BAGIAN 33 - MAAF

167 29 36
                                    

Hari ini Gendis rilis dari rumah sakit. Setelah sekitar semingguan dia menginap disana.

"Gue gendong ya, dek?" tawar Kula.

"Nggak perlu lah mas, adek masih bisa jalan." Gendis perlahan turun dari mobil. Kula was-was saja, takut Gendis sakit lagi. Namun tetap saja, Kula mangkat untuk memapah Gendis. Percuma menolak, Kula akan terus memaksa.

"Adek bobonya di kamar mas Lanang aja, yang deket." Jelas bapak. Gendis menurut, begitu masuk kamar. Masih tertinggal aroma maskulin milik Lanang, disana.

"Istirahat ya dek," Gendis mengangguk setelah Kula mengantarnya sampai pintu kamar.

Dingin, kasur Lanang yang memang jarang digunakan. Dengan perlahan, Gendis merebahkan tubuhnya disana. Tapi seketika beranjak lagi, Gendis melihat tas gendong rajut warna cokelatnya, mengambil agenda yang sekarang mulai dia isi dengan tulisan. Lebih ke positif selftalk, sih, dia menulis tentang apa yang dia dapat satu hari itu. Walaupun hanya sekedar, 'terima kasih Ya Allah, masih memberiku nafas hari ini'.

"Dek," Gendis mendanga, ketika kepala Panji menyembul dari balik pintu. Lalu berjalan mendekat dan ikut duduk di kasur. Tangan kanannya membawa dua kantong kain, Panji mulai membukanya, dan memunculkan sebuah boneka dari dalam sana. Tetapi Gendis dibuat tertawa karena kelakuan Panji yang menirukan ekspresi dari boneka kucing teler itu.

 Tetapi Gendis dibuat tertawa karena kelakuan Panji yang menirukan ekspresi dari boneka kucing teler itu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Mamas, ih." Panji ikut terbahak. Lalu memberikan bonekanya pada adeknya itu.
"Makasih,"

"Mirip sama adek, tuh."

"Kok?"

"Teleran." Seketika, Panji boneka kucing itu mendarat di wajah Panji. "Aw!" sebenarnya tidak sakit, Panji cuma pura-pura. "Kan sekarang adek gampang teler." Gendis cuma memberenggut kesal.

"Sama ini, titipan dari Atta." Gendis membukanya sendiri, isinya juga boneka, tapi boneka sapi, pakai syal pink polkadot. Ah! Gendis meleleh. "Jangan baper, inget yang ada di luar negri." Asem memang, mamas satu ini. Gendis jadi merona, kan.

"Makasih," Gendis memeluk keduanya. "Em, mas." Panji menoleh, lalu mengangkat kedua alisnya, seperti bertanya 'ada apa?'
"Boleh tanya, nggak?"

"Boleh," ucap Panji sambil menganggukkan kepalanya.

"Kakak yang kemarin itu siapa?" Panji terhenyak, namum kembali ke mode tenang sedetik kemudian.

"Yang kemarin ... "

-WFTW-

Kemarin.

"Panji?" atensi Panji dan Gendis teralih. Pada gadis di depan mereka, meskipun jaraknya lumayan jauh. Gendis mengalihkan fokusnya ke Panji.

"Adek, duduk dulu sini ya?" Gendis mengangguk, dia duduk pada kursi panjang yang ada di lorong. Dia dan Panji ceritanya lagi jalan-jalan. Gendis bosan, lagipula Panji tidak mau ditinggal berdua dengan seorang gadis. Nanti jadi fitnah. Tapi, bukan konsumsi juga buat Gendis. Panji memberikan ponselnya, takut Gendis bosan.

We Find The Way ✔Where stories live. Discover now