4

684 26 0
                                    

6 bulan telah berlalu dan pada saat itu ibu Ara menghilang entah kemana. Arian memutuskan untuk tetap mengasuh Ara, setiap malam ia selalu menghilang dan baru kembali saat pagi datang untuk bermain dengan Ara. 

Suatu pagi saat Arian kembali aku bertanya. 

"Kamu ngapain aja sih menghilang setiap malam? ". 

"Hanya kerja sampingan," Jawab Arian santai.

"Untuk apa cari kerja? Bukannya tabunganmu tidak akan habis sapai tujuh turunan. " Heranku pada Arian.

"Aku tidak mungkin memberi makan Ara dengan uang haram walaupun dia bukan anak kandung ku tapi tetap saja dia memiliki hak untuk mendapatkan yang terbaik dari ku." jawabanya. 

Aku hanya manggut-manggut. 

Tak kusangka Arian sangat menyanyangi Ara sabesar itu sampai rela bekerja semalaman suntuk. Padahal uang di tabungannya sangat banyak.  Sementara aku berleha-leha karena tak ada kejaran, pembunuhan maupun perintah.  Aku mulai kembali merasakan hidup yang dulu hilang entah kemana.

Tak terasa 1 tahun telah berlalu Ara tumbum menjadi gadis cilik yang cantik dan cerdas. Meski begitu aku selalu berterkar dengannya memperebutkan makanan atau apa pun itu. Aku tidak mau mengalah kecuali jika Arian menyogokku.   Hingga pada suatu hari Arian kembali dan langsung menggendong Ara. Mukanya pucat pasi dan gemetar. Baru kali ini aku melihatnya demikian. 

"Apa yang terjadi? " tanyaku. 

"Cepat kemasi barang-barang berhargamu dan pergi dari sini!" ujarnya dengan satu kali tarikan nafas.

Tanpa di perintah dua kali aku langsung berkemas. 

"Sial mereka telah tiba!" Umpat Arian. 

"Wir aku titip Ara padamu tolong rawatlah dia dengan baik dan gunaka seluruh uangku untuk keperluannya!" ujarnya sambil menyerahkan Ara padaku beserta seluruh atm dan buku tabungannya. 

"Bagaimana denganmu?" Tanyaku. 

"Aku akan menahan mereka untukmu, lari lah sejauh mungkin" jawabannya. 

"Kenapa kita tidak lari bersama selagi bisa!" kataku sarkastik.

"Kita berdua bisa terbunuh jika pergi bersama, selamatkan dirimu dan Ara. Aku akan menahan mereka hitung-hitung untuk menebus kesalahan ayahku yang telah merenggut nyawa orang tuamu," jawabanya. 

"Apa maksudmu berhentilah mengaco!" ujarku geram. 

"Apa yang aku katakan benar adanya. Salah satu orang yang telah membubuh orang tuamu adalah ayahku. Tapi kamu tidak perlu balas dendam padanya sebab dia telah tewas di tangan bos besar" jelasnya. 

Ia kemudian memeluk Ara dengan erat dan mencium keningnya. 

"Ara sayang mulai sekarang paman Wira yang akan merawatmu akur-akurlah dengannya dan dengarkan nasehatnya." ujarnya pada Ara. 

"Semua yang keluar dari mulut om Wira hanya kutukan, bukan nasehat. " Uajar Ara polos.

"Tidak sayang, om Wira itu baik dia juga pintar tapi kadang-kadang oon juga. " Tukasnya Arian lembut pada Ara.

"Kalau mau muji ya muji aja gak usah pake ngehina. " Sungutku kesal.

"Cepat tinggalkan tempat ini! Sudah tidak ada waktu! " Bentaknya padaku. 

"Aku menyayangi kalian" Lirih Arian saat aku mulai menjauh darinya.

Pikiranku kacau tak dapat mencerna apa yang barusan Arian tuturkan. Dengan kepala penuh pertanyaan aku berlari tanpa tujuan dengan menggendong Ara. Sementara itu Ara hanya terdiam semenjak meninggalkan Arian. 

Meski telah berlari cukup jauh, suara tembakan masih terdengar jelas di telingaku. Ara yang mendengar tembakan itu langsung memelukku erat dan menitikkan air mata dalam diamnya. Aku hanya berlari dan terus berlari hingga tiba di sebuah pelabuhan. Kebetulan ada kapal niaga hendak berangkat. Tanpa pikir panjang aku langsung naik ke kapal setelah memberi beberapa lembar uang pada awaknya. 

Layar berkembang, ngin berhembus. Kapal pun mulai berlayar. Setelah terombang ambing di lautan entah berapa lama itu aku tidak tahu. Akhirnya kapal bersandar di sebuah pelabuhan. Aku segera turun bersama penumpang lain. Tiba-tiba dari atas kapal terdengar pengumuman. 

"Bagi yang kehilangan anak perempuan berumur 8 tahu ciri-ciri berambut hitam panjang baju dress putih. Harap segera ke dek kapal! "

Entah berapa kali kalimat itu di ulang-ulang. "Siapa sih orang tua anak itu? Bisa-bisanya lupa pada anak sendiri!" Gerutuku kesal. 

Tak lama kemudian aku merasa melupakan sesuatu. Sambil memukul kening aku berlari ke dek kapal. 

Setelah tiba aku langsung menggendong Ara. 

"Maafkan aku" Lirih ku pada Ara. 

Ara hanya terdiam dia bahkan tidak menangis. 

"Mas lain kali anaknya di perhatikan nanti di culik orang jahat" ujar si awak. 

"Baik terima kasih" jawabku sambil berlalu dengan menenteng tangan Ara posesif.

Aku belum terbiasa dengan kehadiran Ara hingga melupakannya di atas kapal. Aku merasa hina mengingat diriku yang dulu terlunta-lunta di jalanan, kini aku hampir saja membuat Ara mengalami hal mengerikan yang pernah aku rasakan itu.

"Shit..!!!! " Umpatku sambil mengusap wajah dengan kasar.

Wira  (Complete)Where stories live. Discover now