10. ciuman pertama

40K 3.6K 243
                                    

catatan penulis: jangan biarkan cinta mengecohmu. meski besar perasaanmu. jangan. itu pesan yang ingin kusampaikan di sini. selamat membaca! jangan lupa komen dan vote, ya! hehe.

***

Tangan kanannya mengemudi setir; tangan kirinya menggenggam jemarimu.

Malam menjelang, jalanan lengang. Di dalam mobil itu, hanya ada kau dan dia, menyusuri lampu-lampu jalanan yang temaram, pohon-pohon kesepian, dan pengemudi-pengemudi yang merindukan rumah. Radio menyala, volume rendah. Jendela dibuka, angin sepoi. Tak ada yang bicara, tetapi cinta bertebaran di dalam mobil ini.

Di depan sana, ada perempatan. Di perempatan itu, lampu hijaunya menyala. Tetapi, dia tidak mengejar lampu hijau itu. Dia menyetir begitu santai, begitu pelan. Meskipun kau menikmati perjalanan tanpa rencana dan tanpa arah ini, kau sungguh heran. Terobos aja, sih, lampu hijaunya, pikirmu. Jadi, kau menoleh ke arahnya, siap bertanya, tetapi, tanpa butuh sedetik berselang, dia sudah menangkap tatapanmu.

Dia tidak bilang apa-apa. Dia hanya menyimpulkan sebuah senyum yang menghasilkan lesung pipi favoritmu. Alisnya kanannya sedikit menukik, seolah bertanya, "Kenapa?"

"Itu... mumpung masih hijau," jawabmu, sedikit gemetaran, tak berani balas menatap. Oke, ini aneh. Kau sudah mengenalnya beberapa bulan terakhir. Dia adalah orang yang paling dekat denganmu beberapa bulan terakhir ini. Tetapi, di momen seperti ini, mengapa rasanya seperti baru bertemu?

Lagi-lagi, dia tidak bilang apa-apa. Dia hanya mengeratkan genggamannya di jemarimu, sedikit lebih kuat, seperti dipeluk, hangat. "Aku sayang banget sama kamu," bisiknya, kemudian lampu merah menyala, mobil berhenti, dan seakan-akan seluruh waktu ikut berhenti.

Cahaya merah menerobos kaca mobil. Badanmu menggigil, bersandar di jok mobil. Kau ingin menatapnya, tetapi kau hanya berani melihat refleksinya dari kaca jendela. Dan, di balik jendela, tak ada seorang pun. Tak ada mobil. Tak ada motor. Waktu menunjukkan tepat pukul dua belas malam. Pada kaca jendela, dia ada di sana, menantimu untuk menatapnya.

Jadi, kau berbalik menatapnya.

Dan, wajahnya sudah ada tepat di depan wajahmu. Matanya mengunci matamu. Tak ada siapa pun selain dirimu dan dirinya. Ini malam yang sempurna.

"Aku sayang banget sama kamu," ucapnya, sekali lagi, dan rasa-rasanya kau ingin meleleh. Dia duduk lebih merapat, nyaris tak berjarak. Kini, dia memandang bibirmu. Dan, kau teramat mencintainya seakan kau tak punya pilihan lagi dalam momen seperti ini. Lalu, dia memperbaiki anak-anak rambutmu di dahi, mengelus kepalamu, menyisir rambutmu dengan jemarinya. Telapak tangannya berhenti di bawah telingamu. Berhenti di sana, lalu wajahnya lebih mendekat, perlahan membawamu lebih dekat. Antara bibir dan bibir. Semakin rapat, intim, dan...

Aku tak kenal dirimu, tetapi seharusnya kau pulang.

Dan, jika di depan mobil ini ada sebuah lorong waktu, aku ingin kau masuk ke dalamnya.

Berlayar menuju masa depan. Masa depanmu, beberapa tahun mendatang. Agar kau melihat: Beberapa tahun mendatang, dia, yang hendak merebut ciuman pertamamu, hanya akan jadi kenangan pahit dalam hidupmu. Beberapa tahun mendatang, ada seseorang yang benar-benar mencintaimu dengan benar. Seseorang ini tak pernah menyentuhmu atas nama cinta. Seseorang ini tak main-main. Dia datang ke rumah orangtuamu, berkenalan dengan mereka, bertanya sedikit tentang dirimu, berdiskusi dengan ayahmu.

Tetapi, kau tak pernah mencintai seseorang ini. Hatimu masih tertambat pada dia.

Namun, seseorang ini tak pernah menyerah. Dia berkunjung ke rumahmu, seakan dia tak peduli dirimu. Seakan dia datang hanya untuk ayah dan ibumu, berbincang apa saja: Mulai masalah agama, berita terbaru hari ini, dan hal-hal remeh, seperti sudah jadi teman karib.

Lalu, pada suatu malam di masa depan, di ruang tamu rumahmu, ada percakapan serius. Antara dia dan ayahmu. Karena kau penasaran, kau berdiri di balik tembok ruang tamu, berusaha menangkap apa saja yang diberikan.

"Saya...," ucap seseorang ini, kau mendekatkan telingamu ke ruang tamu. "... pengin serius sama anak Om, kalau Om kasih izin," lanjutnya, lebih pelan.

Ada jeda lama kala itu. Uap kopi menguar. Helaan napas panjang seseorang ini. Deheman ayahmu. "Masalahnya, apa anak Om mau sama kamu?" jawab ayahmu.

Jeda lagi. Jantungmu berdegup kencang. Aku nggak mau, batinmu.

"Om nggak bisa maksa anak Om sendiri. Tetapi, Om penasaran. Ke depannya, mau dibawa hidup kamu ini?"

Seumur hidupmu, kau tak pernah mendengar ayah bertanya sedalam ini.

Mau dibawa hidupmu selama ini?

Kau bahkan tak tahu jawabanmu.

Tetapi, seseorang ini tidak. Dia berdehem, dan kau seolah merasakan ada senyum yang terbit di wajahnya. "Hidup saya, Om...," dan, dia mulai bercerita: Cita-cita terbesarnya, mimpi-mimpi yang telah tercapai dan yang ingin dicapai dan bagaimana dia akan menggapainya, sudah sejauh mana dia berusaha, seberapa dekat dia dengan mimpinya, cadangan-cadangan mimpi bila mimpi yang lain tak berhasil, prinsip dasar hidupnya, dan tujuan akhir hidupnya.

Dia menjawab itu semua seakan dia telah belajar banyak dalam hidup. Dan, itu luar biasa.

Sebab kau bisa menanyakan hal yang sama pada orang lain, dan mereka hanya bisa terkekeh dan berkata, "Jalani aja dulu, kita lihat nanti."

Tetapi, seseorang ini tidak begitu. Dia mempersiapkan hal dengan matang. Dia tidak memberi janji-janji palsu. Dia memberikan gambaran realita dan bagaimana ia telah mengusahakannya, tak sebatas, "Aku akan, aku akan."

Hari itu, kau tidak mencintainya. Tetapi, hari itu, kau tahu sosok seperti inilah yang kau butuhkan dalam hidupmu.

Sayangnya, hari ini, kau sedang bersama seseorang lain di mobil ini. Begitu dekat. Antara bibir dan bibir. Hanya butuh sedetik. Apakah kau sungguh-sungguh ingin menyerahkan ciuman pertamamu untuk seseorang seperti ini? Seseorang yang bahkan terlalu takut bertemu orangtuamu, seseorang yang bahkan tak tahu cita-citanya selain jawaban dangkal seperti menjadi jutawan muda, seseorang yang membenarkan hawa nafsunya melalui balutan cinta, seseorang yang banyak kurangnya tetapi kau tutup-tutupi, seseorang yang tak pernah bisa memberikan kejelasan hubungan ini selain ucapan, "Iya, nanti, Sayang. Nggak bisa sekarang."

Sementara itu, di masa depan, akan ada seseorang yang mencintaimu dengan benar. Seseorang yang mendatangi rumahmu dan berbincang dengan orangtuamu. Seseorang yang tahu apa yang akan dan sedang dilakukannya dalam hidup ini. Seseorang yang tak pernah menyentuhmu atas dasar nama cinta.

Apakah kau benar-benar akan menyerahkan ciuman pertamamu ini?

Tetapi, aku bisa apa, selain menuliskan ini. Aku tak tahu apa yang terjadi selanjutnya di mobil itu. Namun, aku berharap kau mendorong tubuhnya, turun dari mobil, pergi menjauh, dan berkata, "My love, you can't fool me in the name of love."[]

***

catatan penulis:

halo, teman-teman! alhamdulillah. terima kasih atas bantuan kalian selama ini. komentar kalian. vote kalian. dukungan kalian. kutipan yang kalian share di medsos kalian. terima kasih. BUKU INI AKAN TERBIT!

insyaallah, buku ini akan melegenda, singgah di toko buku, lalu menetap di rak bukumu. saat ini, sedang proses cetak. bakal ada PO, insyaallah. stay tuned selalu, ya, di medsos aku: alvisyhrn.

 stay tuned selalu, ya, di medsos aku: alvisyhrn

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

p.s. sesuai janji, aku bakal post di sini sampai bab 20, insyaallah. di buku, ada 45 bab. :) 

Jika Kita Tak Pernah Jatuh CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang