S4

2.1K 228 52
                                    


Ed sibuk menciumi leher jenjang Zelin ketika pacarnya itu masih tidur membuat Zelin mulai terjaga karna ulahnya.

"Geli ih." ucap Zelin mencoba mendorong tubuh Ed, yang entah sejak kapan sudah berada di atasnya.

Namun Ed semakin menjadi, tangannya merangsang bagian tubuh Zelin lainnya. Membuka lepas kaus tanpa dalam Zelin sehingga tubuh bagian depannya terekspos.

Ciuman Ed turun ke dadanya, membuat Zelin melenguh nikmat. Mulut Ed mengemut putingnya yang sudah menegak.

"Ouhhh..." desahnya.

Nada dering ponsel Zelin menghentikan kegiatan panas mereka itu. Dengan tidak rela nya Ed turun dari tubuh sang pacar.

Ed memperhatikan Zelin menelpon dengan seseorang di seberang sana. Rambut panjang berantakannya menambah kesan seksi, sekaligus pemandangan indah pagi hari bagi Ed. Tanpa sadar dia memeluk tubuh Zelin dari samping dan mencium bahu telanjangnya.

Dia mendengar nama Vania. Kemungkinan wanita itulah yang menelpon. Ed melepaskan rangkulannya begitu Zelin selesai dengan panggilannya.

"Aku harus kuliah pagi ini. Sudah dua hari aku absen. " ucap Zelin.

"Nggak jadi ketemu papa kamu lagi? " tanya Ed. Karna sudah sebulan papa Zelin di luar negeri untuk urusan bisnisnya.

Zelin menggeleng, "mungkin seminggu lagi papa pulang." jawabnya.

Entah kenapa susah sekali untuk bertemu papanya Zelin. Mungkin memang semua orang sibuk memang begitu, susah ditemui.

"Rea!! Zelin!! Bangun! Jangan tiduran mulu, rumah nggak cuma ada kamar doang!. "

Mereka tau pasti siapa yang teriak.

"Kita mau mandi dulu!! Tunggu bentar. " jawab Ed.

"Kalau sebentarnya kalian itu lima jam. Aku sama Zara bakalan habisin sarapannya. "

Ed dan Zelin tertawa mendengar gerutuan Ester. Ed lega karna pada awal dia mengenalkan hubungannya dengan Zelin pada Ester, perempuan itu tidak marah.

Jika Ester marah, bagi Ed itu tidak masalah karna dia pun juga marah sama dirinya sendiri. Marah akan sikapnya, marah akan keputusannya, marah akan keadaan yang membuatnya tampak kurang ajar. Tapi apa? Ini masalah hati! Memang benar mungkin, hati bisa membuat kita terlihat menjadi orang paling jahat dan paling hina sekalipun.

Mangkin benar. Siapa manusia yang paling sulit dimengerti adalah diri kita sendiri, dan hal apa yang sulit dipahami ialah hati kita sendiri.

"Kamu mau aku antar atau pergi sendiri?"

Sekarang mereka ber empat sedang sarapan. Tentu bukan Ester yang memasak, karna wanita itu paling anti dengan yang nama nya dapur dan untung sekali pacarnya sangat cekatan dalam hal itu.

"Aku pergi bareng Zara aja. Kami juga satu kampus, tapi nanti siang kamu jemput aku."

Ed mengangguk mendengar jawaban Zelin. Setelah menit demi menit berlalu, mereka sudah menyelesaikan sarapan mereka. Zelin dan Zara juga sudah berangkat dengan mobil milik Zara sedangkan mobil Zelin ditinggalkan agar nanti Ed bisa menjemputnya di kampus.

"Dasar bangsat. Di perebutkan dua cewek cantik sekaligus."

Ed tertawa, karna dia tau gerutuan Ester ditujukan memang untuknya.

"Zara juga cantik, kamu sih nggak bersyukur."

"Hell no!! Kamu kali yang kayak gitu. Udah punya Aira masih kepincut Zelin. Aira sama aku nggak dibolehin, awas aja kalau kamu nyakitin Zelin seperti kamu nyakitin Aira. Aku bakar hidup-hidup nanti. Heran aku punya sahabat seperti kamu." oceh Ester.

"Nggak akan. Aku bakalan nikahin Zelin secepatnya."

Ester mendengus mendengar perkataan Ed. "Modal nikah dari mana? Pengangguran berani ngajak nikah anak orang. Mau di hukum pancung Bapak nya?"

Kali ini Ed yang mendengus, lalu di susul tawanya yang menggelegar. 'Nih anak gila' pikir Ester.

"Kan kamu sponsor nya." jawab Ed setelah berhenti tertawa.

"Enak aja! Kamu kira biaya pernikahan murah, apalagi nikahan nya di luar negeri." protes Ester.

"Emang nggak murah, tapi bagi seorang Ester itu bukan apa-apa nya. Ayolah, Ester. Bantu temanmu ini." ucap Ed, lalu dia terkekeh pelan.

"Kasian aku sama Zelin, dapat pacar kere kayak kamu." dengus Ester.

"Iya iya iya. Zara emang beruntung daripada Zelin. Puas Anda sekarang??"

Perkataan Ed membuat Ester tertawa senang karna berhasil membuat sahabatnya itu jengkel.

***

"Ed. Papa udah pulang, tadi papa nelpon." ucap Zelin.

Dia baru saja duduk di kursi penumpang ketika Ed datang menjemputnya.

"Kalau gitu kita langsung ke rumah kamu aja."

Ucapan santai Ed tidak lantas membuat perasaan khawatirnya hilang. Zelin tau papa nya seperti apa, sedangkan Ed malah bertingkah dan bersikap tidak akan terjadi apa-apa. Zelin cemas, takut dan dia tidak ingin hal-hal buruk menimpa hubungannya dengan Ed yang bisa dibilang masih baru.

"Kamu masih nggak yakin?" tanya Ed begitu melihat raut tak tenang dari wajah gadisnya.

"Bukan aku nggak yakin, tapi..." zelin menghela napas, "aku takut kamu kenapa-napa, sayang." lanjutnya.

"Kamu nggak tau papa aku orang nya kayak gimana. Dia bisa saja melukai kamu. Aku..aku hanya nggak siap, aku juga belum siap hubungan kita berakhir." ucap Zelin menatap Ed yang juga serius menatapnya.

Tangan Ed membingkai wajah Zelin dengan kedua tangannya, menatap lembut penuh keyakinan.

"Kamu tidak perlu khawatir sama aku. Jika tentang hubungan kita yang kamu cemaskan, apapun yang terjadi aku tidak akan meninggalkanmu. Kamu hanya perlu percaya sama aku, oke?" ucap Ed.

Zelin mengangguk walaupun perasaannya tidak mengatakan demikian. Ada rasa tak tenang dalam hatinya.

Setelah mengatakan itu. Ed melajukan mobil ke arah rumah Zelin. Meski nyatanya dia bersikap santai, tapi perasaan sesungguhnya juga sangat ketakutan sama seperti apa yang dirasakan Zelin. Hanya saja jika mereka berdua sama-sama panik, itu tidak akan membantu sama sekali.

Ed juga tidak ingin ada pertikaian nantinya dengan papa Zelin, dia juga ingin semua berakhir baik-baik saja. Tapi dia tidak boleh memperlihatkan kecemasannya.

Ketika pagar di buka oleh Security, benar saja terdapat mobil lain yang Ed yakini kalau itu milik papa nya Zelin.

Mereka sama-sama turun dari mobil dalam keheningan yang meninggalkan jejak rasa takut. Mereka tidak pernah tau apa yang menanti di depan mata mereka atau bahkan tepat di depan pucuk hidung mereka.

Tak ada yang bisa menebak masa depan. Masa lalu mungkin bisa diingat, tapi masa yang akan datang siapa yang tau?

Dua insan wanita yang tengah berjalan dengan jari-jemari saling berkait itu tidak akan bisa menolak takdir yang telah dituliskan untuk mereka. Sekalipun niat yang kuat, usaha yang keras, jika takdir tak mau bekerja sama. Hasilnya sama dengan nol besar.

Papa Zelin terlihat sedang duduk di sofa sambil memangku laptop nya yang berisi miliyaran rupiah di dalamnya. Menoleh ketika mendengar suara Zelin dari arah pintu.

Bukan ekspresi senang, marah, kesal yang biasa ditunjukkan untuk Zelin.

Tapi Terkejut.

Pupil mata Ed melebar begitu melihat sesosok laki-laki paruh baya berkaca mata itu. Di saat semua manusia tak pernah menyadari kalau bumi itu berputar, tidak dengan dia saat ini. Dia merasa bumi berputar sangat cepat hingga dia hampir saja terjatuh dari pijakannya sekarang.


"Rea."











--------------------------------------------------


Selowww...

Jangan lupa vote dan komentarnya Guys.
Sorry klw typo, soalnya nggak sempat ngedit.





WishesWhere stories live. Discover now