= EMPAT PULUH ENAM =

7.9K 495 81
                                    

— Her Plan —

***

Juni mengaduk susu bumilnya dengan gerakan pelan. Meskipun saat ini sedang menatap layar televisi yang sedang menayangkan acara memasak, Juni bergeming tak fokus pada layar di hadapannya. Ia masih kepikiran ucapan Mira beberapa hari lalu saat ia mendatangi kos cewek itu. Juni memang merasa bersalah pada Mira karena membohonginya, tetapi apakah satu-satunya cara adalah ia harus bercerai dengan Akmal dan membiarkan Mira bersama Akmal hanya demi sebuah maaf?

"Tapi... Akmal aja nggak mau bahas perceraian saat ini." Gumamnya.

Dan sejujurnya... aku sebenarnya merasa keberatan untuk melakukan apa yang Mira ucapkan. Tapi...

"Kayaknya udah menyatu deh itu air sama susunya." Ucap Akmal dari ambang pintu kamarnya.

"Hm?" Juni lantas melirik susu yang ia pegang dan tersenyum kecil. "Iya deh kayaknya."

Wanita itu lantas mengamati Akmal yang sedang bersiap-siap untuk keluar pagi ini. Bukan untuk kuliah. Laki-laki itu memiliki kelas di jam satu siang. Suaminya tersebut, saat ini sedang bergegas untuk menemui klien penting. Entah klien apa, Juni juga nggak terlalu peduli.

"Em, Jun." Panggil Akmal usai membenahi bajunya.

"Ya?" Jawab Juni sambil sesekali menyeruput susunya.

"Kayaknya nanti aku pulang malem deh. Abis bimbingan nanti mau ke perpus dulu buat pinjam buku. Nanti kalau udah lewat jam delapan aku belum pulang, nggak usah kamu tunggu makan ya. Kamu makan duluan aja." Pesan Akmal.

"Okay. Tapi kamu makan di rumah?" Tanya Juni.

"Iya dong." Akmal lantas menenteng tas ranselnya. "Kan masakan kamu yang paling enak." Lanjutnya sambil tersenyum.

Sejenak, Juni merasa aneh dengan sikap Akmal barusan. Menurutnya laki-laki itu seolah sedang bersikap menggodanya. Atau mungkin memang dia sengaja berkata begitu?

"Ngejek ya kamu?" Tatap Juni agak sinis.

"Enggak tuh. Seriusan kok masakan kamu itu enak. Kayak masakan Mama. Sangat pas di lidah aku."

Akmal perlahan berjalan mendekati Juni. Sebelah tangan laki-laki itu terangkat dan bergerak ke arah puncak kepala Juni. Dengan cepat Akmal mengacak pelan puncak kepala Juni. Membuat wanita itu membelalakkan mata kaget. Akmal benar-benar aneh hari ini.

"Aku pergi dulu ya. Nanti Line aku kalo udah ke Dokter Anita. Dan maaf banget nggak bisa antar kamu." Sesal Akmal dengan sorot mata bersalah.

"Em... Kan aku bisa sama Ega." Jujur Juni jadi gugup diperlakukan semanis itu oleh Akmal. Ada semburat merah kecil di kedua pipinya selepas Akmal mengacak rambutnya tadi.

"I know. Aku juga udah minta tolong sama dia." Akmal tersenyum kecil. "Aku berangkat dulu."

***

Selepas kepergian Akmal, Juni menghela napas. Susu bumilnya tidak ia habiskan dan ia letakkan di atas meja. Tubuhnya ia bawa untuk bersandar pada sofa ruang tengah. Sebelah tangannya mengambil bantal yang ada di sebelah pojok sofa dan mendekapnya. Kini Juni menengadah dan melihat langit-langit ruang tengah apartemennya.

Perlahan ia menyentuh puncak kepalanya sendiri yang tadi sempat diacak oleh Akmal. Senyum kecil tersungging di bibir kala ia mengingat suaminya memperlakukannya dengan manis seperti itu. Sebenarnya baru kali ini dia mendapat perlakuan manis seperti itu dari laki-laki selain ayahnya. Dan sensasinya berbeda sih menurut Juni. Kalau dulu ayahnya yang melakukan itu pasti Juni akan kesal dan cemberut lalu minta dibelikan permen. Tapi kalau barusan oleh Akmal, ada rasa kesal tapi juga rasa malu bercampur gugup. Tak lupa rasa senang sih.

JUNIWhere stories live. Discover now