I5

4K 238 43
                                    


Sore menuju malam, di pinggir pantai.

Itu selalu menjadi awal kalimat pada puisi ku ketika pelajaran bahasa Indonesia di sekolah dulu.

Aku tidak tau alasannya, hanya merasa itu puitis. Terserah mau bilang apa, itu tetap menjadi kalimat awal puisiku.

Sore menuju malam, di pinggir pantai.

Itu bukan hanya kalimat awal puisiku, tapi sekarang memang begitu situasinya.

Zelin duduk di sebelahku dan bahu kiriku terasa sedikit pegal. Kalian pasti tau kenapa. Karna seorang wanita di sampingku mungkin saja kepala nya merasa tak kuat lagi tegak lurus.

Aku menggeser sedikit tubuhku dan membawa tubuh kami berbaring di tikar yang kami sewa pada seorang pedagang disekitar bibir pantai.

"Nggak romantis banget sih, aku kan lagi pengen nyender. " Ucap gadisku cemberut.

"Kelamaan, bahuku jadi sakit."

Setelahnya kami sama-sama diam dan diam-diam aku tersenyum.

Setelah dari kafe tadi, Zelin tidak melepaskan kaitan tangan kami.

Ya. Aku baru saja melamarnya.

"Kenapa kamu melamar ku? "

Seketika aku menoleh mendengar perkataan Zelin.

"Karna aku ingin kita menikah. "

Zelin tertawa begitu mendengar jawabanku yang tak beralasan.

"Aku tau, tapi kenapa? "

"Karna tidak ada yang lebih membahagiakan dari itu. "

Zelin tersenyum. Kami pun kembali diam.

Ya. Tidak ada yang lebih membahagiakan ketika hidup bersama orang yang kamu cintai.

Awalnya aku pikir ini semua hanya perasaan sesaat, hanya sebuah perasaan yang datang lalu hilang. Ternyata lebih dari itu. Semakin banyak waktu yang diberi dan hari-hari yang terlewati, perasaan itu semakin kuat.

Aku tidak tau apakah aku baik untuknya, apa memang aku yang terbaik. Tapi hal pasti yang akan aku lakukan adalah aku akan membuatnya bahagia ketika bersamaku. Akan aku pastikan senyuman tidak akan pernah luntur dari bibirnya, air mata tak akan berani keluar dari pelupuk nya.

"Kamu yakin akan menikahiku? "

"Kamu tidak yakin menikah denganku? "

"Jangan jawab pertanyaanku dengan pertanyaan lagi, Ed. "

Zelin menoleh ketika mendengarku menghela napas.

Sore sudah berlalu, sama seperti hari-hari sulit ku. Tapi bagaimanapun juga itu akan datang lagi. Dan sekarang ini bintang-bintang lah yang menggantikannya.

Pertanyaan Zelin membuatku berpikir agak keras. Karna memang benar adanya, pertanyaannya itu memang mengundang sebuah pertanyaan lain.

Jika dia bertanya apakah aku yakin atau tidak, memang sepatutnya aku bertanya hal yang sama. Karna jika dia menjawab tidak yakin, maka kupastikan jawabanku sama denganya. Buat apa yakin dengan orang yang tidak yakin denganmu.

Menentukan sebuah kisah berakhir sedih atau bahagia adalah dengan bagaimana karakter satu sama lainnya, bukan hanya satu karakter yang berperan.

"Bagaimana bisa kamu bertanya tentang apakah aku yakin atau tidak?"

Ku lihat Zelin sedikit cemberut karna aku tidak kunjung menjawab pertanyaannya, tapi malah menambah pertanyaan baru lagi.

"Kamu tersinggung dengan pertanyaanku? "

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Feb 23, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

WishesWhere stories live. Discover now