Bagian#17

1.3K 38 0
                                    

-------------------------------------------------------------
Rasanya sakit melihat orang yang kita sayang terluka yang lebih menyayatkan hati pelaku dari luka itu adalah diri kita sendiri.
------------------------------------------------------------

Satya memejamkan matanya. Ia sedang berusaha menstabilkan emosinya. "Elu-"

"Maaf tapi Resa enggak bisa Resa sudah menyukai seseorang, dia akan marah kalo Satya terus berdekatan dengan Resa" Resa mengusap pundak Satya. "Resa yakin ini jalan yang terbaik buat Satya... Dan Resa." mungkin.

"Siapa orang itu?" tanyanya dengan sakali hentakan.

"Satya nggak boleh tau!" tasnya ia cengkram dengan kuat. Jujur ia sakit ia merasa orang terbodoh ia sudah melukai Satya dan... Hatinya sendiri.

"Kenapa gue enggak boleh tau? Elu bohongkan?" Satya menatap tajam Resa yang ditatap hanya memilih menatap tanah.

"Gue tanya elu Sa, tolong jelasin kenapa alasannya?" lirih Satya.

Resa hanya menggelengkan kepala. Ia tak mungkin berbohong lagi untuk menutupi kebohongan yang ia buat tadi, rasanya sakit melihat orang yang kita sayang terluka yang lebih menyayatkan hati pelaku dari luka itu adalah diri kita sendiri.

"Damn it!" umpat Satya seraya mengusap wajahnya kasar.

"Jangan bilang elu ngelakuin ini karena elu mau bikin nama gue bersih dan bisa balik lagi ke kampus ini ?"

Resa hanya terdiam menunduk melihat tanah ia tak berani melihat sorot mata Satya saat ini. Pasti sangat mengerikan penuh luka dan kecewa dan itu semua karena dirinya.

"Bodoh, elu cwe terbodoh yang pernah gue temuin"Satya menarik dagu Resa agar ia mau memandang matanya. "Dan gue akui gue lebih bodoh karena mau mencintai elu, Naila."

Setalah itu ia pergi. Resa tak tinggal diam ia berlari mengejar Satya sambil terus meneriaki namanya. Sebenarnya Resa bingung kenapa Satya memanggil namanya dengan nama Naila? Apa mungkin ia mirip dengan Naila? Mungkinkah Satya menyukai dirinya karena ia sangat mirip dengan Naila? semua pertanyaan berkecamuk di otak Rasa.

"Satya ... tung-tunggu Resa," ujar Resa terengah-engah.

Resa pasrah tubunya lemas ia lebih memelih berhenti dan tangnya bertumpu pada kakinya sendiri, ia tidak kuat lagi. Matanya terus mengikuti Satya yang sedang bersiap menaiki motornya.

Resa baru ingat. "Satya berhenti! Satya berhenti! Itu remnya blong Sat!" bodoh sekali dirinya tidak mungkin Satya mendengar ia sedang memakai flem full face. Resa segera berlari mengejar Satya persetan dengan tatapan aneh dari orang-orang yang melihatnya berlari-lari di tempat parkir seluas ini.  Resa memutuskan untuk mengambil jalan pintas melalui pintu samping karena Itu jalan tercepat untuk sampai halaman kampus.

Satya sangat kacau bahkan ia tak mengubris ucapan Resa yang memperingatinya untuk apa iya hidup jika tujuan hidupnya sudah tak mau untuk diperjuangkan.

Satya menambahkan kecepatan ia tak mau berlama-lama ia sudah muak. Di waktu bersamaan pula Resa berdiri tepat di tengah-tengah jalan yang ia mau lewati.

"RESA AWAS ELU UDAH GILA HAH?!" Satya berusaha mengerem ah sial ia lupa remnya blong belum sempat menghindar ia sudah terpental bersamaan tubuh Resa yang terpental jauh kepalanya terbentur trotoar sangat kencang. Satya melihat semuanya, melihat darah yang mengalir dari kepala dan tubuh Resa.

posesif brotherWhere stories live. Discover now