Part 16

2.3K 275 33
                                    

Satu kata yang sulit terucap
Hingga batinku tersiksa
Tuhan, tolong aku jelaskanlah
Perasaanku berubah jadi Cinta

Lirik lagu itu mengalun sempurna memecah suasana kantin yang mendadak riuh ketika Zorama sebagai penyiar sore ini memutar lagu Zigaz, band di tahun 2005-an yang dicover oleh Mike Mohede - Sahabat Jadi Cinta.

Para manusia penghuni kantin kampus yang tadinya terlarut dalam obrolan masing-masing, mendadak bersorak karena lagu itu. Mau tak mau, aku pun ikutan tersenyum. Zorama memang kurang ajar kalau siaran tunggal begini, dia pasti memutar banyak lagu galau ala anak kampus sampai jam 5 nanti. Curhat terselubung gitu deh karena Atania nggak pernah nanggepin perasaannya lagi, mereka sudah putus tapi Zorama masih saja belum move on.

Double sialanlah untuk Zorama Gerandika hari ini. Karena sekarang liriknya sudah berhasil membuatku duduk kaku, nggak berani menatap Deon yang ternyata juga sedang menatap ke arahku sambil bersandar dan memainkan sedotan susu kotaknya.

Tak bisa hatiku menafikkan cinta
Karena cinta tersirat bukan tersurat
Meski bibirku terus berkata tidak
Mataku terus pancarkan sinarnya

Benar, aku memang tidak pernah mengatakan apapun pada Deon tentang perasaan aneh ini, perasaan yang menyelinap semena-mena dan selalu meneriakkan nama Deon di dalamnya. Membuatku lagi dan lagi berurusan dengan cowok berbrewok tipis itu. Hingga tanpa terasa setiap harinya kami semakin dekat, membuatku perlahan merasa nyaman dengan perasaan yang terselip asing ini.

Setahun lebih menjadi mahasiwi dengan predikat penjalin hubungan terburuk, memang berhasil membuatku seolah menjadi cewek paling abnormal--paling brengsek. Sungguh, aku belum pernah merasa jatuh seperti ini pada siapapun. Tidak pada mantan-mantanku dulu. Tanpa perasaan, begitulah aku. Lalu, Deon dengan mudahnya membuatku berpindah haluan dan selalu ingin punya alasan untuk tersenyum karena perlakuannya yang akhir-akhir ini juga membuatku geer. Salah nggak sih, punya perasaan kaya gini?

Seolah pertanyaanku tadi didengar oleh Deon, dia sekarang tersenyum tipis padaku. Ngomong-omong, kami sedang duduk berdua di payung andalan kantin Area Payung. Atania pergi jalan-jalan dengan gebetan barunya. Dan oh ... mungkin itu yang membuat Zorama dengan lancangnya memutar lagu galau.

Levin sudah pergi lebih dulu ke Graha Mahasiswa, katanya ada urusan krusial di komunitas Fotografinya. Dan, entah untuk keberapa kalinya aku di sini hanya berdua dengan Deon.

"Gue kayaknya tau apa yang ada di pikiran lo sekarang."

Aku mendecih, dia sok-sok mau membaca pikiranku. "Apa?" tanyaku menantang.

"Lo lagi baper sama lagu yang disetel Zorama dari ruang siaran barusan, kan?"

Anjir, rasanya mau gue bekep aja mulutnya Deon ini. Tapi aku hanya bisa menggerutu dalam hati. "Sok tau banget," kataku mencemooh.

Deon terkekeh. "Habisan, lo kayanya menghayati lagunya gitu, sampai nggak sadar dari tadi gue liatin."

Gue sadar Yooon, ya Allah sadar banget malahan. Tapi, lagi-lagi aku cuma bisa balas tertawa, ngga berani ngomong apa-apa.

"Habis ini gue mau ke Graha Mahasiswa, nyusul Levin, lo mau ikut atau di sini aja? Nanti gue hubungin Bang Kavi atau Kak Ora atau gengan Viktor yang lain. Gimana?"

Tuh, pertanyaan beruntun sesimpel itu saja berhasil membuatku kehabisan kata-kata. Aku hanya bisa mengedikkan bahu sebagai balasan.

Deon menaikkan sebelah alisnya. "Maksudnya apa sih, Ai, jawab begitu?"

Aku tertawa pelan. "Suka-suka gue lah."

Jawabanku yang seperti itu, biasanya bikin Levin kesal. Namun, tidak dengan Deon. Sekarang dia hanya menghela napas panjang dan tersenyum lagi sambi berdiri dan memakai tasnya. "Yuk, ikut gue aja. Lo sendirian di sini nanti bahaya."

Sehitam Brownies Seputih SusuWhere stories live. Discover now