[35] Dirimu dan Hujan

7.6K 352 5
                                    

35 ::  Dirimu dan Hujan

"Terkadang kita menjadi pemeran antagonis dalam suatu cerita tanpa kita menginginkannya." -
Fabian P. Lazuardi untuk dia yang bertahan.

"Kamu itu seperti permainan ular tangga ya? Naik turun ngga menentu. Kadang baik tapi secepat kilat juga kamu berubah seperti tak mengenalku. Asal kamu tau aku sedang malas dipermainkan oleh perasaan saat ini." - Larissa Claudya untuk ...

-Just be Mine-

Risa menyandarkan tubuhnya pada dinding koridor sembari mengetukan sepatunya ke lantai. Gestur menunggu seseorang yang tak kunjung datang.

Dia memang tengah menunggu seseorang sekarang. Seseorang yang entah melihatnya atau hanya menganggapnya bayangan semu. Tak mengapa itu semua hanya butuh proses Risa mengerti.

Dia tersenyum hangat ketika melihat sosok jangkung yang di tunggunya dari tadi nampak melangkah sembari menatap jam tangan hitam pada pergelangan tangannya. Fabian, cowok itu terlihat tampan hanya dengan menggunakan seragam sekolah pas badan dan tas hitam yang menggantung kokoh pada bahunya.

Jantung Risa rasanya sudah bergemuruh kencang begitu melihat Fabian melangkah ke arahnya dengan langkah tegapnya, tapi pandangannya masih saja terfokus pada jam tangannya. Seolah dia sedang di buru waktu saja.

"Fa—" baru saja dia akan menyapa cowok itu seseorang di seberang sana sudah mendahuluinya tanpa aba.

"FABIAN!"

Mendengar seseorang yang sudah dihapal suaranya, membuat Fabian mendongak dan tersenyum hangat ke arah Nats yang sedang melambaikan tangannya dari arah lapangan.

"Nats hei!" balasnya sembari melangkah cepat ke arah Nats sembari tersenyum manis lalu mengacak gemas rambut cewek itu.

Risa menatap pemandangan hal itu dengan tatapan nanarnya. Tenggorokannya terasa tercekat melihat bagaimana Fabian tersenyum manis ke arah Nats dan tertawa bersama, bahkan dengan santainya cowok jangkung itu merangkul Nats lalu mengacak rambut cewek itu dengan gemas membuat Nats mencebik sementara Fabian tertawa geli. Gestur cowok itu seolah ingin melindungi Nats.

Fabian saja seolah ragu untuk sekadar merangkulnya begitu. Tapi dengan Nats? Dia berbeda. Sungguh.

Risa sendiri hanya diam dengan pandangan yang menyiratkan luka yang dalam dengan melihat sepasang remaja itu tertawa bersama dan terlihat dekat. Sangat dekat malah.

Nats dan Fabian sudah menghilang dibalik tikungan koridor beberapa saat yang lalu meninggalkan Risa yang tengah tenggelam dalam pahitnya cinta. Bertepuk sebelah tangan. Risa sudah biasa. Hatinya kebal karena hal itu. Tak mengapa ini konsekuensinya mencintai seseorang yang sudah menjatuhkan hatinya pada orang lain

Sakit, tapi Risa tetap menyukainya. Fabian dan segala luka tak kasat mata yang ditorehkan pada hatinya. Bukan salah Fabian, iya, dia yang salah.

Terlalu dalam menyintai seseorang yang salah, menguakan luka yang dalam pula pada hatinya.

Risa memejamkam matanya sejenak meresapi perasaan sesak yang mulai menjalar pada hatinya, iya dia bohong jika mengatakan dia baik-baik saja sekarang. Hatinya retak.

Patah. Rasanya sakit sekali, Risa mengigit bibir bawahnya pelan. Memejamkan matanya, berusaha keras menahan air matanya yang akan jatuh menyuarakan sakitnya.

Just Be Mine Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang