42) Menjelang Akad.

Start from the beginning
                                    

"Persilahkan masuk." ucap Dava.

"Baik, Pak."

"Kenapa lo yang memutuskan gue mau nerima tamu atau tidak." protes Arman pada Dava.

"Bodo amat! Gue mau tahu kepentingan Pak Gerry nemuin lo. Karena menurut gue dia sangat terobsesi mengurus pembangunan perusahaan cabang di Bogor. Gue curiga sama dia."

Arman terdiam. "Biasanya lo yang selalu nasehatin gue untuk tidak berburuk sangka pada orang lain, tanpa bukti nyata," tegur Arman.

"Ya, ya iya sih. Tapi ... tau ah."

Tok tok tok

Suara pintu yang di ketuk menghentikan obrolan mereka. "Masuk," titah Arman.

"Permisi, Tuan."

"Ada apa?"

"Begini Tuan Arman, ini tentang pembangunan perusahaan Tuan Arman yang di-"

Belum sempat lelaki berkepala empat itu menyelesaikan ucapannya, Arman lebih dulu memotong, "saya sudah memutuskan untuk mengcancel pembangunan itu."

"Apa!!" teriak lelaki itu seperti tidak rela.

Dava yang duduk di samping Gerry mengernyitkan dahinya, terperangah. Keduanya berada di depan Arman sama-sama tersekat meja.

"Kenapa di cancel? Padahal di sana lokasinya sangat strategis, Tuan."

"Kenapa Anda yang keberatan?" sanggah Dava.

Gery hanya melirik Dava sekilas tanpa menggubrisnya. "Lalu bagaimana dengan kontrak kerjasama perusahaan kita, Tuan?"

"Ya, otomatis di batalkan juga."

"Tidak bisa seperti itu, Tuan Arman." lelaki itu terlihat tidak terima.

"Kenapa? Kenapa tidak bisa? Menurut anda saya harus menggusur lahan pesantren?"

"Bukannya Pak Ferdi sudah menerima uang pembelian tanahnya ya?"

"Itu bukan urusan anda, jika tidak ada yang ingin di sampaikan lagi, silahkan pergi," usir Arman.

Lelaki itu seperti menahan amarah, terbukti dari eksresinya yang tiba-tiba berubah sangar, juga rahangnya mengeras menahan emosi. Tanpa sepatah katapun Gerry keluar dari ruangan Arman.

***

Tidak terasa waktu berjalan begitu cepat, Sudah tiga minggu berlalu Maira dan Ilham tidak saling bertemu. Lira bilang, pamali jika kedua pengantin masih saling bertemu menjelang akad. Dan terakhir kali Maira bertemu Ilham ketika pulang dari rumah sakit, itupun, mungkin menyisakan pertanyaan yang terus menguasai pikiran Ilham.

"Kenapa sih, kok ngelamun lagi?" pertanyaan itu sontak mengangkat wajah Maira. "Apa tiba-tiba kamu berubah pikiran? Sebenarnya kamu ingin menikah denganku, bukan?"
Ya, itu Chandra alias Si onta sarap.

"Tidak lucu," jawab Maira sambil manyun.

Chandra terbahak mendengar jawaban ketus sahabatnya. Sudah dua hari Chandra dan keluarga berada di rumah Maira, sebab esok hari ia akan menjadi saksi akad nikah dari sahabatnya ini. "Dua hari bukan waktu yang singkat untuk menikungmu di sepertiga malam, sebab kita tidak bisa menebak kejadian apa yang akan terjadi di hari esok."

"Saat itu juga aku pasti akan menolak," jawab Maira cepat.

Chandra berdecak. "Ck, padahal di luaran sana banyak yang ngantri, kenapa kamu tidak?"

"Karena kamu saudaraku," ucap Maira sembari tersenyum manis, menangkup wajahnya sendiri.

"Mai,"

Lentera Humaira ✔Where stories live. Discover now