11. Cinta Beda Agama: Mungkinkah?

63.8K 4.7K 572
                                    

catatan penulis: mudah-mudahan membantumu yang terperangkap di dalamnya. :)

***

Sejak awal, kau tahu, ini tak akan berhasil.

Kau Muslim. Dia bukan.

Jumat adalah harimu. Minggu adalah harinya.

Simbol agamamu melekat pada helaian kain yang menutupi rambut, leher, hingga dadamu. Dia menyembunyikan seutas kalung di balik kausnya.

Kau mengangkat kedua tanganmu kala berdoa. Dia mengatupkan seluruh jemarinya.

Kalian berbeda, tapi jatuh cinta.

Sayangnya, agamamu melarang dengan nyata. Keluarga pasti akan menentang ini. Suara di lubuk hatimu berbisik, "Jangan, jangan, jangan."

Namun, cinta ini begitu kuat.

Dan, dia amat baik padamu, lebih baik dari pasangan-pasanganmu sebelumnya; yang seiman denganmu. Dia selalu mengingatkanmu untuk beribadah. Dia mendukungmu dan agama yang kau anut. Dia tak pernah berlaku kasar. Bagaimana mungkin kau melepasnya? Dengan siapa kau bisa merajut kisah cinta yang indah jika bukan dengannya, yang begitu menghargai perbedaan?

Penuh harap, kau ingin duduk di sampingnya, untuk selamanya. Di sebuah mobil pernikahan. Dia duduk di balik kemudi. Dan, aku duduk di jok belakang, memperhatikan segalanya.

Tangan kananannya yang mengendalikan kemudi; tangan kirinya yang melindungi jemari mungilmu. Matanya yang fokus memandang jalanan penuh hambatan; matanya yang tak pernah lupa melirik spion, memperhatikan kekalutan di wajahmu.

Aku tak tahu ke mana kalian akan pergi bersama mobil pernikahan ini. Satu yang kutahu: Kalian pergi jauh, sangat jauh, jauh dari keramaian, dari kota besar, dari pandangan masyarakat, dari agama yang mengotak-ngotakkan kalian. Kalian pergi jauh, menuju masa depan, menuju kebahagiaan.

Di awal perjalanan, aku mendengar lelucon dari suaranya, tawamu yang membahana, kalimat I love you yang bertebaran di udara. Segalanya begitu indah di mobil pernikahan ini, tetapi aku telah mengendarai mobil-mobil pernikahan yang berbeda, duduk di jok belakang, memperhatikan segalanya, termasuk sepasang bom waktu yang telah kalian genggam, tanpa kalian sadari.

Di pertengahan perjalanan, aku mendengar kalian berbincang lebih intens. Kau membagikan ceritamu. Dia membagikan ceritanya. Sesekali kau menyelipkan kisah tentang agamamu, diam-diam berharap dia mau mempercayainya. Dari jok belakang, aku melihat spion itu; kedua matanya. Aku bisa melihat betapa keras dia berusaha mempertahankan perubahan di matanya. Seperti penolakan, tapi sudah terlalu cinta. Lalu, sesekali dia akan menyelipkan kisah tentang agamanya, diam-diam berharap kau mau mempercayainya. Dari jok belakang, aku melihat spion itu lagi; kedua matamu. Dan, aku bisa melihat betapa keras kau berusaha mempertahankan perubahan di matamu. Seperti penolakan, tapi sudah terlalu cinta.

Mobil pernikahan ini terus berjalan, dan kalian melakukan sebuah persetujuan: Kau dengan agamamu. Dia dengan agamanya. Tak boleh lagi ada perbincangan perihal agama di mobil pernikahan ini. Biarkan cinta ini tetap sama. Tetaplah fokus melaju di dalam mobil pernikahan ini. Namun, dari jok belakang, aku melihat spion; matamu dan matanya. Kedua mata itu menyimpan suara hati yang sama, "Nanti, nanti ada waktunya, mudah-mudahan dia mau menerima."

Dan, keindahan di awal cerita kembali lagi saat kalian berusaha memahami satu sama lain dan melupakan perbedaan yang ada di antara kalian. Namun, baru sebentar keindahan menghampiri, tibalah kita bertiga di sebuah persimpangan.

Kau memilih belokan kanan. Dia bersikeras memilih belokan kiri.

Tetapi, tidak, tidak bisa, kau harus memilih belokan kanan. Sesuatu tentang belokan kiri melanggar batasan agamamu. Dan, memang, tak boleh lagi ada perbincangan tentang agama di dalam pernikahan ini. Sayangnya, kau telah hidup bersama agamamu selama puluhan tahun, sedangkan kau hidup dengannya hanya beberapa tahun terakhir. Bagaimana mungkin sesuatu yang telah bersamamu selama puluhan tahun tergantikan, terlupakan begitu mudah oleh sesuatu yang baru bersamamu selama beberapa tahun terakhir? Hatimu tak bisa menyangkal: Ajaran agama masih mendarah daging di kalbumu, meski begitu banyak aturan yang telah kau langgar, meski begitu sering kau lupa.

Jika Kita Tak Pernah Jatuh CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang