20. Masih Saja Sendiri [END]

39.6K 2.9K 232
                                    

bab terakhir.

***

Kesendirian membuka mataku bahwa, pada dasarnya,

kita akan selalu sendiri; lahir sendiri,berjuang menyelesaikan masalah sendiri,mati sendiri, dibangkitkan sendiri dengan amalan masing-masing.

***

Pada suatu malam, kau melangkah sendiri, melawan dunia.

Sungguh, dunia ini begitu kejam. Ke mana pun kau memandang, kau melihat pasangan-pasangan beserta gestur romantis mereka. Genggaman tangan di mana-mana, pelukan yang tampak biasa, ciuman tersembunyi di sudut keramaian. Berat melihat ini semua. Kau juga ingin mencintai dan dicintai, tetapi kesendirian masih jadi pasangan setiamu.

Lelah dengan pemandangan ini, kau tundukkan kepalamu. Bermain bersama ponselmu. Menelusuri media sosial. Lidah berdecak kesal. Keningmu mengerut. Batinmu, "Ngapain, sih, harus share kemesraan di media sosial?" Tak ada pilihan, kau mematikan ponselmu.

Tetapi, kau tak mau lagi melihat pemandangan beracun ini. Jadi, kau menutup matamu, mengembuskan napas panjang, lalu...

seperti ada pelukan hangat, mengitari tubuhmu.

Kau membuka matamu. Ah, hanya embusan angin di musim panas.

Kesendirian ini memang berat.

Tetapi, aku juga pernah di sana: Dalam kesendirian yang panjang. Dan, aku ingin kau tahu: Kesendirian ini tak selamanya buruk. Jika aku tak pernah mengalami kesendirian yang panjang, jika aku tak pernah sedih melihat teman-temanku dengan teman baru atau pasangan mereka, jika kesepian tak pernah jadi sahabat baikku, mungkin, aku tak akan pernah bisa menulis buku ini.

Kesendirian membuatku merenung lebih dalam, lebih jauh. Kesendirian membantuku mengenal diriku. Kesendirian menyadarkanku bahwa segala sesuatu di dunia ini memiliki kelebihan dan kekurangan, termasuk kesendirian dan kebersamaaan. Kesendirian menolongku dalam menemukan diriku sendiri. Kesendirian membangunkanku agar tak lagi bergantung kepada manusia karena manusia tak pernah bertahan lama. Kesendirian membuka mataku bahwa, pada dasarnya, kita akan selalu sendiri; lahir sendiri, berjuang menyelesaikan masalah sendiri, mati sendiri, dibangkitkan sendiri dengan amalan masing-masing.

Lalu, aku membayangkan... jika aku sibuk mencari cinta demi kepuasan hati, bergonta-ganti pasangan, mengeluh saat tak ada yang mencintai dan dicintai, mungkin, aku tak akan mendapatkan pelajaran berharga ini, yang kutuangkan dalam buku ini.

Ya, buku ini ditulis dari seseorang yang pernah sendiri begitu lama dan belajar dari kesendirian itu.

Dan, inilah yang kudapatkan: Seluruh buku ini.

Masyaallah, tabarakallah.

Bertemanlah dengan kesendirianmu. Belajarlah darinya. Sungguh, ia tak buruk-buruk amat.

Dan, kamu, terima kasih telah menemaniku menuliskan buku ini.

Sampai jumpa di buku berikutnya.[]

TAMAT

***

teman-teman, perjalanan kita sampai di sini dulu, ya.

terima kasih atas dukungannya. terima kasih telah bersamaku sejauh ini.

puluhan bab aku tulis untukmu, sekarang aku ingin kamu menulis untukku.

apa kesanmu membaca buku ini?

apa bab yang paling mengena buatmu? mengapa?

coba, tag satu temanmu di sini, dan beri alasan mengapa dia harus membacanya.

jika kamu ingin buku ini mewujud nyata, menyimpannya selamanya,
kamu hanya perlu ke Gramedia atau toko buku online terdekat,
buku ini sudah ada di sana.
judul yang sama, cover yang sama,
bab yang lebih banyak.

btw, biasanya, di rak self-improvement.

well, sekali lagi, terima kasih, terima kasih banyak.

kita ketemu lagi di buku kedua, ya?

di buku kedua, tak ada lagi kita cinta. kita akan membahas masa depanmu dan kegelisahanmu.

cek: setelah sukses, dia.

- alvi syahrin

Jika Kita Tak Pernah Jatuh CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang