= TIGA =

14.9K 613 7
                                    

Rintik hujan masih terdengar mengalun dengan tempo acaknya. Juni kebetulan mendapat posisi duduk di dekat jendela. Aroma kuat dari ampao, bau hujan, memasuki penciumannya. Konsentrasinya yang mulanya tertuju ke depan, harus terpecah ketika bisikan rintikan hujan itu memasuki gendang telinganya. Dia mengalihkan pandangannya. Menatap keluar dan memandang langit yang terlihat cukup gelap. Butiran-butiran air hujan yang menempel di kaca tampak menurun. Kesan sendu tercetak jelas saat dia menatap jendela yang menampilkan gerimis itu.

Ingatan Juni kembali berputar dengan kejadian semalam. Kejadian dimana Mira yang awalnya membicarakan mengenai kuis online dan merembet ke arah curhat. Menyita sejenak waktu Juni hanya untuk mendengarkan uneg-uneg yang ada pada sahabat cantiknya itu. Membuatnya mau tak mau harus membaca sederet kata-kata curhat mengenai perasaan gadis itu tentang Akmal.

Juni mendesah kecil.

Dia memangku dagu dan masih menatap ke arah luar sana. Pandangannya menerawang jauh. Menyesapi segala isi dan rasa dalam dirinya saat ini. Semuanya terasa begitu membingungkan. Perasaannya seperti tercampur aduk. Ini bukan yang pertama kali baginya. Beberapa kali pun dia juga pernah merasakannya. Dan anehnya, itu jika berkaitan dengan Mira. Dan juga Akmal.

Akmal...

Juni ingat betul bagaimana awal dia dan cowok itu bertemu. Agak memalukan untuk diingat sebenarnya, hanya aja, entah kenapa Juni mengingatnya sekarang.

***

Hari ini menjadi hari tersibuk bagi para mahasiswa baru. Banyak di area kampus penuh orang-orang berseragam atasan putih bawahan hitam. Sekilas, tampak seperti gerombolan SPG yang sedang mencari pelanggan. Namun, bukan. Mereka bukan SPG. Atau masih belum, mungkin.

Juni yang menjadi salah satu bagian dari mereka kini berjalan dengan tergesa untuk sampai ke fakultasnya. Rok span hitamnya ia angkat sedikit agar dapat berjalan dengan cepat. Napasnya memburu dan detak jantungnya juga berpacu cepat. Peluh terlihat menetes dari pelipis turun ke bawah. Juni tergesa saat ini. Karena dia sebenarnya telat untuk mengikuti ospek.

BRUK!

"Aduh!" Juni jatuh dan mengaduh setelah dia bertabrakan dengan seseorang.

"Maaf, nggak sengaja. Kamu nggak papa?"

Juni mendongak untuk menatap pelaku yang bertabrakan dengannya di perempatan dekat dengan fakultasnya. Sosok laki-laki tinggi berbadan tegap yang mengenakan atribut pakaian yang sama dengannya menatap cukup khawatir padanya. Juni sempat tertegun dengan ketampanan yang dimiliki cowok itu. Mata dengan tatapan cukup angkuh, alis yang cukup tebal, rahang yang tegas, hidung mancung dipadu dengan rambut gelap sedikit gondrong. Pandangan Juni bergulir turun ke bibir cowok itu. Astaga, bibir cowok itu bahkan sempat membuatnya menahan napas.

"Hei, kamu nggak papa?" Tanyanya sekali lagi.

"Eh? O-Oh nggak papa kok!" Buru-buru Juni bangkit dari posisi jatuhnya.

"Anak Fisip ya?"

"Aku? Em, iya. Kok tau?"

"Soalnya kita satu tujuan. By the way, maaf ya udah nabrak kamu. Aku telat ospek nih!" Ujar cowok itu.

"Hm," Juni sempat tertegun sejenak, "HWAAA!! Aku juga telat ospek!" Juni mendadak panik.

"Yaudah yuk barengan ke lapangan. Kita udah telat banget!"

Juni pun mengiyakan ajakan cowok itu. Dan mereka pun berlari bersama-sama menuju lapangan Fisip, tempat dimana semua mahasiswa baru berkumpul untuk ikut ospek fakultas.

JUNIWhere stories live. Discover now