W4

2.6K 255 32
                                    

Warning!!

REA POV

Marcus Aurelis pernah berkata kalau; segala sesuatu yang kita dengar adalah opini, bukan fakta dan semua yang kita lihat adalah perspektif, bukan kebenaran.

Sesuatu yang kita dengar dan kita lihat.

Aku setuju!
Lalu bagaimana dengan sesuatu yang kita rasakan?
Apakah itu juga berarti opini dan perspektif?
Berarti bukan fakta dan bukan kebenaran juga?

Meskipun begitu bisa aku katakan dengan pasti kalau perasaan yang aku rasakan saat ini adalah fakta. Namun ini tidak benar, aku tidak dibenarkan memiliki perasaan seperti ini, dan perasaan ini sungguh ada dan nyata.

Bukan mimpi.

Meski saat ini aku sedang bermimpi.

Aku mulai tersadar ketika aku merasakan jari lentik menyentuhku, tepatnya pada luka di wajahku. Aku tidak sedang Amnesia, jadi aku tidak akan bertanya-tanya ataupun berpura-pura siapa yang telah menggangguku dari mimpi absurdku ini.

Mataku mengerjap-ngerjap. Tersenyum mendapati Zelin tengah asik dengan tangannya di wajahku.

"Siapa yang melakukan ini? " tanya dia, matanya masih fokus pada plester yang menempel di pelipisku.

"Ester. Dia menghajarku karna bertingkah seperti seorang brengsek."

Aku mengernyit melihat Zelin tersenyum lebar.

"Ucapkan terima kasihku pada Ester karna telah melakukannya. " ucapnya membuatku memutarkan bola mataku, jengkel.

Oke! Aku ikuti permainan ini.

"Aku tidak melihat Elsa, Ana dan Olaf di sini. " ucapku pura-pura memperhatikan kasurnya.

Zelin membulatkan matanya, mengerti maksudku. Dia kesal.

"1 sama. " ucapku tersenyum.

Zelin terlihat tidak terima. Dia menekan lukaku dengan keras.

"Aww !" ringisku.

"2 : 1 !!" katanya penuh kemenangan.

"Curang. Kamu memakai kekerasan. "

"Tidak ada aturannya. "

Wanita ini benar-benar.

Mataku menangkap jam di nakas menunjukku pukul enam pagi. Kegiatan tadi malam sangat menggairahkan membuatku tersenyum mengingatnya.

"Kenapa kamu senyum? " tanya Zelin, aku menggeleng, lalu memeluknya.

Zelin menjalankan bibirnya yang tepat berada di lekukan leherku, membuatku tak tenang.

"Aku ingin kita melakukannya lagi. " bisiknya sensual di telingaku, kemudian sedikit menggigitnya.

Aku menyadari kita sama-sama telanjang dalam selimut putih milik Zelin ini dan itu cukup membuatku merasa panas. Telanjang bersama wanita cantik dipelukanmu dan dia membisikkan sesuatu yang membangkitkan sisi liarmu. That's sound so hot! Right?

Aku merangkak ke atas tubuhnya. Cukup lama kami bertatapan intens hingga Zelin menarik leher belakangku untuk menciumnya.

"Ah! " erang Zelin di bibirku.

Tanpa aba-aba aku membalikkan tubuh Zelin sehingga dia membelakangiku. Dia sedikit agak terkejut, tapi aku segera mencium tengkuknya.

"Aku ingin melakukannya dari belakang." bisikku di telinganya.

Zelin hanya mampu mengangguk. Telunjukku sudah meluncur di antara selangkangnya.

"Menungginglah, sayang." perintahku.

WishesWhere stories live. Discover now