BAGIAN 40 - AKU SAYANG KALIAN (Akhir)

Start from the beginning
                                    

Tangan Nunu terulur, mengambilnya perlahan, "Buka aja disini, gue tinggal." Kula beranjak dari sana. Memberi ruang untuk Nunu, yang pasti masih terpukul atas kepergian sahabatnya itu. Nunu selesai merobek bungkusnya, menampilkan sebuah kotak karton, Nunu membukanya, dan ternyata di dalamnya ada sebuah kotak berwarna hijau bermotif dan berpita. Nunu segera mengambilnya, saat membukanya, Nunu begitu terkejut, karena itu bukan kotak biasa, tapi surprise box, berisi foto-fotonya bersama Gendis. Ditengah, terdapat tulisan 'our years' tahun kita bertemu sampai saat ini.

Nunu menggigit bibirnya, menahan likuid asin yang terus saja mendesak keluar

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Nunu menggigit bibirnya, menahan likuid asin yang terus saja mendesak keluar. Nunu masih menatap kado indah itu. "Thanks Ndis, gue nggak bakal pernah bisa lupain, lo, kenangan kita. Kita selamanya."

-WFTW-

"Cepet banget ya, Nji?" Panji mengangguk. Panji mengajak Azka mengobrol di kamar. Biar lebih nyaman untuk bicara.

"Gue juga nggak nyangka, tiba-tiba. Adek kelihatan sehat, biasanya setelah subuh adek tidur, tapi ini nggak, dia ngaji sama mamah." Curhat Panji.

"Gue dapet kiriman kaktus, dari adek." Panji terhenyak, dia tidak menduga itu.

"Berarti semua dapet, dong." Panji melihatnya juga di kamar Kula. "Kayaknya, adek udah ngerasa dia bakal pergi, makanya adek sibuk bikin seneng orang. Adek juga kek lupa sama sakitnya. Adek jadi Gendis yang dulu. Banyak senyum sama ketawa." Panji tersenyum, mengusap layar kamera yang menampilkan dirinya dan Gendis. Satu bulir bening juga jatuh disana. "Sori," Panji mengusap pipinya yang mulai basah.

"Padahal adek udah move on, lho." Sambung Panji kembali. Azka terkesiap dibuatnya, senyum tipis mengembang di bibirnya. "Adek juga masih nulis dibukunya. Bentar, gue ambilin." Panji berlari ke kamar Gendis. Nunu masih disana, tidur di ranjang, disuruh mamah buat istirahat dan nginep, karena dari bandara Nunu langsung kerumah duka. Dia belum memejamkan matanya barang semenit.

"Ini, buat lo,"

"Tapi, ini punya adek." Azka sebenarnya tidak enak, karena dia yang ngasih, masa dia ambil lagi.

"Kemarin, adek mau nulis materi kajian pake ini, tapi belum sempat. Kayaknya, yang paling berhak baca itu lo, Az. Karena disana, adek bales tulisan dari lo." Azka menatap penuh arti buku yang dia genggam erat itu.

-WFTW-

Azka bersiap untuk tidur, tapi dia teringat buku agenda milik Gendis, yang kini jadi miliknya. Dia mulai membuka buku itu dan membaca, rasanya malu membaca tulisannya sendiri waktu itu. Azka bahkan tertawa geli. Tapi di halaman selanjutnya, Azka tak mampu lagi membendung kesedihannya. Terlihat sekali, Gendis menulis dengan hatinya. Hal itu, membuat Azka bahagia tapi juga sakit. Apapun itu, akan menjadi sangat berarti setelah kita kehilangan sesuatu yang seharusnya kita genggam.

Ada banyak orang yang kehilangan sosok Gendis. Gendis yang tak pernah menyerah pada orang lain. Dia yang selalu memberi semangat untuk orang lain. Menyatukan sebuah, cinta? Bukankah, dia juga membantu untuk itu? Adapun mengorbankan perasaan sendiri. Tapi, tetap dia terima. Bahkan terang-terangan memberi Azka lampu hijau, walau malu-malu. Gendis memang mati, tapi kenangan tentangnya tak akan pernah mati. Ingatan tentangnya masih hidup dalam memori orang-orang terdekatnya. Orang-orang yang dia cintai dan begitu sebaliknya.

We Find The Way ✔Where stories live. Discover now