BAGIAN 24 - KAPAN MAU NGLAMAR?

122 23 14
                                    

Kangen keluarga satu ini.
Maapkeun ye, kalo gaje. Feelnya kurang karena abis saya telantarkan.

"Mas," Gendis menepuk pundak Lanang yang sedang fokus menonton tv, bersama yang lain. Semua atensi mereka pun, tertuju pada Gendis.

"Apa si dek?" Gendis nyengir lebar, membuat seluruh penghuni rumah heran. "Apa?" Lanang sudah tak sabar. Gendis kelamaan main-mainnya.

"Selamat!" pekik Gendis hampir berteriak.

Semua saling berpandangan. "Buat apa emang?" Panji menyahut dengan tampang malasnya. Awas saja kalau tidak penting.

"Mba Annur, nerima. Mamas udah boleh tuh, nglamar."

Satu detik.

Dua detik.

Tiga detik.

"Alhamdulillah," Panji yang pertama sadar akan keterkejutannya. Sontak mengucapkan syukur seraya berdiri. Selanjutnya menular ke yang lain.

"Serius?" Lanang berdiri mendekati Gendis. Gendis mengangguk mantap. Reflek, Lanang memeluk erat adik perempuan satu-satunya itu. "Makasih, adek."

Gendis terharu, entahlah. Seperti habis menyelamatkan bumi saja. "Iya," melihat manik Lanang begitu berbinar. Rasanya, Gendis ikut bahagia.

"Jadi, kapan mau nglamar?" seloroh Kula.

-WFTW-

Ternyata Danu bukan hanya bermaksud menjalankan ta'aruf. Dia datang melamar Annur. Benar-benar diluar dugaan. Tapi, Annur sudah membuat keputusan. Dia menolak lamaran itu. Karena hatinya sudah milik seseorang.

Jika dipaksakan, bukan cuma dia yang tersakiti, tapi juga pihak Danu. Annur tidak mau hidup dalam kungkungan keterpaksaan. Itu akan menyiksa dirinya.

"Ummi,"

"Udah lah nduk, ummi tahu perasaanmu. Ummi sama abi sudah setuju dengan keputusanmu." Ummi memeluk Annur seraya menepuk punggungnya pelan.

"Kami tidak memaksamu, suruh dia mengkhitbahmu segera." Kini abi yang berbicara.

"Abi," abi mengangguk dengan senyum menentramkannya. "Tapi, aku mencoreng nama baikㅡ"

"Nggak Nnung," panggilan kesayangan abi untuk Annur. "Kata siapa? Kamu sudah mencintai seseorang, orang itupun mencintaimu. Kami tidak bisa apa-apa. Dan setelah mendengar penjelasanmu, abi yakin dia pria dengan agama yang baik. Namun, abi juga harus bertemu dulu." Abi terkekeh sendiri dengan pernyataannya.

"Abi keinget dulu nih pasti." Goda Annur.

"Nnung, ih."

-WFTW-

"Dek! Buruan!" gedoran Kula pada pintu tak Gendis gubris. Dia masih duduk anteng di toilet duduk, di dalam kamar mandi. Kepalanya mendadak pusing sekaligus sesak napas. Gendis berusaha meraup oksigen banyak-banyak. Tapi rasanya, paru-parunya sempit. Beruntung tak terlalu lama. Keringat yang keluar begitu banyak, tidak biasanya. Setelah membenahi diri, Gendis keluar. Kula segera menyambutnya dengan omelan yang lagi-lagi tak didengar Gendis. "Lama banget, sih!"

Gendis ngeluyur, pergi ke kamarnya lagi. Membaringkan kembali tubuhnya di kasur. Padahal dia tidak melakukan pekerjaan berat, tapi kelelahan luar biasa menyerangnya.

"Gue-h-hah-hah-kenapah-hah-sih?" tanyanya pada diri sendiri.

"Adek, ayok, berangkat ke kajian." Mamah memanggil Gendis dari balik pintu. Melihat anaknya masih tiduran di kasur. Mamah menghampiri putrinya itu. "Ih kok tidur sih? Bangun, adek!"

We Find The Way ✔Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum