Arman menoleh ke arah Maira, ditatapnya perempuan yang sedang menunduk itu. Kenapa Maira berubah? Maira lebih banyak diam, tidak lagi berisik. Padahal ia teramat merindukan sosoknya yang cerewet. Meridukan bawelnya juga. "Maaf, selama bersamaku kamu selalu menderita."

"Aku sudah bilang, kan? Kalo aku sudah memaafkan Mas."

Bukan. Bukan cuma kata maaf yang Arman inginkan, sudut nuraninya menginginkan Maira kembali. "Oh iya, mengenai kontrak tiga tahun kita, masih kurang satu setengah tahun lagi. Dan kamu harus memenuhinya." jelas Arman.

"Apa?!" Saking terkejutnya Maira sampai berdiri dari duduknya. Tuh kan, Arman masih tidak berubah.

Namun menit berikutnya Arman terbahak. "Aku cuma bercanda." ucapnya kemudian.

Maira mendesah lega lalu duduk kembali. "Alhamdulillah."

"Mai,"

"Iya?"

"Sebegitu bahagianya ya, kamu lapas dariku?"

Maira diam, sejujurnya Maira juga menderita.

"Aku mau kita rujuk lagi, bagaimana?"

Sekali lagi keterkejutan sontak membuat Maira menoleh ke arah Arman. "Tidak mungkin," jawab Maira cepat.

Kali ini Arman yang membelalak, "kenapa?"

Maira kembali bungkam.

"Kamu sudah menerima Chandra? Atau … sudah ada laki-laki lain di hati kamu?"

"Tidak."

"Lalu?"

"Mai tidak sehebat Humairanya Rasulullah yang dengan begitu ikhlasnya menjadi istri kesekian," kata Maira menyampaikan yang tersirat di hatinya.

Arman menautkan alisnya tidak mengerti maksud Maira.

"Mai tidak ingin menjadi istri kedua Mas dengan menyakiti Mbak Rissa."

Oh, jadi itu maksud Maira, Arman menyadarinya sekarang. Berarti selama ini Maira menganggap dirinya sudah menikahi Clarissa?

Arman sempat tertawa samar. "Mengapa? Bukankah surga yang di janjikan Allah untuk orang yang ikhlas suaminya menikah lagi sudah pasti?"

"Mas benar, surga itu nyata Allah janjikan untuk orang yang ikhlas dan sabar. Tapi, Mai punya mimpi sendiri Mas. Mai ingin merasakan bagaimana  memiliki suami yang begitu mencintai Mai sampai dia sendiri pun tidak rela orang lain menaruh hati padanya."

Arman sempat tercekat. "Kalau aku katakan aku tidak pernah menikah dengan Clarissa, kamu harus mau kembali padaku," putus Arman. Dia selalu seperti ini, tidak bertanya terlebih dahulu mau atau tidak.

Tawa Maira meretas getir. "Tentu! Tentu saja Mai mau."

Seperti kuncup bunga yang merekah untuk pertama kali. Keindahan yang menggambarkan perasaan Arman ketika mendengar jawaban Maira.

"Tapi, sayang. Semuanya sudah terlambat. Karena saat ini ada seseorang yang lebih serius untuk menjadikan aku pelengkap imannya."

Dalam hitungan detik bunga yang tadi sempat merekah tiba-tiba layu begitu saja. Hati Arman seakan remuk tak berbentuk. "Siapa? Siapa lelaki itu?" Arman bangkit dari kursi, matanya menyorot tajam pada Maira.

"Siapapun itu, tidak ada urusannya sama Mas."

"Maira!" Arman mencoba meraih tangan Maira lagi. Namun melihat reaksi perempuan itu ketakutan, seketika Arman mundur. "Maaf."

Sekarang Arman benar-benar sadar, perempuan ini telah berhasil membuatnya lemah, tak berdaya.

"Kembali padaku Maira, aku akan penuhi apapun yang kamu mau."

Lentera Humaira ✔حيث تعيش القصص. اكتشف الآن