17 ǁ Selangkah Lebih Dekat?

946 114 9
                                    

▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬

Selangkah Lebih Dekat

▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬

Pintu kaca yang dibuka membuat Beryl meluruskan pandang. Angin malam berembus, mengaburkan asap rokok di sela jemari. Tatapan laki-laki itu tertuju pada seorang perempuan berkaus putih lengan pendek dengan jeans biru yang baru keluar. Untuk sesaat perempuan itu berdiri kaku di sana, balik menatap Beryl selama dua detik sebelum bergerak menuruni tangga satu persatu.

Tatapan Beryl berpindah pada kandang besi mini berisi iguana yang perempuan itu bawa. Tidak ada kata terucap dari bibirnya. Hingga ketika jarak mereka hanya bersisa lima langkah, Beryl bangkit dari duduknya. Rokok di sela jemari ia jatuhkan. Kakinya bergerak menghadang perempuan itu.

Sekarang mereka berhadapan. Simfoni yang semula berjalan seraya menunduk kini mendongak. "Kenapa?" tanya perempuan itu karena Beryl justru bergeming.

Tatapan mereka bertemu lagi dan Simfoni kembali memutuskan. Ia mengalihkan mata, ke mana saja asal tak menatap obsidian itu. Beryl tidak menatap tajam atau menuntut. Dia hanya menatap biasa, tetapi Simfoni merasa terintimidasi.

Beryl sendiri belum mau mengalihkan mata ke mana pun. Ia pindai wajah di hadapannya, seolah tengah menguliti ekspresi yang perempuan itu miliki. Bukan tanpa sebab Beryl berlaku seperti itu. Dia hanya ingin memastikan bahwa perempuan itu sudah baik-baik saja.

Sejak kejadian Jumat malam, Beryl belum sempat bertemu dengan Simfoni. Dua hari ini dia dihadapkan dengan banyak hal hingga tidak memiliki waktu untuk sekadar memastikan bagaimana keadaan perempuan itu.

Oke, Beryl memang tidak berkewajiban memastikan keadaan Simfoni. Tetapi tidak ada salahnya, kan, peduli pada perempuan itu? Walau bagaimana pun, hal yang menimpa Cyrin dan Simfoni sedikit banyaknya ada sangkut pautnya dengan dirinya.

Saking banyaknya hal yang harus Beryl lakukan, nama Simfoni sempat luput dari kepalanya. Dia sempat lupa jika selain Cyrin, ada pula Simfoni yang menjadi korban—meski tidak secara teknis, karena kata Cyrin, Simfoni justru orang yang telah menolongnya. Hingga tadi, ketika dia dititahkan sang mama untuk mengambil kucing adiknya di sebuah petshop, laki-laki itu bertemu Simfoni. Ya, sebuah ketidaksengajaan yang mampu mengingatkan laki-laki itu jika ada Simfoni yang harus ia pastikan keadaannya.

Mereka tidak sempat mengobrol di dalam hingga Beryl memutuskan untuk menunggu Simfoni di sini.

"Lo udah nggak apa-apa?" ujar Beryl setelah yakin jika perempuan di hadapannya baik-baik saja.

Seakan bisa memahami maksud Beryl, Simfoni mengangguk. Ingatannya sempat kembali pada kejadian Jumat malam. Saat itu mungkin keadaannya memang benar-benar memprihatinkan hingga Beryl harus memastikan keadaan Simfoni sekarang. "Aku nggak apa-apa."

Beryl mengembuskan napas, tampak lega. "Syukur kalo lo nggak apa-apa," tukasnya. "Sorry gue baru sempet nanyain kabar lo sekarang."

Simfoni tersenyum kecil. Ia menggeleng. "Nggak apa-apa." Lagi pula, itu bukan kewajiban Beryl, kan? Tidak ingin berlama-lama, Simfoni lantas berpamitan. Malam kian merambat naik, dan ayah tak pernah suka jika putrinya pulang malam. "Aku duluan."

"Eh," Beryl refleks menahan ketika Simfoni berjalan. "Balik bareng gue aja."

"Nggak usah, aku bisa pulang sendiri," tolaknya seperti biasa.

"Ya, siapa juga yang bilang lo nggak bisa balik sendiri." Beryl tampak senewen. Tampangnya yang tadi kalem berubah jengkel. Ia masih belum terbiasa pada penolakan Simfoni meski perempuan itu sudah sering melakukannya. "Udah, deh, nggak usah pake nolak-nolak segala. Ini udah malem, dan bukan nggak mungkin kalo lo ketemu anak Cendana lagi. Emang lo mau digangguin lagi sama mereka?"

Moonstruck | √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang