6

639 26 0
                                    

Aku kemudian berdiri dan menghajar seluruh tamu tak di undang yang datang ke rumahku termasuk wanita yang telah menyakiti Ara. 

"Hay jalang ini adalah balasan akibat menyakiti putriku!" hardikku sambil menghadiahkan bogem mentah ke wajah mulus wanita itu kemudian menembaknya menggunakan pistolnya sendiri. 

Setelah membasmi semua kutu-kutu itu, aku segera meninggalkan jerman menuju Indonesia bersama Ara. 

Setibanya di Indonesia aku langsung mencari pantai asuhan untuk menitip Ara. Saat hendak meninggalkannya ia menari bajuku dan berkata. 

"Apa kamu juga akan meninggalkanku?".

"Tentu saja tidak, aku sangat menyayangimu. Aku hanya tidak ingin kejadian kemarin menimpamu. Tidak bisa kubayangka jika terjadi sesuatu yang buruk padamu" jelasku. 

"Aku tidak apa asal bersamamu. Aku tahu kamu adalah seorang pembunuh dan buronan. Dulu Arian selalu menceritakan tentagmu dan aku tidak keberatan memiliki ayah seorang pembunuh. Aku tidak akan menyusahkanmu lagi dan akan mendengarkan semua yang kamu katakan asalkan kamu tidak meninggalkanku di tempat ini" jelas Ara dengan mata berkaca-kaca. 

Aku terduduk lemas mendengarnya, bagaimana mungkin aku melakukan hal bodoh seperti ini. Aku kemudian memeluknya dengan erat dan menggendongnya menuju mobil. Seharian aku hanya berkeliling dengan wajah murung. Ara berusaha menghiburku dengan bercerita berbagai hal yang tak satupun masuk kedalam telingaku hingga suara perutnya berbunyi nyaring. Aku baru ingat terakhir kali kami makan adalah 2 hari yang lalu.

Aku segera memarkir mobil di sebuah restoran. 

Setelah memesan makanan aku ketoilet. Sekembali dari toilet Ara telah raib dari tempat duduknya. Di atas meja tertinggal sebuah alamat beserta foto Ara. 

Setelah membayar makanan yang bahkan tak pernah ku sentuh itu. Aku langsung menuju ke alamat yang tertera, alamat itu mengantarku menuju sebuah panti asuhan. 

"Bukankah panti ini yang tadi kudatangi bersama Ara" gumamku. 

Tiba-tiba dari belakang seseorang mencengkeram bahuku dengan kecepatan kilat aku mengambil dan memutar lengan orang tersebut kemudian mengucinya dari belakang aku sangat mengenali sosoknya dia tidak lain adalah pelatihku dulu. 

"Ternyata kegesitanmu masih sama seperti dulu" ujarnya. 

"Bukan kah sir sudah..." belum sempat menyelesaikan ucapanku pelatih ku itu sudah bertutur panjang lebar. 

"Aku sengaja memalsukan kematianku agar bisa lepas dari cengkraman bos besar dan juga tangan kanannya yang kamu sebut ayah itu. Sudah 3 tahun terakhir ini aku mencari keberadaanmu namun tak kunjung dapat melacaknya, hingga akhirnya kamu datang sendiri bersama seorang anak gadis ketempatku ini" jelasnya. 

Setelah mendengar penjelasannya pelatihku yang bernama Moran mengantarku menuju sebuah ruangan. Di sana kudapati Ara sedang bermain dengan dua orang temanku yang dulu ikut bersamaku ke Jepang. 

Saat Ara melihatku ia langsung berlarian ke arahku. Aku langsung menggendong dan memeluknya. 

Tanpa bertanya salah satu temanku berkata. 

"Maaf dulu kimi tidak bisa menolak perintah bos besar sehingga harus menyerangmu".

"Nak duduklah dulu, aku akan menceritakan sebab musebab tentang semua perkara ini" ujar sir Moran. 

Aku pun duduk bersama mereka bertiga. "Sebenarnya apa yang menimpa kalian semua adalah sebuah rekaan yang di naungi oleh bos besar. Dia sengaja menghabisi orang tua beberapa anak untuk kemudian didik menjadi senjata pembunuh oleh kami. Dulu aku juga sama seperti kalian namun baru kali ini aku berani membelot karena Wira ada di pihak ku. Hanya Wira satu-satunya orang yang mampu meretas dan melacak keberadaan bos besar. Maka dari itulah kenapa bos besar menginginkan kematian Wira" jelasnya panjang lebar. 

"Kenapa aku?" Tanyaku datar.

Wira  (Complete)Where stories live. Discover now