8 ǁ Berusaha Menampik

1.4K 179 115
                                    

▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬

Berusaha Menampik

▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬

Simfoni memang tidak terhitung jago olahraga, tetapi bukan berarti dia payah. Perempuan itu berada di jajaran siswi medium untuk pelajaran olahraga. Biasanya butuh beberapa kali percobaan bagi Simfoni untuk melakukan praktik olahraga hingga dirinya berhasil, tetapi untuk kali ini, tidak ada satu pun hal yang bisa ia lakukan dengan benar. Dribbling-nya selalu gagal, shooting-nya acap kali meleset. Dan hal itu memengaruhi nilai olahraga Simfoni. Ingin protes, tetapi ia tahu hal itu sia-sia. Mau dilihat dari sudut mana pun, Simfoni memang salah. Dia terlihat payah kali ini.


Namun, orang-orang tidak tahu apa yang menyebabkan Simfoni tampak sepayah ini di pelajaran olahraga sekarang. Lengannya terasa kebas. Lemparan bola basket yang disarangkan Beryl ketika di lapangan basket tadi tidak main-main. Dia benar-benar melakukannya sekuat tenaga. Efeknya semembekas itu. Bahkan, ketika Simfoni tanpa sengaja menggerakkan tangannya secara berlebihan, akan menimbulkan efek nyeri. Ia bahkan beberapa kali sempat meringis.

"Lo benaran nggak apa-apa, Fo?"

Mungkin Daffa menjadi satu-satunya orang yang menyadari keadaan Simfoni, karena dia jugalah yang menyaksikan secara langsung bagaimana kejadian di lapangan basket tadi.

Simfoni mencoba memaksakan senyum. Perempuan itu menggeleng. "Aku nggak apa-apa, Daff."

Daffa tampak tidak percaya akan jawaban Simfoni. "Kalo sakit jangan didiemin, nanti makin parah."

"Beneran, Daffa, aku nggak apa-apa."

Daffa mengembuskan napas, tahu betul jika Simfoni bisa sekeraskepala ini untuk beberapa alasan. "Yaudah, kalo lo emang ngerasa nggak apa-apa," tukas Daffa akhirnya mengalah. "Tapi kalo nanti ada apa-apa bilang gue, ya?"

Simfoni mengangguk. Kedua bibirnya tertarik membentuk senyum simpul.

Daffa menggerakan wajah ke arah lain, enggan menatap Simfoni. Kedua tangan laki-laki itu bertumpu pada tanah berlapis rumput dan dua kakinya diselonjorkan. Pengambilan nilai olahraga masih berlangsung di tengah lapangan sana, dan keduanya memutuskan untuk meneduh di pinggir lapangan—atau hanya Simfoni, sementara Daffa sendiri cuma mengikuti. "Lo ada masalah apa sama Beryl?" tanya Daffa, kembali menatap Simfoni dari samping.

Simfoni terpekur mendapati pertanyaan dari Daffa. Ia tidak tahu harus menjawab apa, karena Simfoni sendiri bingung kenapa Beryl bisa sampai melemparinya bola seperti tadi. Padahal, seingat Simfoni, dirinya tidak membuat masalah dengan Beryl. Lantas, kenapa laki-laki itu bisa berbuat hal seperti tadi? Apa Simfoni secara tidak sadar telah menyinggung Beryl? Simfoni mencoba menggulir ingatan, tetapi tetap saja, ia tidak mendapat jawaban apa pun. Pada akhirnya, yang bisa dilakukan Simfoni hanya menggeleng. "Aku juga nggak tau."

Kening Daffa agak mengernyit. "Kok nggak tau? Emang lo nggak inget pernah terlibat masalah sama dia?"

Simfoni mengembuskan napas, kepalanya menggeleng tanpa tenaga. Dia sungguh tidak tahu.

"Atau mungkin ... dia pernah nembak lo tapi lo tolak?"

Serta merta Simfoni menatap Daffa dengan tatapan aneh. "Enggak," sangkalnya. "Dari mana kamu bisa punya pikiran kayak gitu padahal aku sama sekali nggak pernah terlibat sama Beryl?"

"Ya...," Daffa menggaruk pelipisnya yang tidak gatal, "bisa aja, kan?" Laki-laki itu sedikit mengubah posisi duduknya. "Maksud gue, dia nggak mungkin ngelakuin hal kayak gitu tanpa alasan, kan?"

Moonstruck | √Where stories live. Discover now