H4

2K 232 170
                                    

Ed menatap nanar adik papa nya itu. Pamannya menghadiri persidangan putusan vonis untuknya atas tuduhan pembunuhan. Bahkan laki-laki itu tidak membantunya sama sekali dengan membawa seorang pengacara, dia hanya duduk diam, sesekali ditampilkannya raut wajah jengah.

Ed cuma bisa pasrah dan yang membuatnya cukup kaget adalah dia hanya dijatuhi hukuman dua tahun. Itu tidak terdengar seperti hukuman untuk seorang pembunuh. Tapi dibalik itu semua, tentu saja sahabatnya Ester berperan besar.

Dia tau kalau Pamannya memiliki konflik dengan papa nya karna perebutan harta warisan. Namun Ed tak habis pikir jika paman nya itu ternyata juga ikut tidak menyukainya. Padahal selama ini setiap kali Pamannya ke rumah, dia selalu bersikap baik, tapi setelah segalanya hancur bahkan dia tidak membantu Ed sama sekali.

***

"Om Herman."

Zelin jelas kaget melihat orang yang ingin dikenalkan ke papa nya malah terlihat saling mengenal. Zelin meremas tangan Ed digenggamannya ketika melihat wajah kekasihnya itu memucat.

"Kamu kenal papa?"

"Kamu anaknya Om Herman?"

Ed malah bertanya balik atas pertanyaan Zelin, membuat gadis itu spontan mengangguk.

"Om nggak nyangka ternyata kamu sudah bebas dari penjara dan ohh..."

Herman menatap ke arah anak dan keponakannya dengan pandangan menyelidik, apalagi tangan keduanya saling menggenggam.

"....kalian berdua terlihat akrab?." sambungnya.

"Kami pacaran." jawab Ed lugas tanpa keraguan sama sekali.

Zelin menunduk takut melihat ekspresi dingin papa nya.

"Zelin. Jawab papa, apa itu benar?"

Dengan ragu Zelin mengangkat kepalanya, kemudian mengangguk.

"Rea. Keluar kamu dari sini sekarang." ucap Herman dengan penuh penekanan.

"Pa. Jangan usir Ed." mohon Zelin pada papa nya. Dia tidak ingin seperti ini, situasi ini lah yang paling dia tidak ingin terjadi. Belum lagi ditambah fakta kalau pacarnya ternyata sepupunya sendiri.

"Om. Aku serius soal hubunganku dengan Zelin. Aku mohon beri kami kesempatan." ucap Ed.

Walaupun mendengar kabar kalau Zelin ternyata anak dari adik papa nya tak membuatnya seketika gentar. Bagaimana pun caranya dia harus berhasil membuat paman nya luluh.

"Segala hal yang berhubungan dengan kamu sudah rusak. Om nggak akan biarin kamu juga ikut merusak Zelin, merusak masa depan nya. Kamu tidak pantas bersama siapapun, Rea. Kamu seharusnya masih dalam penjara, kamu pembunuh!" ucap Herman.

Kata demi kata yang di dengar nya menggema dengan tajam ditelinga Ed. Apa benar dia tidak pantas dengan siapapun? Tapi dia bukan pembunuh. Perkataan pamannya tentu saja membuat hatinya sangat perih. Dia tidak punya keluarga lagi, tapi satu-satu nya keluarga yang dimiliki malah mengatainya.

"Cukup pa! Ed bukan pembunuh!" teriak Zelin merasa tak terima akan perkataan kasar papanya pada Ed.

"Diam kamu. Sekarang kamu sudah berani melawan papa, huh? "

Zelin hendak melontarkan kata-katanya lagi namun ditahan oleh Ed. Dia tidak ingin Zelin kenapa-napa karna membela nya.

"Saya memang terluka mendengar perkataan Om barusan, tapi jika om melarang saya untuk berhubungan dengan Zelin. Maaf om saya nggak akan mundur. Sejuta kali pun Om mengatakan kalimat caci maki buat saya, sekali lagi saya katakan saya tidak akan mundur." ucap Ed berusaha menahan gemuruh sakit hatinya.

Dia harus ingat tujuan utama nya datang ke sini. Dia harus mendapatkan restu, bukannya malah menyerah hanya karna kalimat-kalimat kejam yang sudah sering di dengarnya selama ini.

"Dasar keras kepala! Kalian sekeluarga sama saja! Tapi adikmu yang cantik itu bukan hanya keras kepala, namun juga bodoh. Malah bunuh diri"

Ed sangat marah ketika tentang adik nya di sebut. Dia tidak suka siapapun menjelek-jelekkan Letta. Jika ada yang harus dihina itu adalah dia, bukan Letta.

"Kenapa? Kamu marah kalau adikmu saya bilang seperti itu?" pancing Herman dengan seringainya melihat Ed mulai tak tenang.

"Ya! Saya marah jika Om mengatakan hal buruk tentang adik saya, tapi..." Ed berhenti sejenak, bangga akan dirinya yang masih sanggup tersenyum di antara emosinya.

"...jangan harap saya terpancing dengan perkataan Anda, lalu menyerah." lanjutnya. Zelin masih setia di samping nya, mengusap bahu Ed untuk menenangkan.

Semenjak mengenal Ed. Zelin jadi tau kalau Ed tipe orang emosian dan mudah marah. Tapi sekarang Zelin salut melihat kontrol diri yang baik dari Ed.

Herman geram melihat Ed yang sangat berani melawan dan menjawab setiap ucapannya, tapi dia belum puas jika belum melihat Rea menyerah akan tindakannya yang berani memacari Zelin. Dia akan memberitahu rahasia yang selama ini di simpan nya rapat-rapat, penasaran bagaimana reaksi Rea apabila mendengarnya.

"Apa kamu masih mau dengan perempuan yang papa nya sudah menodai adikmu?"

Apa?

Zelin menatap tak percaya ke arah papa nya. Lalu mengarahkan pandangan pada wanita di samping nya dengan wajah menegang.

Zelin berdoa dalam hati nya supaya Ed bisa menjaga emosi nya seperti yang dilakukannya tadi. Zelin dapat merasakan betapa kaku nya tubuh Ed. Tatapan tajam nya semakin menusuk siapapun yang melihat, kecuali papa nya, yang malah tersenyum angkuh.

"Bisa Anda ulangi perkataan Anda barusan?" tanya Ed dengan suara yang dia buat se tenang mungkin.

"Please Ed, aku mohon tahan emosi kamu." bisik Zelin di sebelah nya. Tapi Ed melepaskan genggaman tangan Zelin dan berjalan selangkah lebih dekat ke arah Herman.

"Saya pernah memperkosa adik kamu yang bodoh itu lebih dari sekali, apa masih kurang jelas Edrea?" jawab Herman dengan tenang nya.

Sebelum Ed berlari untuk memukul wajah brengsek Herman. Paman nya itu sudah mengambil sebuah Revolver yang selalu tersampir di bagian pinggang belakangnya.

"Papa!!"

"Jangan berani mendekat. Atau peluru dalam pistol ini tepat mengenai kepalamu." ancamnya.

Ed berdiri diam sambil mengangkat tangannya. Tidak menyangka kalau pamannya berani memakai senjata berbahaya.

"Apa Anda sadar apa yang telah Anda lakukan? Anda sudah membuat adik saya bunuh diri! Anda sama saja dengan seorang pembunuh!" ucap Ed yang perlahan berjalan mendekat tanpa disadari Herman.

Herman malah tertawa dikatakan seperti itu.

"Adikmu sendiri yang bodoh, Rea. Sedikit ancaman saja dia sudah mau melakukan apa yang saya minta dan saya cukup terkejut mengetahui ternyata perempuan cantik yang malang itu malah bunuh diri." ucap Herman diikuti tawa di akhir kalimat.

Melihat Herman lengah, Ed mengambil kesempatan. Dia menendang pistol itu hingga terjatuh, lalu meninju tepat dihidung pamannya.

Zelin melihat perkelahian itu menjadi takut dan tidak tau apa yang harus dilakukannya. Dia melihat hidung papa nya berdarah. Lalu sekarang Ed tersungkur tepat dihadapannya karna pukulan dari papanya.

Setelah berhasil membuat Ed terjatuh, Herman kembali mengambil pistol nya. Lalu..

DUARRR

DUARRR

Dua kali tembakan terdengar. Tiga orang yang berada di sana sama-sama menyatu dalam situasi mencekam dan menakutkan. Tak ada lagi suara setelah tembakan itu, kecuali teriakan nyaring dari Zelin. Bahkan Zelin sendiri pun rasanya tidak mampu mendengar suara yang keluar dari tenggorokannya.

Waktu seakan berjalan lambat dan cepat secara bersamaan. Entahlah mana yang benar, karna sesungguhnya waktu tetap berjalan sesuai kadarnya.



--------------------------------------------------

Jangan lupa vote dan komennya..

#salamdarilangitmalammenujuminggu :)





WishesWhere stories live. Discover now