"Assalamualaikum! Ma, Chita pulang!"
Chitanda baru sampai di rumah. Ia lelah sekali. Ini semua gara-gara Wildan yang membuatnya merasa cepat mati. Tentu saja, Wildan mengendarai motornya dengan kecepatan di atas rata-rata dan banyak sekali menyalip pengendara lain apalagi ketika melewati tikungan, motornya sudah hampir menyentuh aspal. Astaga, untung saja mereka berdua tidak kenapa-kenapa.
Ketika Chitanda hendak melewati ruang tamu, ia melihat ada seorang tamu yang berbicara dengan mamanya. Sejujurnya, Chitanda malas untuk duduk di sofa dan menyapa tamu itu tapi mau bagaimana lagi mamanya sudah memanggilnya untuk duduk di sampingnya.
"Chita, sini duduk."
Chitanda hanya tersenyum dan mengangguk lalu mengikuti perintah Lusi, mamanya.
"Sayang, ini kenalin Om Bayu. Dia teman baik mama. Nah, dia mau nawarin kamu buat jadi model."
Awalnya, Chitanda manggut-manggut saja namun ketika Lusi bilang bahwa ada yang mengajak dirinya untuk jadi model seketika ia berteriak.
"Apa, Ma?! Model?!" beo Chitanda.
"Iya, Sayang."
"Kok?" tanya Chitanda masih dengan tampang herannya.
"Jadi, gini Chitanda." Giliran Bayu yang berbicara. "Om sudah banyak mengetahui kamu dari instagram terutama dari mama kamu sendiri. Om melihat kamu di foto saja sudah cantik apalagi kalau jadi model. Om tertarik sama kamu," jelas Bayu dengan senyumannya yang menawan. Fyi, di udah tua tapi masih tampan dan belum punya istri.
"Hah? Tertarik!?" tanya Chitanda kali ini wajahnya kelihatan takut.
Mamanya terkekeh pelan melihat tingkah polos anaknya. "Bukan, Sayang. Maksudnya Om Bayu tertarik buat jadiin kamu model di majalah dia."
Chitanda membuat mulutnya seperti huruf 'O'.
"Jadi, kamu mau nggak jadi model?"
Dari dulu sampai sekarang Chitanda tidak ada niatan untuk menjadi model seperti mama. Mama yang sudah keliling dunia hanya untuk bergaya di depan kamera tidak membuat hati Chitanda bergerak untuk mengikuti jejak mamanya. Chitanda mempunya cita-cita namun bukan menjadi model melainkan menjadi seorang dokter. Chitanda juga sudah menyiapkan dirinya dengan cara ikut olimpiade Biologi. Kalau Chitanda menerima tawaran kali ini apakah mungkin pekerjaan itu tidak mengikat hidup Chitanda?
"Terima aja, Sayang." Ucapan mama Chitanda menyadarkan Chitanda dari pikirannya.
Nggak tertarik banget gue, batin Chitanda.
"Chitanda boleh gak pikir-pikir dulu, Om?" tanya Chitanda. Ia tidak mungkin langsung menolaknya karena Chitanda juga memikirkan perasaan mamanya yang sangat excited dengan tawaran ini.
"Oh, gak papa, kok. Nanti kalau setuju hubungi Om aja, ya," ucap Bayu lalu menyerahkan kartu namanya pada Chitanda.
"Iya, Om. Makasih, ya."
"Yaudah, Lus gue pulang dulu ya," pamit Bayu.
"Oh iya, Bay."
"Masih gaul banget si Om. Masih pakai gue-lo," gumam Chitanda sambil cekikikan di tempatnya.
Sementara mama Chitanda mengantar Bayu ke luar rumah, Chitanda melangkahkan kakinya ke kamar. Rasanya kaki-kakinya sudah kangen sekali dengan kasur empuk pink yang ada di kamar Chitanda.
Sampai di kamar, Chitanda langsung merebahkan tubuhnya ke atas tempat tidur. Akhirnya, kakinya bisa bertemu rindu dengan kasurnya.
Chitanda memejamkan matanya. Lalu, otaknya memutar memori tentang kejadian tadi di kafe. Tangan Chitanda memegang pipi kirinya yang masih sakit akibat tamparan pacarnya Gerald. Chitanda tidak bisa melupakan kejadian itu. Chitanda malu. Pasti, semua orang yang ada di kafe itu berpikir bahwa Chitanda benar-benar PHO padahal bukan.
"Gue? PHO? Nyentuh Gerald aja nggak pernah masa gue dikatain PHO, sih! Dasar cewek gila."
PHO. Perusak Hubungan Orang. Banyak orang yang salah memakai istilah itu. Banyak orang yang hanya mengatai tanpa mencari bukti. Dan banyak orang yang menghujat tapi salah orang. Yah, baiklah. Itu wajar memang tujuannya untuk orang itu sakit hati. Tapi, ingat! Orang yang didzalimi, doanya diijabah sama Allah.
"Wait."
Chitanda ingat bahwa Wildan ada di sana waktu itu. Dan otomatis Wildan liat semuanya.
"Huaaaaaa!!!" Chitanda menutupi wajahnya dengan bantal.
"Gerald! Awas aja lo kalo ketemu gue! Lo harus tanggung jawab! Sakit nih pipi gue!" Chitanda mengeluh kesal pada Gerald padahal Gerald tidak ada di dekatnya.
"Huaaaaaa!!!!!!" teriak Chitanda.
"Auah gelap! Semoga gue gak ketemu sama si Risa tante itu! Ew!" teriaknya lalu memejamkan matanya lagi. Semoga doanya dikabulkan. Aamiin.
****
Ting tong! Ting tong!
Wildan tidak mengiraukan bunyi bel rumahnya. Ia lagi asyik main Pubg di ponselnya.
Ting tong! Ting tong!
Bel rumah berbunyi lagi. Dan membuat konsentrasi Wildan kacau. Namun ia belum bergerak dari posisinya untuk membuka pintu.
"Haduuuh! Siapa sih malem-malem ke rumah. Ganggu aja!"
Ting tong! Ting tong! Ting tong! Ting tong!
Sudah habis kesabaran Wildan kali ini. Wildan menghempaskan ponselnya ke atas kasur. Suara bel itu sudah membuat Wildan 'mati' di game itu.
"Shit!" umpat Wildan lalu berjalan untuk membuka pintu rumahnya dan ingin tahu siapa yang berani mengganggunya bermain game.
Wildan membuka pintu dan menampakkan cewek remaja cantik dengan pakaian yang anggun namun tetap membuatnya seperti remaja.
"Siapa? Eh-" Wildan tersenyum pada cewek ini karena kagum akan kecantikannya.
"Hai, Wildan!" sapa cewek itu lalu hendak masuk ke rumah Wildan.
Wildan menahan cewek itu. "Eh, mau ngapain lo?"
"Mau masuk. Kenapa? Nggak boleh?" tanya cewek itu seraya mengernyit.
Biarpun Wildan suka dengan cewek ini namun Wildan harus berhati-hati dengan cewek ini yang mana Wildan tidak mengenalnya.
"Gak."
"Kenapa? Aku kan pacar kamu. Masa aku nggak boleh masuk ke rumah kamu."
Sudah diduga Wildan. Pasti ini salah satu cewek yang pernah dekat dengannya. Well, seorang Wildan sudah terlalu banyak punya cewek namun Wildan sama sekali tidak mencintai. Wildan 'nembak' cewek cuma buat suka-suka saja tidak untuk sampai nikah atau apalah itu.
"Pacar? Gue aja nggak kenal sama lo," ucap Wildan dengan tampang tanpa dosanya.
"Apa?!"
"Wildan, kita udah pacaran 2 minggu. Kita juga udah jalan bareng, nonton bareng. Masa kamu lupa?" jelas cewek itu.
"Emm sorry gue ga-"
Plak
"Shit!" Wildan memegang pipi kirinya yang terasa panas.
"Dasar PHP! PLAYBOY!" teriak cewek itu lalu pergi meninggalkan Wildan dengan rasa kesal dan marah. Cewek itu pergi dari rumah Wildan sambil menangis.
****
Sti.
Hey, hey, hey!
Pinky kasian sama Wildan ditampar mulu sama cewek. Tapi memang pantes, sih wkwkwk
"Pinky!!!!! Sini lo!" Wildan mengerjar Pinky sambil mengumpat.
"BERISIK!!"
Seketika Wildan berhenti karena teriakan Chita yang seperti singa yang lapar.
"Rasain, tuh!" Pinky meledek.
"Pinky juga diem!"
Sabar, sabar punya tokoh yang karakternya kayak mereka. Walau kadang bikin darah tinggi.
YOU ARE READING
PHO Vs PHP [Selesai]
Teen Fiction"Mencintai adalah kelemahanku." ¤PHO¤ "Dan menyakiti adalah kekuatanku" ¤PHP¤ ¤¤¤ Awalnya Chitanda tidak membenci Wildan. Namun, karena kesalahan di masa kecil membuatnya benci pada W...
![PHO Vs PHP [Selesai]](https://img.wattpad.com/cover/134051704-64-k993662.jpg)