13 ǁ Di Permukaan

1.1K 133 37
                                    

▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬

Di Permukaan

▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬

Simfoni membasuh wajah beberapa kali, membiarkan dinginnya air menyentuh permukaan kulit. Berharap cara itu ampuh untuk menghilangkan kantuk yang mendera.

Jam kedua di kelas Simfoni adalah pelajaran Komputer. Praktik. Namun, berhubung Simfoni mengantuk sedari tadi, jadi perempuan itu memutuskan untuk ke toilet terlebih dahulu sebelum menuju lab Komputer. Ia ingin mencuci muka, siapa tahu kantuknya hilang. Beberapa hari ini Simfoni memang kurang tidur, sehingga tidak jarang ketika pelajaran berlangsung perempuan itu akan dihinggapi kantuk. Untungnya, Simfoni tidak pernah sampai jatuh tertidur di kelas, jika tidak, entah apa yang akan terjadi. Mungkin dia akan mendapat hukuman? Dan Simfoni benar-benar tak menginginkannya.

Setelah kantuknya dirasa mereda, Simfoni lantas menegapkan punggung. Perempuan itu menatap pantulan dirinya di cermin, menyeka wajahnya yang basah dengan tisu yang selalu ia bawa. Sedikit merapikan seragam, Simfoni kembali mengenakan kacamata, mengambil peralatan tulisnya, lantas gegas keluar toilet.

Baru beberapa meter ia melangkah, ponselnya berbunyi. Ada chat masuk dari ketua kelasnya. Laki-laki itu meminta Simfoni untuk mengambil buku paket di perpustakaan. Simfoni mengiyakan tanpa banyak bertanya. Perempuan itu lantas membawa langkah menuju perpustakaan.

Suasana perpustakaan tampak lengang seperti biasa. Simfoni masuk setelah sebelumnya membuka sepatu. Sosok Bu Farah yang biasanya selalu berjaga di depan meja perpus, kali ini tidak tampak, dan hal itu mencipta kernyitan di dahi Simfoni. Namun, hal itu berlangsung sesaat, sebab Simfoni langsung mendengar suara Bu Farah yang samar-samar terdengar tengah mengomel dengan logat Sunda-nya yang khas. Tidak membuang waktu, Simfoni memutuskan untuk mendekati penjaga perpustakaan sekolahnya itu.

"Bu," sapa Simfoni ketika mendekati Bu Farah yang masih mengomeli seseorang di balik rak buku. Seketika raut kesal yang sejak tadi ditunjukkan Bu Farah berubah lunak.

"Eh, kenapa, Neng?"

Simfoni tidak ingin tahu siapa yang sedang diomeli Bu Farah, tapi matanya bekerja sendiri. Kelopak Simfoni sedikit melebar di balik lensa kacamata begitu menangkap sosok siapa yang sedang menyusun buku-buku di atas rak. Hanya sesaat, karena Simfoni langsung teringat perihal tujuannya ke sini. Perempuan itu lantas mengabaikan tatapan dari sepasang mata yang ia yakini tengah terarah padanya. "Saya mau pinjam buku paket buat kelas sebelas IPA satu, Bu."

"Oh, enya, hayu. Butuh sabaraha hiji, Neng?" Bu Farah lantas menggiring Simfoni menuju mejanya, tetapi sebelum itu ia memberi peringatan pada murid yang tadi diamanatkan Pak Ahmad untuk merapikan buku. "Beresan nu bener! Awas lamun acak-acakan deui!"

Yang diberi peringatan cuma bergumam malas dan kembali menekuri kegiatannya.

Simfoni dan Bu Farah berjalan menuju meja Bu Farah untuk memproses peminjaman buku. Ada dua tumpukan buku paket yang harus Simfoni bawa menuju lab Komputer.

"Seueur ieu mah, Neng. Teman kamu suruh ke sini atuh, bantu bawain." Melihat banyaknya jumlah buku yang harus Simfoni bawa, Bu Farah memberi usulan.

"Nggak apa-apa, Bu. Saya bisa sendiri."

"Eh, jangan!" Bu Farah melarang ketika Simfoni akan meraih buku-buku itu. "Beurat ieu mah. Cape juga kalo harus bulak-balik, karunya ka Neng. Dibantuan si borokokok aja, ya?"

Moonstruck | √Where stories live. Discover now