= SEPULUH =

10.3K 466 2
                                    

Apa sih yang menjadi tujuan hidup manusia yang sebenarnya? Apakah hanya semata untuk mengejar nikmat duniawi atau mengejar ibadah demi sebuah nikmat surgawi yang hakiki? Atau mungkin dua-duanya?

Ketika masih berumur tiga tahun, Juni pernah terkagum-kagum melihat seorang dokter yang mampu menenangkan anak kecil yang menangis gara-gara takut disuntik ketika dia berobat ke klinik tempat Mamanya bekerja. Juni dari kecil emang tergolong anak yang pemberani. Mama selalu memberinya nasehat dan menyemangatinya untuk tidak perlu merasa takut ketika berobat ke dokter.

Waktu itu dengan polosnya dia bertanya pada Papanya yang menjadi walinya berobat. Bertanya kepada Papanya mengenai bagaimana bisa menjadi dokter baik hati seperti yang dilihatnya. Almarhum Papa Juni tersenyum kecil dan mengatakan bahwa untuk menjadi dokter adalah dengan selalu rajin belajar dan berdoa. Kata-kata ajaib dari mendiang Papanya tersebut secara tak langsung telah tertanam pada ingatan Juni. Dia harus rajin belajar dan berdoa untuk dapat menjadi dokter.

Tapi yang namanya cita-cita anak kecil kan ya banyak mikir kelihatan mudahnya aja, tanpa tahu pasti bagaimana perjuangan untuk meraih cita-cita itu. Sama seperti Juni, cita-citanya yang semula ingin menjadi dokter, namun setelah melewati berbagai jenjang pendidikan, dia justru lebih memilih untuk menjadi jurnalis politik.

Tetapi, walaupun cita-citanya melenceng, semangat Juni dalam mengenyam pendidikan tidak pernah melenceng dari jalur sedikitpun. Dia tetap belajar, belajar dan berdoa. Tidak heran sih nilai-nilai hampir di semua mata pelajarannya waktu SMA rata-rata berada di atas angka 85 semua. Guru-guru banyak yang menyayangkan Juni masuk IPS karena standar untuk masuk jurusan IPA dapat ia peroleh dengan mudah. Tapi, namanya juga udah bercita-cita yang berkecimpung dengan dunia orang IPS, makanya Juni tak pernah ragu untuk mengambil keputusannya memasuki IPS.

Bahkan nilai-nilainya semakin bersinar kala dia masuk IPS. Selama dua tahun dengan total empat semester, dia berturut-turut menjadi juara peringkat 1 pararel untuk jurusan IPS. Selain itu, rentetan-rentetan piagam perlombaan dimulai dari tingkat SD hingga SMA juga banyak yang berjejer rapi di lemari pajangan di ruang tengahnya. Bahkan pada titik untuk mencapai posisinya sendiri, dia patut merasa senang karena dia bisa masuk kuliah dengan jurusan yang dia sukai tanpa tes. Bahkan dulu ketika masih maba (read: mahasiswa baru), secara ajaib dia sempat mendapatkan beasiswa satu tahun untuk pilihan mahasiswa baru yang berprestasi. Orang tua mana yang tidak akan merasa senang sekaligus bangga?

Orang tua pastinya akan merasa bangga dan bahagia karena telah mampu membesarkan anak yang hebat selain sebagai bentuk ibadah, juga sebagai bentuk kepentingan anak sendiri. Juni pun juga merasa sama. Dia mungkin terkesan mengejar nikmat duniawi sama seperti yang lainnya, tapi masih tidak melupakan salah satu bentuk ajaran kepercayaannya untuk beribadah melalui mencari ilmu. Bahkan setiap hari rasa syukurnya semakin bertambah karena telah mendapatkan segala bentuk kemudahan, keinginan dan kebahagiaan untuk sampai pada titik ini.

Tapi, untuk sekarang, masih kah dia harus tetap bersyukur setelah apa yang telah dia alami kemarin lusa?

Seharian ini Juni tampak mengurung diri di kamar. Dia masih diliputi rasa jijik pada dirinya sendiri. Seakan kubangan dosa telah melingkupi seluruh bagian tubuhnya. Keadaannya itu sempat membuat Mama bingung dan khawatir. Tapi Juni lebih tau diri, dia tidak bercerita pada siapa pun termasuk Mamanya tentang peristiwa yang dialaminya. Jika dia ditanya, hanya jawaban seperti 'aku sepertinya sakit, aku ingin istirahat'.

Bahkan Juni seperti terkesan menghindari semua orang. Pesan Mira yang penuh kekhawatiran tidak dibalasnya. Ega yang hampir setiap dua jam sekali meneleponnya pun tidak dia angkat. Juni merasa dunianya kosong untuk sekarang.

"Sayang? Kamu masih merasa belum baikan?" Mama memasuki kamar Juni dan membelai lembut anak perempuannya.

"Mama..." Berucap lirih, Juni memilih untuk menenggelamkan wajahnya pada pelukan hangat Mama.

JUNIWhere stories live. Discover now