BAGIAN 25 - SIAP NIKAH

126 27 25
                                    

"Mas Azka? Ngapain kesini?" tanya Gendis, melihat Azka berdiri bersandar pada pintu mobil. Jemarinya sibuk mengutak-atik ponsel.

"Jemput kamu, sekalian sama Kula." Azka berdiri tegap. Mendekat pada Gendis. Tahu Gendis merasa kikuk, Azka menjelaskan. "Panji yang nyuruh." Gendis cuma beroh-ria.

'Bruk!'

Gendis menabrak tugu gerbang, lumayan keras karena segerombolan siswa yang rame-rame berjajar, memenuhi jalan.

"Nggak papa?" Azka bertanya. Dijawab gelengan kepala oleh Gendis. "Oh, itu Kula."

"Abang? Ngapain?" tanya Kula tanpa ekspresi yang berarti.

"Jemput kamu,"

"Oh. Atta bye!" dua orang cowok itu dadah-dadah kala berpisah. Gendis masih memandangi Atta kagum. Meskipun dia sudah menyatakan berhenti. Ada kalanya, Gendis belum sanggup move on. Tidak gampang tahu! Apalagi setiap hari bertemu. Satu kelas lagi. Azka memperhatikan arah pandang Gendis. Kentara sekali, tatapan matanya, bahwa Gendis menyukai cowok yang dipanggil Kula, Atta. Cinta SMA, memang indah, mereka hanya tahu 'suka'. Saling mencari jati diri. Seperti dirinya kini, dia tidak bisa mengusir perasaan sukanya pada Gendis. Suka sama gadis SMA.

"Ayok pulang!"

-WFTW-

"Mereka belum pulang. Mau main?" mendengar kata main. Kula langsung merespon dengan kecepatan tinggi. "Tapi makan dulu ya? Laper."

"Let's go!"

Dasar Kula. Diajak main, paling hedon itu orang. Gendis memijit pelan lututnya sedari tadi. Rasanya nyeri. Entah karena apa. Jangan-jangan, ini yang dinamakan rematik? Kini, rematik bisa menyerang anak muda, kan? Ah! Tidak, semoga bukan.

Akhir-akhir ini, Gendis merasa tidak sehat. Sejak mengalami kaburnya penglihatan waktu itu. Semakin hari, semakin tidak enak badannya. Gendis mau sekali bilang sama mamah, bapak, atau mamas-mamasnya. Biar saja dibilang tukang ngadu. Tapi, itu, dia tak berani.

"Dek, diem aja." Azka melihat Gendis yang sepertinya kelihatan gusar, dari kaca spion.

"Laper kali, bang," ledek Kula. Gendis cuma melirik tajam. Ketawanya sungguh menyebalkan.

"Mas, ih! Nggak lucu tauk!"

"Sabar dek, PMS ya?" lama-lama Gendis kesal juga. Sekarang, menggoda Gendis menjadi hobi baru Kula. Selain, adu mulut sama Panji.

"Udah-udah." Azka terbahak sendiri, melihat tingkah keduanya. Bahagiannya, bisa bercanda semacam itu. Meski kebanyakan, ya, begitu itu, saling meledek satu sama lain. Ujungnya jadi perang omong. Tapi itulah saudara.

McD. Tujuan tiga orang itu. Azka selesai video callan dengan Panji. Mereka dalam perjalanan pulang. Cuma Panji, Azka, serta Kula yang cekakak-cekikik. Gendis mah, b aja.

"Adek, beneran nggak mau makan? Mumpung disini, lho." Sudah kesekian kali, Azka menanyakan hal yang sama. Karena Gendis cuma pesan minuman saja. Beda sama Kula dan dirinya, yang tetiba kalap, karena kelaparan melanda.

"Nggak laper, mas." Nyatanya, Gendis memang tak nafsu makan, bukan karena tidak lapar apalagi gengsi. Big no!

Rencana ingin bermain, tinggal rencana, pupus sudah. Akibat, Kula dan Gendis disuruh pulang. Azka si tak masalah. Tapi, Kula, dia menggerutu sepanjang jalan.

"Udah, si. Disuruh pulang juga."

-WFTW-

Azka langsung pamit pulang, dia tak mau mengganggu acara keluarga mereka. Yang akan segera membahas sebuah urusan penting, pastinya. Mengetahui Lanang, telah melakukan lamaran dan siap nikah.

"Ini, buat adek. Siapa tahu ngidam." Azka menyodorkan sebuah plastik berisi makanan dari tempat tadi.

"Mas Azka, ketularan." Azka terbahak, dia tahu maksud dari kata itu, virusnya Kula memang sungguh ampuh. Lesung pipit Azka kelihatan, saat tertawa. Sangat manis. Gendis mikir apa, lagi? "Makasih."

"Aku pulang, assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam."

"Woi!" teriak Panji yang baru saja keluar, keras  Padahal tidak pakai toa. "Thanks bro!" Azka membalasnya dengan membunyikan klakson mobilnya.

"Buat mas," Panji memberi tatapan menyelidik pada Gendis.

"Itukan buat adek." Tapi diterima juga sama Panji.

"Buat mas, aja. Biasanya juga suka ngembat punya orang." Seloroh Gendis, seraya berlari masuk rumah. Kabur, menghindari teriakan menggelegar, milik Panji.

"Adek!"

-WFTW-

"Satu bulan lagi?" ucap Kula dan Gendis bersamaan. Kamar Lanang mendadak kedatangan dua tamu kembar. Yang kepo, dengan acara khitbah-mengkhitbahnya tadi pagi menjelang siang.

"Lebih cepat, lebih baik. Menghindari banyak zina." Ujar Lanang. Ternyata, sudah langsung ditentukan sebegitu cepatnya. "Lagian, acaranya mau dibuat sederhana, sesuai kemauan Annur. Dia tidak mau berlebih-lebihan."

Dua orang adiknya itu mengangguk-angguk paham. "Terus, mas ngundang siapa?" Gendis membeo.

"Temen deket mas aja, paling Lian, sekeluarga." Lanang bingung memang mau mengundang siapa. Sejak kejadian bengkel seni. Semuanya menjauh, kecuali Lian. Mereka masih suka bertemu. Lian juga yang masih support Lanang sampai sekarang. Bukan karena tidak mau berteman dengan yang lain. Hanya saja, mereka malah semakin pergi ketika di dekati. It's okay. Bukan masalah besar bagi Lanang.

"Doang?" Kula kini yang bertanya.

Lanang tersenyum, "iya."

"Oh, oke."

-WFTW-

"Kok lebam gini ya?" Gendis masih menatap dirinya lewat cermin. Dia sedang melihat punggungnya yang membiru. "Padahal cuma kebentur tugu doang."

Gendis menepis pikiran negatif, yang mulai menggerayangi otaknya. "Nggak! Gue baik-baik aja. Nggak ada yang perlu dikhawatirin."

"Apanya?" Gendis terlonjak kaget, ketika Panji datang membawa segelas susu. Ada apa gerangan? Gendis kan tidak lagi sedih ataupun bete?

"Buat adek aja, keknya adek lagi nggak semangat." Ujar Panji, seperti mampu membaca pikiran adiknya.

"Makasih," setelah menerima, Gendis duduk disembarang tempat, tepatnya dikasur dan meneguk habis itu susu.

"Adek sakit?" Panji ikut duduk di samping Gendis. Meraba kening Gendis. Normal, tidak demam.

"Nggak," jawab Gendis lirih.

"Adek pucet tahu," mode kepekaan Panji mulai hidup. Dia memang sudah mengamati dari pagi. "Periksa ke dokter ya? Takutnya kamu flu lagi, atau apa."

"Nggak, mas. Adek nggak sakit. Cuma lagi capek doang kok." Gendis memasang tampang yang lumayan sumringah, agar Panji percaya.

"Yakin?" dijawab anggukan oleh Gendis. Sebenarnya Gendis juga tak begitu yakin. "Yaudah, istirahat." Panji mengusak poni milik Gendis lembut, sebelum meninggalkan Gendis. Membawa gelas yang sudah hilang isinya.

-WFTW-

Lagi rajin nih ceritanya. XD
Terima kasih sudah membaca,

Salam hangat,
HOI

Wonosobo, 09 Desember 2018.

We Find The Way ✔Where stories live. Discover now