= EMPAT PULUH TUJUH =

7.7K 471 23
                                    

— Planning Honeymoon... Or Babymoon? —

***

Mira menghirup udara banyak-banyak sebelum memasuki ruang dosen pembimbingnya. Termasuk jajaran guru besar di fakultas FISIP, membuat nyali Mira menciut untuk menemui sang dosen. Belum ada banyak revisi yang ia ubah untuk bahan skripsinya. Tapi, ia udah terlanjur di sini. Ia nggak bisa pulang ke kos dan melanjutkan galaunya. Ia sedang terancam nggak bakalan dikasih bimbingan skripsi lagi oleh Pak Joko apabila tidak hadir sekarang juga.

"Huuuh.... rileks, Mir. Rileks..." Gumamnya.

Sambil berdoa dalam hati, perlahan tangan Mira mengetuk sekilas pintu ruangan bertuliskan 'wakil kepala departemen' tersebut. Ada sahutan 'masuk' dari dalam. Membuat kinerja jantung Mira semakin cepat.

"P-Permisi, Pak Joko..." Ucap Mira lirih.

"Oh, Miranda. Sini, sini, masuk. Sini duduk." Ucap laki-laki paruh baya dengan kacamata bundar di pangkal hidungnya.

Mira salah jika mengira yang berada di ruangan tersebut cuma ada Pak Joko. Nyatanya di depan  Pak Joko, terdapat sosok laki-laki tegap yang sedang duduk membelakanginya. Karena tak mau ambil pusing untuk memikirkan siapa cowok itu, Mira akhirnya mengikuti perintah dosennya untuk duduk di kursi kosong samping laki-laki tadi. Wajah cowok itu kurang begitu jelas karena saat ini sedang membungkuk sekilas sambil memainkan ponsel. Nggak sopan, pikir Mira.

"Nah, Miranda. Jadi, gimana progres skripsi kamu? Revisi sebelumnya udah kamu perbaiki?" Tanya Pak Joko.

"Em, itu... anu... Pak..." Mira gugup saat ini. "Sebelumnya... saya ingin meminta maaf sama Pak Joko, karena sejujurnya revisi tersebut masih saya kerjakan sedikit, Pak. Belum ada perubahan signifikan. Dan data-datanya juga masih belum saya tambah banyak." Di bawah meja, Mira meremas kuat lututnya karena gugup dan merasa bersalah.

"Haduh, Miranda, Miranda." Pak Joko geleng-geleng kepala sekilas sambil melepas kacamata. "Kamu ini bagaimana sih? Niat lulus tepat waktu nggak?" Tanya Pak Joko.

"Ya tentu saya ingin lulus tepat waktu, Pak." Ucap Mira sambil menunduk.

"Ya kalau kamu niat mau lulus tepat waktu, ya selagi ada waktu, dikerjakan dong revisinya. Ambil berapa mata kuliah semester ini?" Tanya Pak Joko.

"Saya sekarang ambil 4 mata kuliah, Pak."

"Berapa sks*?" Tanya dosennya lagi.

"15 sks itu totalnya sekalian skripsi, Pak."

"Wong ya cuma 15 sks aja gitu lho." Terdengar Pak Joko menghela napas. "Udah, mulai sekarang harus lebih rajin ya. Kudu utun!"* Ucap Pak Joko.

"U-utun...?" Mira tampak kebingungan dengan maksud dosennya.

Sementara pria yang duduk di sebelah Mira terdengar seperti sedang menahan tawa. Ingin Mira menoleh dan mendelik pada pria itu, tapi Mira urungkan. Kalau sesama mahasiswa sih, selepas dari ruangan Pak Joko bisa ia habisin. Tapi kalau ternyata orang itu tamu Pak Joko, ya... alamat auto nggak dapat ACC dari Pak Joko untuk ujian skripsi.

"Ya utun itu artinya kamu harus lebih rajin, lebih berusaha gitu lho." Jelas Pak Joko.

Mira hanya mengiyakan sambil menyengir. Baginya, baru kali ini dia mendengar istilah 'utun'.

"Oh iya, Miranda. Ini sebenarnya saya ada kabar yang bikin kamu mungkin kaget ya, tapi," Pak Joko menjeda ucapannya, "mungkin dalam tiga bulan ke depan, saya sepertinya nggak bisa bimbing kamu sama temen-temen yang lain." Lanjut Pak Joko.

Mira langsung mengernyitkan dahinya. "Maksud Bapak itu gimana ya?"

"Begini, saya sebenarnya sedang ada proyek penelitian yang bekerja sama dengan salah satu dosen Public Administration UC Berkeley. Kebetulan proyek kolaborasi saya ini lolos dan dapat pendanaan dari pemerintah Amerika Serikat. Tetapi, selama turun lapangan untuk penelitian ini, saya harus berada di California selama tiga bulan full. Karena risetnya juga di sana. Makanya, saya bilang saya nggak bisa bimbing kamu sampai tiga bulan ke depan." Jelas dosen tersebut.

JUNIWhere stories live. Discover now