= TIGA PULUH DELAPAN =

6.9K 365 12
                                    

- A Hate and Dissapoint Thing -

***

Mira melangkahkan kakinya untuk mendekati Juni. Mimik muka Mira terlihat datar namun samar-samar apabila diperhatikan lebih teliti, ada sorot luka dan kecewa dalam mata hitamnya. Ya tentu saja dia terluka. Siapa yang tidak akan sakit hati jika ternyata sahabat terdekat kita mendadak menghilang dan tahu-tahu sudah menjadi istri pacar kita sendiri? Wagelaseh ini, pikir Mira.

Akmal yang melihat Mira mulai mendekati Juni, segera bangkit dari duduknya. Ia takut jika emosi Mira bisa berakibat pada Juni. Ia sangat tahu betul bagaimana jika Mira marah. Mira cenderung mudah ringan tangan apabila sedang marah. Ia bisa saja menampar, memukul atau bahkan menonjok seseorang apabila sedang marah. Akmal sangat tahu itu karena saat dulu ketika ia sempat putus, Mira nggak ragu untuk menampar keras pipi Akmal. Dan Akmal tentu sangat khawatir dengan apa yang akan terjadi dengan Juni saat ini.

"Mir, Mira! Mira! Aku bisa jelasin, Mir!" Akmal berusaha meraih pergelangan tangan Mira.

Mira menghempaskan tangannya. Ia tidak menggubris ucapan Akmal.

"Waaaah.... Kamu beneran Juni, kan? Nggak nyangka ya Jun, kita ketemunya malah di rumah kamu sendiri." Ucap Mira dengan penekanan pada kata 'rumah'.

Mira menelisik tubuh Juni dari atas hingga bawah. Pandangannya terasa sangat menyakitkan saat ia melihat perut sahabatnya itu terlihat buncit. Dilihat dari ukurannya, sepertinya tiga atau empat bulan lagi mungkin Juni akan melahirkan. Hatinya sangat nyeri. Jujur saja saat ini Mira rasanya ingin meluapkan semua emosi yang ada di benaknya. Ingin ia memaki, marah atau mungkin meluapkannya dengan suatu pukulan. Tapi, dia tidak bisa melakukannya. Sekarang bukan saatnya dengan melampiaskan emosi melalui tindakan akan bisa meredam amarah begitu saja. Terlebih jika melampiaskannya pada Juni yang sedang hamil.

"Kamu hamil?! Anak Akmal?! Dan kamu menikah sama Akmal?! PACARKU?!!" Teriak Mira.

"M-Mira... Aku bisa jelasin, Mir." Akmal mencoba untuk memegang bahu Mira.

"DIAAAM!!!" Mira menoleh dan membentak Akmal. Ia memelototkan mata dan terlihat seluruh mukanya berubah merah, tanda ia sedang sangat marah.

"AKU NGGAK LAGI NGOMONG SAMA KAMU!! AKU LAGI TANYA SAMA DIA!!" Bentak Mira sambil menunjuk Juni.

"Mira... Juni nggak salah apa-apa. Dia-"

"I SAID SHUT UP!!!" Bentak Mira lagi. Kali ini terlihat urat otot pada ubun-ubun Mira mencuat keluar.

Akmal terdiam. Belum pernah ia melihat Mira terlihat sangat marah dan penuh emosi seperti sekarang. Dibandingkan dengan masalahnya yang dulu, tingkat emosi Mira sangat berbeda. Wajahnya merah penuh emosi. Bahkan pancaran matanya sendiri juga terlihat sangat marah. Meskipun Akmal bisa melihat adanya sedikit bulir-bulir air mata di sana.

"ELO DIEM AJA, BRENGSEK!!"

Mira balik menghadap Juni. Dapat ia lihat sahabatnya itu hanya menunduk dan diam. Kedua tangan Juni seolah bersedekap, menandakan Juni sedang melindungi kandungannya. Mira mendengus kesal.

"Benar-benar ya kamu ini! Selama ini, kamu menghilang! Aku bingung sendiri! Aku mikir sendirian kenapa kamu tiba-tiba ilang, tapi ternyata kamu... kamu..." Mira tidak kuasa membendung bulir air mata amarahnya. Dia tidak melanjutkan ucapannya.

Juni yang sedari tadi diam dan menunduk ternyata sudah menangis sesegukan. Ia tahu ia salah. Ia tahu bahwa ia juga pantas mendapatkan amarah dan bentakan dari Mira. Sangat wajar sekali apabila wanita brengsek sepertinya telah merebut kekasih sahabatnya. Juni sadar sekali bahwa ia boleh disalahkan oleh Mira. Bahkan jika berkenan, Mira sangat boleh menamparnya berkali-kali. Karena Juni tahu, ia sangat amat bersalah pada Mira.

JUNITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang