S4

2.1K 233 27
                                    

Pintu rumah minimalis berwarna abu-abu tua itu terlihat tertutup rapat. Aku melihat lagi kertas di tanganku. Tidak salah lagi, ini alamat yang tepat.

Aku mengetuk papan persegi panjang yang ada di depan ku. Tiga kali ketukan masih belum ada yang membuka.

Rumah ini sederhana. Hanya seperti kontrakan seharga satu juta perbulan. Tapi aku suka cat yang dipakai, abu-abu, sama persis seperti hidupku. Atau mungkin hitam yang lebih pantas?

Setelah sibuk dengan pikiranku sendiri, tiba-tiba pintu terbuka. Aku tersenyum hangat pada seorang perempuan yang menatapku kaget.

Tubuhnya tampak sedikit lebih kurus dari terakhir kali aku melihatnya. Sebegitu sulitnya kah dia menanggung beban hidup? Sebegitu mendadak nya takdir membawa nya pada situasi seperti ini hingga dia kesulitan?

Seharusnya aku menemaninya, seharusnya dia tidak kabur dariku agar aku bisa menghapus setiap derita yang mendera nya. Walaupun demikian, perasaanku tidak pernah berubah.

My Frozen. Ku harap hatinya tak sedingin kekuatan Elsa.

Dengan segenap perasaan yang aku miliki, aku merengkuh tubuhnya se kuat yang aku bisa. Dia tidak membalas pelukanku. Biar saja. Yang paling penting aku masih bisa memeluknya, yang sangat penting dia masih ada di muka bumi, dan yang terpenting dia masih bernapas bersamaku.

"Apa kehadiranku se mengejutkan itu hingga kamu tidak mengucapkan sepatah kata pun? "

Kali ini aku menatapnya dari jarak yang sangat dekat. Memaknai degup jantung dan raut wajahnya.

"Kenapa kamu di sini?" Ucapnya membuka suara.

"Aku pacarmu, tentu saja aku di sini." Jawabku sambil tertawa sumbang.

"Kenapa kamu di sini, Ed? " Ulangnya.

Aku sedikit tersentak melihat perubahan raut wajahnya, matanya berlinang, seperti hendak menumpahkan amukan beban lewat air mata.

"Aku sudah pergi sejauh mungkin, kenapa kamu masih mencariku? Apa perlu aku hilang dari kehidupan
ini agar kita tidak bertemu lagi. "

Dan beban itu pun tumpah.

"Jika kamu hilang, berarti aku juga akan hilang. " Ucapku.

Kali ini Zelin membuka pintu lebih lebar dan itu membawa kami duduk bersebelahan di sofa ruang tamunya.

"Aku sangat merindukanmu. " Ucapku setelah beberapa saat kami larut dalam keheningan.

Aku sedikit kesal karna dia tidak merespon sedikitpun ucapanku.

"Kamu tau? Aku tidak bisa menebak apa yang kamu pikirkan. Selama ini aku coba menerka-nerka apa yang membuatmu pergi. Sekarang setelah beberapa bulan lama nya kita tidak bertemu dan kamu hanya diam? "

Shit! Dia diam lagi.

"Zelin. " Ucapku putus asa.

"Aku tau kamu frustasi dengan keadaan yang lebih sulit daripada keadaan-keadaan yang pernah kamu alami sebelumnya. Aku mengerti itu! Karna aku juga mengalaminya! "

"hidup memang sulit untuk mencapai titik dimana semua yang kita inginkan, yang kita harapkan benar-benar terjadi. Kita tidak memiliki hidup se sempurna itu. Sayang percayalah, jika kita bersama kita akan bisa melupakan hari-hari buruk yang telah kita lalui dan menghadang hari-hari buruk lainnya yang akan kita lewati. Aku mohon, jangan pernah lari dari masalah. " Ucapku sambil menggenggam tangannya yang gemetar karna menangis.

"Aku tidak lari, Ed. Hanya saja semua ini... Semua ini terlalu sulit. "

Aku paham yang dirasakan Zelin sekarang. Mendapati papanya meninggal sudah membuatnya hancur, ditambah lagi fakta kalau dia bukan anak kandung dari kedua orang tuanya. Tentu saja ini menjadi kenyataan yang menyakitkan buat dia.

Ketika aku sibuk-sibuknya mencari keberadaan Zelin. Seorang pengacara pribadi papanya menemuiku. Dan menyatakan aku sebagai ahli waris perusahaan om Herman mengingat akulah satu-satunya keluarga yang dimilikinya sebagai keponakan. Dan informasi yang lebih mengejutkan lagi adalah Zelin tidak mendapat sama sekali saham perusahaan dikarenakan dia bukan anak kandung om herman.

Aku tau betapa pahitnya kenyataan ini untuknya. Dan aku tidak ingin dia menyerah atas kondisi yang sedang dia alami saat ini. Dia tidak akan berjuang sendirian. Karna aku rasa, aku sudah cukup melihatnya se hancur ini. Ketika air matanya jatuh, aku juga merasakan begitu pedih dan berat beban yang dia pikul.

"Jika ini terlalu sulit, mari kita buat menjadi lebih mudah. " Ucapku.

Oh no! Stop crying baby.

Zelin memelukku sangat erat sama seperti aku memeluknya tadi.

"Aku juga merindukanmu, Ed. Sangat merindukanmu. Sampai aku ingin menyerah jika saja kamu tidak mencariku dan aku juga bingung, di satu sisi aku merasa bersalah untuk bertatap muka denganmu lagi, tapi di satu sisi lainnya aku tidak bisa untuk tidak memikirkan kamu. "

Oh my gosh. Kalimat itu yang aku nanti-nantikan dari tadi.

"I love you."

"Love you too. "

Aku tersenyum ketika melihat wajah Zelin memerah karna aku terus menatapnya.

"Why you don't kiss me? "

Aku hampir saja menyemburkan tawaku saat mendengar pertanyaan Zelin barusan. Tapi kali ini aku ingin memainkan peran ku dengan baik.

"Zelin. Sebelumnya aku minta maaf, karna sekarang status kita belum jelas, aku tidak tau kita masih pacaran atau bukan. " Ucapku dengan tampang seserius mungkin.

"Tapi aku tidak mengatakan kita putus."

"Tapi kamu meninggalkanku cukup lama. " Sanggahku.

Kulihat raut sedih diwajah Zelin.

"Apakah kamu seperti ini karna aku sudah tidak cantik lagi? Kamu balikan sama Aira? Atau kamu sudah dapat yang baru. Tapi tadi kamu bilang I love you too dan waktu pertama tiba kamu bilang kalau kamu pacar aku. "

Aku sedikit menggigit bibir dalamku untuk menahan tawa. Pertunjukan ini harus berakhir sempurna.

Aku pura-pura bingung dengan mengangkat bahu.

"Lalu kamu buat apa ke sini? " Tanya Zelin dengan ekspresi kesalnya.

"Minta balikan. " Jawabku cepat.

"Edrea!!! " Teriak Zelin karna mengetahui sedari tadi aku cuma bercanda.

Aku tertawa puas melihat Zelin seperti ini. Aku merindukan momen seperti ini.

"Kamu kenapa lakuin ini sama aku sih?"

"Iya, siapa tau selama di sini kamu udah punya pacar lagi. "

"Nggak lah. Gara-gara kamu nih, aku gak bisa suka lagi sama orang lain. " Ucap Zelin, membuatku membawanya bersandar ke dadaku.

"Jadi semua salah aku? "

Zelin hanya mengangguk polos.

"Kamu punya kamar nggak? "

Pertanyaanku membuat Zelin melepaskan pelukannya.

"Punya. Kamu ngantuk? Mau tidur? " Tanya Zelin.

Aku menggeleng.

"Terus? "

"Aku pengen beri hukuman sama kamu. " Ucapku.

"Hukuman? "

"Benar. Karna kamu sudah menuduhku yang tidak tidak. Jadi aku ingin melakukan sesuatu yang Iya Iya."







Tbc

-------------------------------------------------------

Maaf untuk keterlambatan update karna real life benar-benar melelahkan. Sorry jika part ini terlalu pendek.

WishesOnde as histórias ganham vida. Descobre agora