19. Jika Dia Bukan Jodohmu...

43.7K 3.5K 1K
                                    

buku ini sudah cetakan keempat. baru dua bulan terbit.
masyaallah. terima kasih, teman-teman.

***

Hal yang terburuk dari kisah cinta ini: Terlalu menyakitkan, penuh ketidakjelasan, luka yang menganga, tetapi kau masih saja berharap dia menjadi jodohmu.

Namun, di satu sisi, kau juga tahu teorinya: Dia belum tentu jodohmu. Sayangnya, cinta ini telah menyebar seperti virus, melumpuhkan dan membutakan segalanya. Sehingga yang tersisa hanyalah harapan hatimu, "Aku ingin dia jadi jodohku. Hanya dia. Hanya dia. Hanya dia."

Kau bahkan tersiksa dengan harapan hatimu sendiri.

Maka, sekarang, hirup napasmu dalam-dalam, tegapkan punggungmu, dan duduklah. Di bawah paragraf ini, aku akan mengajukan beberapa pertanyaan untukmu. Ini pertanyaan tentang dia, jodoh, dan cinta, dan aku ingin kau menjawabnya dengan jujur. Anggaplah tulisan ini dan ponsel yang kau genggam adalah dua teman yang sedang menemanimu, siap mendengar jawabanmu, tanpa penghakiman. Maka, jawablah sejujur-jujurnya; tak akan ada yang menghakimimu. Jawablah sejujurnya; ini tak akan membahayankanmu. Jawablah sejujurnya; karena kejujuran adalah salah satu kunci ketenangan.

Mari kita mulai.

Pertama, jika dia bukan jodohmu, akankah kau baik-baik saja?

Oh, kau tidak akan baik-baik saja bila dia bukan jodohmu? Baik, aku dapat memahaminya. Berat melepasnya, aku tahu. Namun, akankah kau berdiam diri dan berhenti mencari kebahagiaan?

Akankah kau habiskan waktumu, bertahun-tahun, bersedih menantinya, yang belum tentu jadi jodohmu?

Aku yakin, dulu, kau pernah berkata kepada diirmu sendiri, "Aku pasti bakal lebih baik kalau menikah sama dia." Maka, akankah kau menyerah menjadi seseorang baik hanya karena dia bukan jodohmu?

Apakah kau adalah seseorang yang menyerahkan seluruh hidupnya, hanya untuk jodoh yang tidaklah kekal?

Di pertanyaan terakhir itu, aku yakin: Kau akan merasa teramat hina bila menjawab, "Iya, aku menyerahkan seluruh hidupku untuk jodohku."

Meski pada kenyataannya kau sangat memikirkan soal jodoh, tetapi, di saat yang sama, hari ini, detik ini, kau mulai menyadari: Mengapa aku jadi sehina ini? Serendah ini? Mengapa aku malah kayak menginjak-injak harga diriku? Mengapa aku harus menggantungkan hidupku pada manusia lain?

Dan, aku ingin melanjutkan: Ya, kau benar, mengapa kau harus menggantungkan hidupmu pada manusia lain?

Kali ini, mari berpikir sedikit lebih positif, anggaplah kalian berjodoh, lalu, apa setelahnya? Bukankah tujuan hidup ini lebih dari sekadar mencintainya, menikahinya, hidup bersamanya selama-lamanya? Lantas, apa yang terjadi bila ajal menjemput? Jika jodoh adalah prioritas hidupmu, apa yang terjadi bila ajal menjemput? Bukankah kehidupanmu masih berlanjut? Dan, bukankah hidup tidaklah sesederhana, "Oh, dia sudah pergi. Aku harus mencari jodoh baru lagi."? Lalu, mengapa, hari ini, kau begitu gila terhadap hal ini seakan kau tak bisa hidup bila tanpanya?

Aku berharap, di baris ini, kau bisa bernapas sedikit lebih lega, jantungmu berdetak lebih pelan, dan kau berucap pada dirimu sendiri, "Aku harus cari makna hidup yang sesungguhnya."

Ya, temukanlah makna kehidupan yang sesungguhnya, dan kau akan bahagia, sebetul-betulnya bahagia.

Dan, jika kau bertanya kepadaku, "Apa makna kehidupan yang sesungguhnya?"

Itu mengingatkanku pada kejadian enam tahun yang lalu. Momen ketika aku mulai menyadari: Segala sesuatu akan kembali kepada muaranya, sumbernya, pencetusnya, seperti air hujan yang selalu kembali ke laut, seperti pepohonan yang selalu kembali pada akarnya, seperti... kita, manusia-manusia ini, yang akan kembali kepada Sang Pencipta.

Dan, untuk kali pertama dalam hidupmu, tulisan tentang jodoh tak lagi romantis, seperti yang kau harapkan.

***

jadi, apa yang kau rasakan setelah membaca bab ini? :)

btw, aku punya kabar baik:

aku sedang menulis buku baru.

di buku baru ini, tak ada lagi cinta.
kita akan bicara tentang insecurity dan masa depan.

kamu bisa buka profil wattpad-ku,
temukan Setelah Sukses, Dia...

di sana, perjalanan menuju buku baru akan dimulai.

sampai jumpa!

-alvi syahrin-


Jika Kita Tak Pernah Jatuh CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang