28

755 129 8
                                    

Hari ini dan kemarin Sojung sudah berusaha menemui Yerin sesuai usulan Namjoon, tapi Sojung tidak pernah berhasil bertemu gadis itu.

Datang pagi, Yerin sudah pergi ke sekolah, sore dia belum pulang dan malam, katanya Yerin sudah tidur, padahal gadis itu terbiasa bergadang untuk hal-hal tidak penting. Seperti telfonan dengan Taehyung, contohnya.

"Sepertinya Yerin benar-benar marah padaku," Sojung menggembungkan pipinya dan menyenderkan kepalanya pada punggung Namjoon, sementara sang kakak sibuk dengan game di laptopnya.

Keduanya sedang berada di ruang tengah, duduk saling membelakangi dan mengobrol banyak hal secara acak. Membuat kondisi rumah mereka sedikit hidup karena terlalu hening lantaran selalu hanya ada mereka berdua di rumah, selama tiga minggu dalam satu bulan sementara kedua orangtuanya sibuk bekerja.

Asisten rumah tangga hanya datang saat pagi dan pulang saat selesai menyiapkan makan malam.

"Sudah mencoba mengiriminya pesan?" tanya Namjoon tanpa mengalihkan fokus dari musuh virtualnya.

"Sudah, tapi belum dibaca."

"Tunggu saja, mungkin Yerin memang sesibuk itu."

"Oppa..."

"Hm?"

"Apa kau pernah mendengar tentang selective mutism?"

"Entahlah, kurasa ini baru pertama kali. Apa itu?"

"Kondisi saat kau tidak memiliki keberanian untuk berbicara dengan orang lain. Kau sangat ingin bicara, tapi tiba-tiba saja tubuhmu menunjukkan reaksi yang buruk, seperti mual. Rasanya sangat sulit hanya untuk mengeluarkan satu patah kata pun. Umumnya terjadi pada anak kecil, tapi akan hilang seiring bertambah usia, tapi pada kasus tertentu, malah berlanjut hingga dewasa."

Namjoon menghentikan permainannya, lelaki itu memutar tubuh menghadap Sojung yang masulih mengoceh.

"Kau hanya bisa berkomunikasi melalui suara dengan keluarga atau orang yang membuatmu nyaman dan kau percayai. Kau tidak bisa keluar rumah sesuka hati karena takut ada hal-hal yang membuatmu harus bicara, mungkin seperti orang asing yang bertanya jalan, teman lama yang menyapa atau kau terlibat kasus kecelakaan dan kau perlu di wawancara untuk itu."

"Ya, lalu?" Namjoon mengangkat satu alisnya, masih menunggu kesimpulan pembicaraan sang adik, dan ingin tahu apa tujuannya berbicara soal ini.

"Orang-orang yang tidak paham menganggap mereka aneh, tak jarang mengejek atau mengganggu, memaksa untuk bersuara hanya karena mereka penasaran. Mereka jadi punya masalah dalam bersosialisasi, lingkup pertemanan kecil dan sulit menemukan orang yang bisa dipercayainya. Sulit, ya hidup seperti itu?"

Namjoon mengangguk.

"Aku membaca soal itu di internet, juga bertanya pada temanku yang punya teman fobia bicara ini. Kebanyakan memang memilih berdiam diri di rumah, tidak berani beraktivitas di luar dan tidak mudah bagi mereka memiliki teman apalagi sahabat, tapi temannya temanku ini cukup beruntung. Ada satu sahabatnya sejak kecil yang bersedia menemaninya kemanapun dan melakukan apapun. Pada akhirnya temannya temanku jadi bergantung pada sahabatnya."

"Ya, sungguh beruntung. Pasti mereka sudah sangat dekat, seperti saudara."

"Lalu," Sojung mendesah pelan, "ada orang yang ingin memisahkan keduanya."

"Itu tindakan yang buruk," komentar Namjoon, membuat Sojung terdiam selama beberapa detik. Kemudian gadis itu mengangguk pelan.

"Iya, sangat buruk," gadis itu tersenyum miring. "Harusnya orang ini paham dan tidak egois hanya karena menginginkan salah satu dari mereka, kan? Bagaimanapun, dilihat dari sisi manapun, mengambil sahabat temannya temanku tetap saja perbuatan yang salah, maksudku, mereka berteman sejak lama dan saling melengkapi --kurasa, jadi orang baru itu tidak berhak memisahkan mereka. Cinta tidak bisa dijadikan alasan karena itu alasan paling egois, menurutku." Sojung menelan salivanya. Apa yang baru saja dia bicarakan sama sekali tidak sesuai dengan hatinya, tapi logikanya membenarkan.

Namjoon masih mangut-mangut seolah paham, meski otaknya masih mencerna dan mencari tahu maksud sebenarnya yang ingin disampaikan oleh Sojung.

"Oppa," panggil Sojung, memecah konsentrasi Namjoon yang masih berusaha memahami makna tersirat yang Sojung sampaikan.

"Aku tahu kalau Eunwoo menyukaiku," katanya, membuat Namjoon lagi-lagi mengerutkan keningnya.

Topik pembicaraan ini random sekali.

"Kalau aku pacaran dengan dia, kau tidak masalah, kan? Jangan melarang aku lagi, aku sudah besar. Apalagi sampai marah dan mendiamiku seperti saat aku baru saja pacaran dengan... tuan Kim yang itu."

"Hah?" tolong, Namjoon masih tidak paham.

"Bukan apa-apa, aku mau tidur sekarang. Oppa juga, jangan main game sampai larut malam."

"Ya, oke..." balas Namjoon, masih dengan benang kusut di otaknya.

Sojung benar-benar aneh malam ini, dan sukses membuat Namjoon sakit kepala mendadak.

⚫⚪

Soal penyakit (jiwa) yang ada di cerita ini, jangan dianggap serius. Aku cuma mengandalkan gugel dan imajinasiku, mengembangkannya sesuai pemahamanku  yang cetek banget dan mendramatisasinya, jadi sama sekali gak akurat.

Btw, katanya sakit jiwa dan gangguan jiwa itu berbeda dan aku gak tau fobia itu gangguan atau sakit. Tapi temenku yang kuliah psikologi bilang itu gangguan. Jadi, maafkan kalo aku salah. Hehe.

Indralaya, 13 Maret 2019

Iva

X (SOWJIN)Where stories live. Discover now