BAGIAN 40 - AKU SAYANG KALIAN (Akhir)

233 25 13
                                    

Mamah, Bapak
I LOVE YOU ❤
Aku mendedikasikan ini untuk kalian.

Tangan itu membekap mulutnya, sudah tiga hari buku itu tergeletak di kasur kamar Gendis. Mamah baru menyentuhnya hari ini. Sebuah scrapbook berwarna cokelat. Sangat cantik.

Berisi foto-foto Gendis, dari bayi, balita, anak-anak hingga remaja. "Pasti adek ngambil dari album, kan?" tanya mamah, pada udara. Fotonya digunting dan di tempel sedemikian rupa, tak lupa dihias dengan perca, manik-manik, kancing baju, gliter, biar terlihat aesthetic. Ada juga yang bersama mamasnya. Dan bersama mamah dan bapak pastinya.

Di akhir buku, sebuah tulisan tangan dari Gendis.

Terima kasih sudah melahirkan Gendis.
Gendis bahagia jadi anak kalian berdua.
Aku sayang kalian.

"Mamah juga bahagia, adek jadi anak mamah." Tak tahan lagi, pertahanan mamah runtuh juga. Gendis terasa masih ada di rumah ini. Kadang, mamah seperti mendengar suaranya. Mungkin halusinasi. Disaat seperti ini, semua penghuni rumah lebih mendekatkan diri pada Allah, untuk mengatasi segala kesedihan, bersandar hanya pada-Nya. Dia yang jadi Pelindung dan Penolong. "Mamah sayang sama Gendis."

"Udah, mah. Jangan diinget-inget terus. Biarin Gendis tenang." Mamah tak tahu, kalau Kula melihat mamahnya, sedari tadi.

"Mamah, cuma kangen." Kula mengerti, sangat mengerti. Beliau yang mengandung dan melahirkan Gendis yang satu rahim dan satu placenta dengan Kula. Merawatnya dari bayi, sampai jadi bujang begini. Orang tua mana yang tidak sedih. Bersyukur, mamah kuat. Dia tidak berlarut-larut dalam kesedihannya. Ya, tidak menampik, mamah akan menangis kalau mengingat putrinya.

"Iya, aku tahu mah," kedua netra Kula menangkap sebuah bungkusan di atas meja. Dia segera mengambil itu. Dan membaca, ternyata, mau dikirim ke Kalimantan. Tentu saja, memang untuk Nunu. "Mah, dibawah ada Azka. Turun, yuk?" mamah mengangguk, menyimpan buku itu ke dalam laci meja, sebelum turun ke bawah.

"Nak Azka," sapa mamah seraya tersenyum tipis. "Udah lama, nak?"

"Belum kok, tan. Saya turut berduka cita." Mamah tersenyum, disana memang ada bapak, dan Panji. Lanang sedang pulang ke rumah. Bapak yang menyuruh, karena dua hari Annur tak bisa istirahat dengan nyenyak. Karena dia tengah berbadan dua. Harus memikirkan bayi yang ada dikandungan. Dia juga terus menangis, saat tahu adik iparnya tiada. Annur pun sangat terpukul. Baginya, Gendis sudah seperti adik kandung, sejak pertama mengenalnya. Rasanya ada lubang di hati, ada yang tanggal dari tempatnya. Mengenal Gendis itu seperti menemukan lentera di tengah kegelapan. Dia bisa menjadi pelipur disaat gundah.

Azka mengambil penerbangan sore ketika dapat kabar dari Panji, tentang Gendis. Tapi, malah gagal karena ada urusan dadakan. Jadinya, harus ditunda. Kemarin Azka baru tiba. Dan baru hari ini, dia bisa ke kediaman Gendis.

"Assalamu'alaikum,"

"Wa'alaikumussalam."

"Tante." Nunu langsung duduk bersimpuh memeluk mamah erat, saat baru saja tiba. Mata Nunu bengkak, dia tak bisa berhenti menangis, dari Kalimantan sampai kediaman mendiang Gendis. "Tan, aku nggak percaya. Plis! Ini boong kan?"

"Nu,"

"Nggak Kula, gue nggak percaya. Kalian pasti prank gue, kan?" sekarang, Nunu jadi perhatian seluruh anggota keluarga. Kebetulan, paklek, bulek, mbah, kakek-nenek, dari mamah dan bapak. Sedang disana juga. Kula akhirnya menyeret Nunu ke kamar Gendis. Agar tak menjadi sorotan lagi.

"Lo apa-paan, Nu? Gue nggak suka, adek gue diratapin kayak gitu. Lo harus nerima kenyataan, legawa Nu, legawa!" Nunu menunduk, masih menangis tersedu, dia tak berani mengangkat kepalanya. "Gue juga berpikir, kenapa tiba-tiba? Tapi udah kehendak, harusnya lo berdoa buat Gendis. Bukan terus nangis kayak gini, boleh kok nangis, asal jangan berlebihan. Nggak baik. Biarin Gendis tenang. Gue tahu lo marah, gue tahu ini nggak adil buat lo, karena udah ditinggal. Sama Nu, kita juga ngerasa gitu. Tapi, salah kalau kita terus tenggelam dalam harapan dan angan yang kita buat sendiri." Kula menyambar bungkusan kotak berwarna cokelat yang dia simpan di meja. "Ini buat lo, Gendis belum sempet ngirim. Hadiah, yang dia bikin sendiri."

We Find The Way ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang