3. Tapi, Aku Nggak Mau Pacaran...

92.9K 7.3K 1.2K
                                    

mencintainya terasa seperti berdiri di penghujung tebing

dengan mata tertutup.

Dan, kau tak tahu ke mana harus melangkah:

Maju atau mundur?

Lepaskan atau bertahan?

***

ATURAN MEMBACA

1. Siapkan hati dan sekotak tisu.

2. Komen bagian-bagian yang bikin kamu jleb. Komentar dari kalian adalah dukungan nyata agar buku ini tetap bisa lanjut.

3. Screenshot dan share di Instagram Stories atau media sosial favoritmu! Tag aku di @alvisyhrn

***

So, you are rare.

Aku tak tahu sudah sejauh mana hubungan antara dirimu dan dirinya berlangsung. Apakah ini sebatas pendekatan-saling-lempar-kode, teman-rasa-pacar, atau bahkan sudah berpacaran. Aku sama sekali tak tahu.

Satu yang kutahu: Kau sudah mencintainya, teramat mencintainya.

Ini adalah jenis cinta yang membuatmu berangan-angan panjang, melambung dan berharap, merasa nyaman, tak ingin pergi maupun lepas.

Sayangnya, kau tak bisa seperti ini lagi. Kau tak boleh dalam hubungan ini.

Agamamu melarangnya, sesederhana itu.

Orang-orang akan berkata kau konyol. Toh, nggak ngapa-ngapain juga, sambung mereka. Namun, diam-diam, di tengah gelapnya malam, saat kau sendirian sebelum tidur, ada yang mengganjal di hatimu, semacam rasa bersalah yang tak tertahankan, menyembul seperti liukan asap, lama-lama menyebar, melingkupi seluruh hatimu, menjadikan dadamu sempit, dan hubungan ini tak lagi terasa sama.

Tetapi, ini tidak semudah itu. Rasanya seperti berdiri di penghujung tebing dengan mata tertutup. Hanya ada satu langkah yang tersisa. Dan, kau tak tahu mana keputusan yang lebih tepat. Salah langkah akan membawamu ke dalam jurang yang dalam.

Ingin melepaskannya...,

tetapi masih cinta,

terlalu khawatir dia berakhir bersama yang lain.

Ingin bertahan...,

tetapi tak ingin terus-terusan merasa bersalah seperti ini.

Ingin menikah...,

tetapi masih terlalu muda;

orangtuamu tak akan mengizinkan;

dia bahkan belum siap secara mental.

Sejak awal, kau sudah tahu ini; masalah tentang hubunganmu dan dia. Dalam agamamu, berbagai hubungan percintaan di luar pernikahan, atau segala sesuatu yang mendekatinya, adalah terlarang. Dan, aturan ini tidaklah diputuskan oleh seorang ahli agama, melainkan telah termaktub dalam Wahyu Tuhan yang disampaikan oleh Nabi Terakhir. Begitu jelas, begitu terang.

Tetapi, dulu, kau melihat teman-temanmu berpacaran, dan mereka baik-baik saja. Lagi pula, kau tak akan melanggar batas dengannya. Kau tak akan melakukan apa-apa.

Kita nggak ngapa-ngapain, kok, batinmu, berdusta pada dirimu sendiri, karena, jelas ada apa-apa di antara kalian: Gombalan pagi hari yang disengaja, rindu yang diungkapkan di tengah malam, curhat hingga larut malam. Lalu, berlanjut pada pertemuan rahasia di sebuah tempat, tatapan mata yang intens, percakapan penuh cinta, sentuhan sederhana, genggaman erat tanpa seorang pun tahu.

Semua ini terlihat indah di luar. Tetapi, di dalam, ada yang mengganjal.

Agamaku melarangnya, ingatmu lagi.

Dan, kau bukan seseorang yang religius. Namun, jujur saja, kau lelah merasa bersalah terus-menerus. Hubungan ini pun tak pernah menemukan kepastian, seolah hubungan ini hanyalah kamuflasemu agar bahagia, kamuflasenya agar memiliki someone.

Kau di ambang dilema.

Sungguh, kau ingin melepaskannya.

Tetapi, ini terlalu berat.

Dan, aku ingin bilang satu hal: Kau langka.

Karena orang-orang di sekitar kita mengharapkan cinta dari orang-orang yang tidak kekal.

Namun, kau mengharapkan cinta dari Tuhan yang Maha Kekal.

Orang-orang di sekitar kita menjadikan cinta sebagai tolak ukur kebahagiaan, tetapi kau mencoba melihat dari perspektif berbeda, dari sisi agama, yang selalu orang cemooh.

That is rare, empowering, and beautiful.

Padahal, ketika kita menua, ketika kita terhimpit, ketika kita di ambang kematian, kita akan selalu mempertimbangkan agama sebagai jalan kembali.

Dan, hanya karena kau memilih melepaskannya karena agama, bukan berarti kau mendadak berpemikiran sempit.

Malah, kau berpikiran sangat terbuka. Karena kau menerima perspektif lain, yang tidak berasal dari kehendakmu semata. Kau mencoba objektif. Dan, kau melepaskannya saat kau masih cinta.

Tiba-tiba saja, aku teringat sebuah... well, aku tak tahu apakah ini layak disebut sebuah kalimat; karena ini jelas lebih dari sekadar sebuah kalimat. Ini adalah potongan ayat, dari kitab agamamu, begitu dalam, indah, menenangkan, dan cocok untuk posisimu saat ini.

Ini dia:

"But as for he who feared the position of his Lord and prevented the soul from [unlawful] inclination. Then indeed, Paradise will be [his] refuge." [79:40-41]

"Dan, adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari (keinginan) hawa nafsunya. Maka, sungguh, surgalah tempat tinggal(nya)." [79:40-41]

Selamat. Tetaplah langka.[]

***

catatan penulis:

jadi, bagaimana rasanya setelah membaca bab ini?

seperti yang kalian ketahui, buku ini sedang dalam proses penerbitan. dan, aku ingin kalian tahu di mana prosesnya sekarang. saat ini sedang berada di tahap editing dan revisi. jadi, editor memberi catatan apa saja yang harus kurevisi, dan aku harus... ya, revisi. hehe. kapan terbit? kita berusaha secepat mungkin, tetapi kita juga ingin menjaga kualitas, so we're not going to rush into things. tetapi, semoga secepatnya. mudah-mudahan sebelum di wattpad selesai, bukunya sudah terbit. tetapi, kalau buku sudah terbit, yang di wattpad tetap bakal lanjut sampai dijanjikan, kok. duapuluh sampai duapuluhlima bab, insyaallah.

btw, penasaran, deh. dalam bayanganmu, kavernya bakal kayak gimana?

terima kasih telah membaca, komentar, dan vote. ini berarti sekali untuk buku ini. share juga ke temanmu! :)

see you later

Jika Kita Tak Pernah Jatuh CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang