= EMPAT BELAS =

8.9K 470 5
                                    

Akmal menatap kendaraan yang terlihat memadati jalanan siang hari melalui kaca jendela gelap di sampingnya. Alunan musik instrumental dipadu dengan penerangan lampu yang sedikit redup menjadikan nuansa cafe yang ia datangi terlihat sangat romantis. Tapi lain halnya dengan Akmal yang justru tidak menangkap nuansa romantis tersebut. Pikiran cowok berumur 20an itu melayang entah kemana.

"Kamu lama ya nungguin aku?"

Suara Mira yang mengalun tiba-tiba diiringi gerakan duduk di posisi berseberangan membuat Akmal memalingkan wajahnya dan menatap kekasihnya. Ia tersenyum lembut ketika wanita yang ia cintai akhirnya telah tiba.

"Enggak, Hun, aku baru aja sampai kok." Bohongnya. Padahal Akmal sudah berada di cafe tersebut sekitar 15 menit yang lalu.

"Kamu belum pesan apa-apa?"

"Belumlah. Aku kan nungguin kamu. As always."

Mira tersenyum mendengar ucapan Akmal. Dilihatnya Akmal mulai melambaikan tangannya untuk memanggil pelayan. Tak lama seorang pramusaji menghampiri mereka. Akmal membacakan pesanannya beserta pesanan milik Mira. Pramusaji itu mencatatnya dan setelah itu dia undur diri dari meja Akmal dan Mira.

"Gimana tadi? Udah ketemu Pak Joko?" Tanya Akmal.

"Udah. Untung aja orangnya masih mau nerima bimbingan. Soalnya aku paling akhir. Biasanya kan orangnya suka ngebatasin gitu siapa yang bimbingan." Jelas Mira.

"Oh ya? Emang tadi yang bimbingan berapa orang?"

"Lima sekalian aku."

Akmal tersenyum. Diraihnya jemari Mira dan ia genggam cukup erat.

"Lalu hasilnya gimana?"

Mira mendesah.

"Masih sama kayak kemarin, Hun. Masih harus revisi. Data di latar belakangku masih kurang. Terus tinjauan teorinya juga masih kurang. Aku sampai mikir gini 'ini apa sih yang kurang?'. Padahal aku lihat di proposal skripsi temen-temen yang lain nggak banyak gitu revisinya." Gerutu Mira.

"Yaudah, yang sabar aja, Hun. Aku juga masih belum diterima kok proposal skripsiku."

"Tapi, kamu kan enak Hun, dapet dosen pembimbing kayak Bu Saskia, diberitahu mana letak salahnya dan dikasih saran. Kalo aku? Adanya cuma dapet kata-kata 'ini perbaiki ya', 'itu perbaiki lagi', dan blablabla." Mira memutar matanya bosan.

Akmal terkikik melihat bagaimana kesalnya Mira dengan sikap dosen pembimbingnya. Inilah yang dia sukai dari Mira. Dia menyukai ekspresi bagaimana Mira saat sedang kesal. Ketika Mira sedang kesal, Akmal akan melihat bagaimana Mira dapat seharian mengomel dan menggerutu sehingga membuat pipinya kadang menggembung dan bibirnya dapat memanyun seperti bebek. Dan puncaknya, Mira pasti akan menjambak rambutnya hingga dia akan meminta siapapun, entah Akmal, Ega atau pun Juni untuk menemaninya memakan banana split.

Juni...

Ah, sudah berapa lama dia tidak bertemu Juni?

Oh iya benar, hampir sekitar tiga minggu dia tidak bertemu teman sejurusannya itu. Tidak ada kabar dari Juni. Pesannya yang ia kirimkan dulu hanya dibaca sekilas oleh Juni. Tidak ada balasan. Terkadang, Akmal sampai merasa apakah dia terlalu berlebihan karena terlihat memaksa Juni untuk berbicara dengannya. Mungkin Juni merasa terganggu karena Akmal mendadak mengajaknya berbicara. Tapi, apakah itu salah?

"Hunny? Hunny!"

Akmal terkesiap. Dia pun langsung menatap Mira yang menunjukkan wajah kesal padanya

"Y-Ya, Hun?"

"Kamu kok melamun terus sih. Pasti semua ceritaku nggak kamu dengerin ya?!" Mira pun ngambek.

JUNIWhere stories live. Discover now