gedung opera.

Akhir pekan memang menyenangkan dihabiskan untuk bersenang-senang setelah suntuk dengan serentetan aktivitas di hari biasa. Butuh pencerahan dan ingin menjernihkan pikirannya yang membuat Nats sedari kemarin merengek pada Arkais untuk keluar bersama menikmati pemandangan Sydney yang bahkan seluk beluknya sudah dihapal baik keduanya.

Mood Arkais sedang bagus, ditambah cuaca yang mendukung membuat Arkais mengiyakan saja permintaan Nats, ketimbang harus menghadapi omelan gadis itu jika dia tidak menurutinya. Lagi pula anggap saja ini sekalian untuk mencari inspirasi segar baginya.

Sebuah kamera menggantung di lehernya dengan sling bag yang penuh dengan coretan cat diberbagai sisinya membuat orang begitu mudah mengenali passion Arkais, tidak jauh-jauh dari seni.

“Lukisanmu bagaimana?” tanya Nats menoleh ke arahnya dengan mata yang berbinar.

“Hmm... lumayan lah untuk menarik kurator seni mendekat,” balasnya ringan dengan nada percaya diri yang membuat Nats mencibir pelan karenanya.

“Ya.. Ya.. Ya..” sambung Nats. Membuat Arkais tersenyum, menghentikan langkahnya, sesekali mengambil gambar yang menarik pemandangannya.

Smile.”

“Hah?”

Arkais tersenyum puas, melihat gambar pada kameranya. Berhasil memotret wajah terkejut Nats dengan pemandangan keramaian turis dibelakangnya membuat gadis itu jadi tersadar. Mencoba meraih kamera yang sengaja Arkais jauhkan dari jangkauan gadis itu.

“Arkais, please.” ujar Nats dengan gemasnya, mencoba meraih kamera yang di acungkan tinggi-tinggi oleh Arkais.

Pemuda itu sudah tertawa geli, melihat Nats memasang wajah sebalnya. Melihat bagaimana tinggi Nats yang hanya sebatas dagunya membuat dia kepayahan menjangkau kamera Arkais. Membuat Nats mendengkus, memilih memutar tubuhnya membelakangi Arkais, dengan gestur kesal andalannya.

“Ngambek, gitu aja ngambek.”

Nats berusaha keras untuk tidak meledakan tawanya mendengar kalimat yang di lontarkan Arkais barusan. Logatnya begitu lucu mengatakan kalimat dalam bahasa Indonesia begitu. Arkais biasanya hanya menggunakan dua bahasa saja, bahasa Inggris dan bahasa Ibunya, bahasa Mandarin atau bahkan Korea yang bahkan dilafalkannya dengan baik.

Tapi mendengarnya mengatakan dengan bahasa Indonesia saja mampu memancing tawa Nats, gadis itu jadi berbalik. Meninju lengan Arkais dengan kesalnya.

Just Be Mine Where stories live. Discover now