Part 35

2.3K 241 36
                                    

31122018, tengah malam.

Tiati gaez, efek samping baca part ini ditanggung sendiri ya! Semoga nggak diabetes.

Deon mengajakku pergi ke mall dekat kampus sepulang kuliah siang ini, katanya untuk menghilangkan penat

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

Deon mengajakku pergi ke mall dekat kampus sepulang kuliah siang ini, katanya untuk menghilangkan penat. Memang paling pengertian.

Aku langsung menceritakan tentang Mama pada Deon, semuanya. Tak ada yang kututupi. Dimulai dari Mama yang punya gaya hidup hedonisme, teman-teman sosialitanya, bahkan sampai hal paling sensitif yang menyebabkan Papa dan Mama bercerai.

Selama aku bercerita, Deon sangat memerhatikanku. Dia adalah pendengar terbaik yang pernah kutemui. Tak ada tatapan mencemooh apalagi memberikan judgement pada Mama. Dia tak banyak berkomentar, semua yang keluar dari mulutnya pun terjaga dengan rapi.

Seperti sekarang, dia hanya manggut-manggut dengan menatapku intens, aku masih belum selesai membicarakan Mama.

"Gue nggak tau harus bersikap gimana, Yon. Gue sayang Mama, tapi gue benci sama kelakuannya," ucapku terputus. Aku menghela napas berat. "Dan semalam Mama bilang, dia habis kena tipu sama brondong sialannya itu."

Deon masih menatapku. Dia mengusap lenganku seolah menenangkanku yang menceritakan Mama dengan penuh emosi sejak tadi.

"Minum dulu," katanya, sambil menyodorkan gelas cola padaku.

Aku menurut, haus juga banyak omong begini.

"Kena tipu dalam hal apa, Ai?"

"Banyak, Yon," sahutku setelah selesai minum. "Mama bilang mobil dan uang ratusan juta milik butiknya dibawa kabur. Jahat banget kan, Yon?!"

Deon kembali mengusap lengan dan pundakku. "Sabar, Ai. Manusia emang sejahat itu karena egonya."

Kan. Aku lemah deh apabila Deon sudah mengeluarkan kata-kata sedewasa itu. Aku langsung meluruh dalam duduk begitu usapan Deon di tanganku terlepas. Terasa lemas aja gitu badanku. Deon kenapa sih, masih bisa menenangkan gini? Tidak seperti Levin yang pasti menggebu-gebu, ujung-ujungnya jadi kompor dan tidak memberikan solusi apapun.

Deon tertawa kecil melihatku meluruh dalam duduk—dalam posisi setengah duduk gitu.

"Lo cukup jadi diri lo sendiri aja, Ai. Cukup buktiin kalau lo sayang sama Mama dan singkirin rasa benci lo itu. Nanti lama-lama juga lo terbiasa dan maafin keadaan. Toh, memang keadaannya seperti itu. Tugas lo jangan sampai memperburuk keadaan, kalau bisa malah semakin baik."

Astaga Tuhan ... Deon ini kenapa sih malaikat banget? Mataku otomatis terpejam dan menarik napas dalam. Berusaha menyerap segala sugesti yang diberikan Deon barusan.

"Makannya udah selesai, kan?" tanya Deon.

Aku langsung membuka mata dan merapikan sisa makan di meja. Kami memang habis makan, di salah satu fast food di mall langganan kami.

Sehitam Brownies Seputih SusuDonde viven las historias. Descúbrelo ahora