Panji berderap menuju gadis yang masih berdiri mematung di hadapannya. Walaupun dulu dia punya masalah, tapi setidaknya, dia ingin menyapa.

"Assalamu'alaikum,"

"Wa'alaikumussalam."

"Hanum, gimana kabarnya?"

"Alhamdulillah, baik. Lo?"

"Gue baik," Panji ikut mengarahkan pandangan yang sama dengan Hanum, ke arah gadis berpiyama pasien, sedang duduk, asik membaca webtoon. "Adek gue." Hanum ber-oh ria.

"Sakit?" Panji manggut-manggut.

"Lo ngapain disini?" Hanum seperti salah tingkah. Namun terselamatkan berkat mamanya keluar.

"Hanum ngapain, lama bang ㅡ," ucapan seorang wanita terpotong kala melihat Panji. "Oh, ada temen kamu rupanya. Mama mau ambil minum, kamu jagain papa, ya?" Hanum mengangguk.

"Papa kecelakaan," ucapan Hanum menjawab pertanyaan diotak Panji.

"Boleh jenguk?" Hanum terkesiap. Tapi kemudian mengiyakan.

"Dek, masuk, yuk bentar."

-WFTW-

Mata Panji beradu tatap dengan papanya Hanum. Rautnya nampak berbeda. Lalu menunduk. "Bapak sudah baikan? Maaf, saya datang mendadak. Jadi tidak membawa apa-apa." Pria itu menggeleng.

"Nggak papa, nak Panji sudah mau jenguk saja saya sudah senang." Papa Hanum tersenyum, miris. "Padahal kami pernah menyakiti kamu."

"Sudahlah, saya sudah melupakan itu." Iya, Panji sudah ikhlas. Dia tak mau mengungkitnya lagi.

"Nak Panji, kami minta maaf untuk perlakuan kami dulu. Tidak seharusnya kami berbuat itu. Kami menyesal. Dan maafkan anak saya, karena telah memfitnah kamu. Dia sudah mengakui semuanya. Kami malu, sungguh malu." Hanum mulai terisak disamping Gendis yang bengong duduk di sofa, disebelah Hanum.

"Kamu masih bisa masuk kuliah lagi, maaf karena tidak etis kami minta maaf seperti ini. Sebenarnya kami sudah berniat mendatangimu. Kami benar-benar menyesal. Tapi kami malu hanya untuk sekedar minta maaf." Panji tersenyum, papa Hanum saja heran.

"Saya sudah memaafkan bapak sekeluarga, sebelum bapak minta maaf. Dan saya tekankan lagi, saya sudah lupa akan hal itu. Tidak perlu dibahas lagi. Untuk kuliah, saya akan memikirkannya nanti. Karena sekarang, saya sedang merintis bisnis, pak. Terima kasih karena memecat saya dari kampus. Saya jadi mandiri." Panji mengakhiri kalimatnya dengan seulas sunggingan dibibirnya. Hanum juga terhanyut dengan ucapan Panji. Gendis bahkan sudah menatap bangga pada kakaknya sejak tadi. Bukan Panji cari muka atau apa. Panji sedang bicara dari dalam hatinya. Metal sekali, kan, dia? Iya, metal. Melow total. Biarlah!

"Kamu menyindir saya?" papa Hanum terkikik geli karena Panji yang juga terkekeh. "Terima kasih sudah memaafkan kami. Saya tunggu di kampus."

-WFTW-

Sekarang.

"Oh, jadi dia orangnya. Cantik ya?" Panji mengangguk, mengakui. "Mamas suka?" Panji mendelik, walau matanya tetap sipit.

"Nggak lah, kamu ini ada-ada aja. Kalau suka, udah mas lamar." Giliran Gendis yang mendelik.

"Jadi mamas udah bener-bener ikhlas." Lagi-lagi, Panji mengangguk, sebagai jawaban. "Mamas jadi kuliah, lagi?"

"Belum tahu, ntar bicarain dulu sama mamah, sama bapak. Tidur gih, pasti capek. Oiya, ada salam dari Azka."

"Wa'alaikumussalam."

"Mas, keluar ya?" Panji mengusap lembut kepala Gendis. "Tidur."

"Iya."

-WFTW-

Selepas menutup pintu. Panji tidak langsung pergi, dia bersandar disana. Pikirannya berkecamuk. Dia juga tidak tahu sedang memikirkan apa, otaknya sibuk sekali rasanya, tapi tidak ada hasil apa-apa.

"Panji," langkah Panji terhenti. Lalu berbalik memandang si pemanggil. "Meskipun udah terlalu lama. Tapi gue mau bilang, maaf, buat semuanya. Gue emang pengecut, ya?"

"Pengecut?" Panji tersenyum simpul, "pengecut itu, buat dia yang nggak mau bilang maaf sama orang, tapi yang lebih pengecut lagi dia yang nggak mau maafin kesalahan orang. Gue tahu, lo butuh pemikiran berkali-kali lipat untuk bilang maaf. Gue juga nggak bisa langsung nerima. Berat memang, sulit, gue akui itu. Mengakui kesalahan tidak akan mencoreng nama baik kita, atau menjatuhkan harga diri kita, kan? Justru malah membuat kita menjadi terhormat." Panji menunduk lalu mengangkat kepalanya lagi kemudian. "Gue menghargainya."

-WFTW-

Ciyeeeett... Ulu-ulu, Panji...

Boneka sapinya...jadi pengin, siapa yang mau ngasih emak?

-Kagak ada mak!

Oh oke.

Mulmed bukan punya ana.
Terima kasih sudah membaca.

Salam hangat,
HOI

Wonosobo, 08 Februari 2019.

We Find The Way ✔Where stories live. Discover now