34) Berjuang Sekali Lagi.

Start from the beginning
                                    

Peri kecil tak bersayap itu langsung menengadahkan tangannya, memanjatkan sebaris doa sebelum makan. Setelah selesai, dengan cepat Zhira menyambar makanan yang di siapkan Yesi lalu melahapnya penuh nafsu. Bagi Zhira, tiada dongeng yang bagus kecuali masa kanaknya, tiada kisah yang menarik kecuali kisahnya bersama sang Bunda. beberapa menit kemudian semua makanan sudah habis ia makan.

"Alhamdulillah," seru Yesi terkekeh samar.

"Bi Yesi ceritakan lagi ...," Zhira masih menunggu kelanjutan ceritanya.

"Setelah itu Bunda Maira panik, dia khawatir karena tiba-tiba non Zhira menghilang. Jadi Bunda keluar buat cari Non Zhira, sendirian," kata Yesi menceritakan kejadian di mana Maira sampai jatuh sakit gara-gara seharian mencarinya sampai hujan-hujanan.

***

Beralih dengan Arman di kamarnya. Sepulang dari rumah Maira, Arman seakan kehilangan semangat hidup. Dia tidak menyangka di saat ia telah menyadari kesalahannya, menyadari perasaannya. Semua sudah terlambat, Maira telah memilih kebahagiannya sendiri. Tiba-tiba ia teringat ucapan Maira kala itu.

"Ingat kata ini! Akan kupastikan secepatnya Mas mencintaiku sebelum kesabaranku bertahan menemui batas. Jika saat itu tiba, dan Mas telat menyadari setelah aku menyerah. Mas pasti akan menyesal."

Dan sekarang. Arman benar-benar menyesalinya.

Lelaki itu bahkan tak menghiraukan panggilan Dava di ponselnya. Yang pasti Arman benar-benar malas pergi ke kantor hari ini. Sebab Maira tengah menguasai fokusnya.

Agamanya!

Satu kata yang tidak ingin enyah dari otak jeniusnya. Arman mendesah, ada rasa sakit yang menggerogoti jiwa secara perlahan. Sebanyak apapun harta yang dia punya akan tetap kalah dengan dengan hal yang berkaitan dengan kata itu. Karena sejauh apapun Agama dan keimanan seseorang tidak bisa dibeli dengan uang.

Sekarang ia benar-benar tidak berdaya. Tapi apa iya? Sudah tidak ada harapan? Tidak! Ia tidak boleh menyerah! Arman tidak ingin menyesal untuk kedua kalinya.

Sejurus kemudian Arman meraih kunci mobil melangkah cepat ke gerasi. Di halaman ia sempat di hadang perempuan.

"Mas. Mas Arman mau kemana?" Clarissa menghadang lajunya.

"Bukan urusan kamu."

"Mas aku ikut ya," rengeknya masih berusaha.

"Aku buru-buru." Arman tidak menghiraukan Clarissa.

Setelah masuk kedalam mobil ia melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh. Dan untungnya, jalanan masih senggang karena ini masih waktu jam kerja. Tapi, masih saja Clarissa mengganggunya.

Di kediaman Maira, saat ini tengah sibuk menyiapkan kue yang akan di sajikan untuk para tamu. Terutama Lira, perempuan yang sudah mengandung Maira sembilan bulan itu paling heboh sendiri. Dengan dibantu dua tetangganya Maira dan sang Bunda mempersiapkan semuanya dengan matang.

"Jeng Ria tolong tata kuenya di piring, Mbak Lani pastikan minuman manisnya pas ya." suruh Lira pada dua tetangganya. "Maira!! Aduuhh ... kenapa kamu masih di sini? Masuk kamar! Siap-siap! Dandan yang cantik."

Mereka hanya tersenyum sembari menggeleng, dua orang terdekat Lira itu sudah tahu watak tetangganya yang satu ini.

Sedang Lira sendiri saat ini memastikan ruang tamu menjadi kinclong dan nyaman. Meskipun rumahnya bisa terbilang sederhana, setidaknya kebersihan yang utama. "Alhamdulillah, semuanya sudah beres." Lira masih memastikan kekurangannya.

Kekurangan cuma satu. Yaitu belum sempat membelikan Maira baju baru, gara-gara semalam Arman datang. "Ish!!"

"Oh iya, AYAH!! AHLAN! sudah siap, belum?" teriaknya kearah kamar.

Lentera Humaira ✔Where stories live. Discover now