BAGIAN 8 - KOMUNIKASI

154 25 10
                                    

"Kita ketemu ya, ditempat biasa."

Lanang menutup telponnya dan bersiap-siap ke tempat tujuan. Dia harus bertemu Lian. Keluarganya belum ada yang tahu sampai hari ini. Sudah lewat dua hari. Nanti saja pikirnya, saat keberadaan Seto sudah diketahui. Polisi juga belum menghubungi lagi.

Kebetulan tak ada orang di rumah. Lanang bohong pada semuanya, terutama Mamah dan Bapak. Lanang selalu pergi, tapi bukan ke bengkel seni, cuma ke kafe-kafe. Seharian disana, agar orang rumah tak curiga. Tak lupa menghubungi teman-teman agar bisa membantunya. Hasilnya? Nihil. Semua menghilang. Ada yang bilang, teman sejati akan muncul pada saat kau dalam keadaan terpuruk. Tapi, Lanang berpikir positif, mungkin mereka sedang sibuk.

Menutupi keadaan adalah hal terbodoh yang Lanang lakukan. Dia butuh dukungan dari orang terdekat sebenarnya, yaitu keluarga. Namun buat sementara, biar dia simpan dulu. Ada waktunya buat kasih tahu.

Perjalanan ke kafe tempat Lanang dan Lian janjian cuma butuh waktu 20 menit pakai motor. Setibanya disana, Lanang langsung menjumpai kawannya itu. Yang ternyata sudah datang lebih awal.

"Assalamu'alaikum Li."

"Wa'alaikumsalam," jawab Lian. "Duduk dulu, ada yang mau gue bicarain."

"Gue juga,"

"Lo dulu Lan."

"Gue bener-bener kurang dana Li, gue mesti cari kemana? Gue juga belum bilang sama ortu." Lanang menjeda perkataannya. "Tabungan yang gue punya, nggak cukup buat nutupin."

"Lo belum bilang sama sekali?" Lian menjambak rambutnya. Lian juga tak ada uang sebanyak mereka kehilangan, Lanang juga tahu itu. Frustasi sendiri rasanya. "Gue paham situasi lo, tapi seenggaknya bilang sama ortu lo, masalah lo tu nggak sepele Lan." Lian mengelus dada, meredam emosi yang tiba-tiba nongol tanpa permisi. Rasa capek juga mempengaruhinya sekarang. "Bego lo,"

"Iya gue bego," seketika tawa terdengar dari Lanang dan Lian. Mentertawakan diri mereka sendiri. "Katanya lo mau ngomong, ngomong apa?"

-WFTW-

'Prok! Prok! Prok!'

Riuh sorak anak-anak satu kelas terdengar. Kelompok Atta telah selesai mempresentasikan hasil mereka sibuk di pesantren selama seminggu. Tak ada ruginya mereka kesana setiap hari sepulang sekolah, hasil presentasi sangat memuaskan.

"Wah! Kerja bagus anak-anak," tutur Guru BK, Bu Dewi. "Baiklah, kita simpulkan bersama bahwa sosialisasi itu peranan yang sangat penting. Kita tidak hidup sendiri didunia ini. Sebagai contoh adalah komunikasi. Berkomunikasilah yang baik dengan keluarga, teman, tetangga, masyarakat dan yang paling penting Tuhan kita. Berbaurlah, karena hidup kita juga butuh orang lain. Dari lahir hingga mati, kita butuh bantuan orang lain. Ada pertanyaan?"

"Tidak!" Jawab anak satu kelas itu serempak.

"Baiklah, cukup untuk kelas hari ini. Terima kasih partisipasi kalian. Assalamua'alaikum."

"Wa'alaikumsalam."

Disaat itu, ada gadis yang butuh komunikasi dengan kakaknya, sesuai dengan apa yang Bu Dewi ucapkan. Gendis yang malang, Kula tak mau bicara dengannya gara-gara kamera barunya dijatuhkan Gendis. Tak sengaja memang. Tapi tetap saja, rusak. Butuh service. Gendis tahu, kamera itu dibelinya dari hasil keringat, darah dan air mata Kula. Lebay? Tidak sama sekali. Kula sering menjadi tukang foto sewa pada event-event tertentu. Dari sana dia dapat uang dan dikumpulkan untuk beli kamera yang sudah diinginkan. Padahal dia lagi nabung buat beli drone. Malah uangnya terpakai buat servis kamera.

We Find The Way ✔Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt