44) Misi Penyelamatan.

Mulai dari awal
                                    

"Karena ini." Arman menyerahkan secarik kertas, "tadinya cuma mau ngasi itu sama kamu, tapi aku telat. Di persimpangan menuju rumahmu aku melihat mobil pengantin, jadi aku berniat menghadang mobilnya dan menyerahkan itu sebelum kamu sampai di pelaminan. Dan ternyata, mobil itu melaju dengan kecepatan tinggi dan hampir aku kehilangan jejak, aku curiga, kenapa mobil itu malah membawamu kesini," ujar Arman menjelaskan panjang lebar.

Maira menerima surat dari Arman.
Disaat keduanya sibuk menyelami perasaan masing-masing, sebuah kilatan pisau tertangkap mata elang Arman-mencoba menyerang Maira dari belakang.

"Maira awas." lelaki itu memutar posisi menggantikan Maira, kaki kanannya menerjang perut sang penjahat, tapi sial, sebelum terpental dan terjatuh mata pisaunya menggores lengan Arman. Sampai kemeja biru muda yang dia kenakan memerah karena darah segar terus mengalir.

"Astaghfirullah, Mas."

Door!!

Mendadak satu tembakan menggema dalam kesunyian, Maira dan Arman membelalak kaget, namun serentak bernapas lega. Dava beserta tim berhasil melacak keberadaan Arman yang memang belum terlalu jauh dari lokasi perangkat sinyal handphone yang Bosnya gunakan. Setelah meringkus dua penculik tersebut barulah Dava dan Chandra menghampiri Maira.

"Bro! Lo gak papa kan? Apa lo terluka?" Dava membolak balik tubuh Arman padahal sudah jelas luka di lengannya masih basah. "Untunglah lukanya tidak lebih parah dari hati lo, jadi seenggaknya ini tidak terasa, kan?" Dava sedikit menekan luka sahabatnya.

"Ish!" Arman meringis.

"Dava, kamu bagaimana sih? Sudah jelas luka Mas Arman parah begini kamu masih sempat-sempatnya bercanda." Maira seperti tidak terima dengan perlakuan Dava pada Arman.

"Subhaanallah ... kamu makin cantik ya, Maira." bukannya menanggapi, lelaki itu justru memuji perubahan Maira.

Bug!

Kali ini suara itu berasal dari pukulan Chandra di pundak Dava. Dokter itu saja ikut gemas dengan ucapan lelaki rada tengil ini.

"Oh, iya. Mai sebaiknya kamu kembali duluan, semua orang khawatir menunggu kamu pulang," kata Chandra.

"Iya, Maira. Kamu kembali saja dengan Dokter ini." sambung Arman.

"Saya rasa kamu juga perlu ikut untuk membersihkan nama baikmu, Arman."

"Kenapa?"

"Karena secara tidak langsung kecurigaan semua orang Pasti tertuju padamu. Apalagi keluarga Maira."

"Begini saja, kalian bertiga pergilah. Gue harus usut tuntas dalang di balik semua ini." ucap Dava.

🍃🍃🍃🍃


Pukul 14,47 WIB

Plak!

Satu tamparan keras berhasil mencetak rona merah di pipi kiri Arman, baru saja dia menginjakkan kakinya di anak tangga teras rumah Maira. Tangan kokoh Ayah Maira sudah lebih dulu menyambutnya. Duda beranak satu itu tidak menjawab apalagi melawan, sebab jika ini terjadi pada Zhira mungkin dia akan melakukan hal yang lebih parah lagi.

Tidak puas dengan tamparan, Toni menghajar Arman secara membabi buta, Arman sendiri bingung bagaimana menjelaskannya, tapi untung di tahan oleh Chandra yang tadi sudah terlebih dulu masuk ke rumah Maira. "Tunggu, Paman. Biar kami jelaskan dulu kejadian yang sebenarnya."

Chandra membawa Toni duduk di ruang tamu beserta Arman dan juga Bunda lira. Sedang Maira segera di poles berhubung acara akad nikah masih akan di lakukan pukul tiga sore ini. Dan juga, kabar kembalinya Maira sudah sampai ke sana.
Penjelasan padat dari Chandra akhirnya membuat keluarga Maira percaya bahwa Arman benar-benar tidak bersalah.

"Terima kasih sudah menyelamatkan putri kami," kata Lira. "Tapi, maaf. Maira tetap akan kami nikahkan dengan Gus ilham. Maaf juga perlakuan suami saya."

"Saya sudah ikhlas jika memang bukan jodoh terbaik untuk Maira. Saya paham tidak semua kisah di satukan-Nya dalam sebuah ikatan. Tapi saya bersyukur mengenal Maira, terima kasih sudah menghadirkan perempuan seperti Maira ke dunia ini, Bunda."

Perkataan Arman sedikit membuat hati Lira terenyuh. Haruskah sepelik ini kisah putrinya? Dia tahu sirat perasaan Maira yang tak terlisankan. Naluri ke ibuan membuatnya paham betul yang putrinya rasakan. Namun nasi sudah menjadi bubur, tidak mungkin dia tega mengorbankan kebaikan lelaki bernama Ilham.

"Kalau begitu saya ...." Arman bangkit dari duduknya hendak pergi.

"Papa," panggilan itu serentak menarik semua pandangan untuk tertuju pada gadis kecil yang berdiri di ambang pintu. Rautnya bagai sembilu, membuat setiap tatap mengharu biru. Seperti ada senyuman yang patah. Langkah gontai kini membawa kaki kecilnya berdiri tepat di depan Sang Papa. "Pa, Papa tidak apa-apa?"

Mata Arman langsung berkaca-kaca, sesak sekali rasanya melihat wajah malaikat kecilnya seperti rapuh. Setelah tersenyum ia mengangguk. "Papa baik. Zhira sama siapa ke sini?"

"Mang Ujang," jawabnya cepat. "Pa."

"Hmm?"

"Bolehkah kita tinggal sampai acaranya selesai?"

Bagaimana ini Ya Rabb? Bertahan di tempat ini saja sulit, apalagi harus menjadi saksi pernikahan Maira? "Kita pulang saja ya, Peri Cantik." Arman mencoba setegar mungkin.

Nazhira mantap menggeleng. Membuat Arman berpikir, sadarkah Zhira acara apa ini? Pahamkah Zhira bahwa dia benar-benar akan kehilangan hak atas Maira setelah acara ini? Lelaki itu mengedarkan pandangannya, mencari persetujuan boleh atau tidak dia tinggal?

"Kau boleh mengikuti acara ini sampai selesai, dan buktikan jika kau benar-benar ikhlas." jelas Toni.

Bersambung....

Makasih buat kalian yang masih mau bertahan dengan cerita receh ini...

Jangan lupa komen, vote dan bantu tandain typo ya gaes. 😅

Syukron...
Jazakumullahu khairan katsir...

Wassalamu'alaikum...

Lentera Humaira ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang