Maira berbalik, dadanya terasa sesak, hatinya seakan tercabik-cabik, sakiit sekali rasanya. Air matanya memaksa ingin keluar dari bendungan yang sejak tadi ia tahan.

"Jika kau benar-benar ingin jadi istri Mas Arman, kau harus bisa jadi ibu yang baik untuk Zhira." Maira menegaskan.

"Kau pikir saya tidak bisa?" Jawab Rissa ketus.

"Syukurlah jika kau bisa." Maira melenggang pergi membawa seluruh luka yang mengendap dalam hati. Kedua tangan Maira saling meremas, untuk menahan pilu yang menyesak dadanya. Di kamar, dia luruhkan semua perasaan yang bergejolak merejam jiwanya.

Setelah puas menangis barulah dia membereskan kembali penampilannya agar tak terlihat kacau, menyamarkan bekas tangis dengan makeup. Lalu kembali keluar untuk melihat dari jauh bagaimana perempuan itu merawat Zhira.

Berjam-jam dan sejauh Zhira bersama wanita itu, Zhira baik-baik saja. Padahal dia berharap Zhira akan menangis dan mencari ibunya. Tapi tidak! Putrinya menerima kehadiran wanita itu. "Kumohon Zhira, menangislah, Nak. Agar Bunda dapat meyakinkan Papamu jika hanya Bunda yang terbaik buat kamu," harapnya dalam hati dari jendela ruang tamu yang mengarah ketaman. Namun harapan itu sia-sia. Karena Zhira senang bersamanya.
Tidak terasa butiran air matanya kembali menetes.

"Kau bisa lihat sendiri, kan? Rissa bisa merawat putriku," bisik Arman dari belakang telinga Maira. Setelah mengucapkan itu Arman menghampiri Rissa dan Zhira di luar. Mereka sudah seperti satu keluarga bahagia.

Apa benar Maira harus pergi secepat ini? Padahal dalam kontrak sampai Nazhira berumur tiga tahun

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Apa benar Maira harus pergi secepat ini? Padahal dalam kontrak sampai Nazhira berumur tiga tahun.

"Nyonya yang sabar ya," ucap Yesi memegang pundak Maira.

Lastri ikut mengangguk mengiyakan ucapan temannya. Begitupun Bik inah.

Maira berbalik memeluk Bik inah. Sungguh! Saat ini ia benar-benar butuh bahu untuk bersandar.

••○○♡♤♡○○••

Sore hari telah tiba, senyum itu tidak luntur sama sekali dari wajah pria itu. Sudah tak sabar Chandra menunggu kedatangan Maira. Saat ini Chandra sudah duduk bersama secangkir kopi dan coklat panas kesukaan Maira. Suasana hatinya benar-benar cerah. Tapi, langit sedang mendung. Ah! Tidak mendukung sekali. Ada gumpalan hitam di langit sana. Chandra hanya berharap hujan tidak segera turun karena saat ini Chandra memilih duduk di luar karena kafe itu memang menyediakan fasilitas indoor dan outdoor.

"Sudah lama menunggu?" Tanya seorang pria memakai tuxedo hitam yang kini berdiri di depan Chandra.

Chandra langsung bangkit dari duduknya. "Arman!"

"Kenapa? Anda berharap siapa yang datang? Istri saya?" Arman tersenyum miring. Melihat ekspresi terkejut di wajah Chandra.

"Dimana, Maira?"

Arman menarik kursi lalu duduk di depan Chandra. "Duduklah!" Dengan Angkuh Arman mempersilahkan.

Chandra kembali duduk dengan perasaan marah. Dia geram terhadap lelaki didepannya, suasana hatinya pun langsung berubah badai. "Atau jangan-jangan ... yang membalas chat saya itu--"

"Iya! Memang saya."

Flashback On.

15 jam yang lalu. Pukul 00-23 WIB

Malam semakin larut dengan keheningan yang mencekam. Tanpa suara, kecuali suara jangkrik yang saling bersautan diluar sana. Juga suara pelan angin sepoy-sepoy menggerakkan dedaunan.

Arman masih dengan posisi miring memegang botol susu yang masih menempel di mulut Zhira. Bahkan sudah beberapa kali Arman hampir terlelap dalam posisi seperti itu. Jam dinding di kamarnya pun menujukkan pukul 00-23 WIB. Arman menarik pelan botol susu. Dan syukurlah terlepas tanpa putrinya terbangun lagi. Arman bangkit untuk menaruh botol minum Zhira di dapur.

Sebelum ke dapur Arman tidak bisa menahan laju kakinya untuk tidak melihat Maira. Tapi, entahlah! Mungkin dirinya mulai gila, sampai tidak menyadari jika sudah di kamar Maira. Ternyata pengasuh itu masih tertidur, Arman tersenyum melihat wajah polos istrinya, namun lagi-lagi rasa bersalah seakan ingin menggerogoti ketenangan jiwanya ketika melihat ada buliran bening dalam tidurnya.

"Apa yang ada di mimpinya? Apakah aku? Si brengsek yang selalu membuatnya menangis?" Ingin sekali Arman menyelami mimpi Maira.

Arman harus segera keluar dari kamar ini. Jika tidak, ia akan semakin bingung dengan perasaannya yang mulai aneh. Selama ini ia menolak keberadaan Maira karena perempuan itu selalu mengingatkan Arman pada Fanya. Sekarang cara terakhirnya adalah Clarissa, mungkin dia mampu membuat Arman melupakan Fanya.

"Tapi, egoiskah jika Aku menginginkan keduanya? Ibu untuk anakku dan istri untukku? Bisik Arman dalam hatinya. Lelaki itu seperti remaja labil, susah menentukan yang terbaik untuk dirinya. Yang di kedepankan hanya egoisme semata.

Arman hendak keluar, namun langkahnya terhenti oleh suara notifikasi di handphone Maira. Arman meraih telepon genggam itu, tapi ragu untuk membukanya. Namun ia benar-benar penasaran dengan notifikasi tadi. Siapa yang sudah mengganggu Maira larut malam seperti ini.

Arman tersenyum samar ketika hape Maira ternyata tidak di kunci. Segera ia melihat notifikasi dari suara tadi. Arman tercengang, ada banyak pesan dari kontak bernama Onta Sarap. Dari foto profilnya sudah terlihat jika itu Chandra. Namun Maira belum membukanya, kenapa? Apa persahabatan mereka sedang bermasalah? Lelaki itu semakin penasaran. Akhirnya membukanya.

Dari pesan yang di baca Arman mulai paham dengan dengan alur masalahnya. Jadi, sahabat Maira ini tengah ingin memprofokasi Maira untuk menjauhi putri dan juga dirinya. "Huh! Ternyata orang ini licik juga." Ucapnya begitu pelan.

Arman membalas pesan itu, kemudian menghapusnya, tidak lupa ia mengembalikan handphone Maira seperti semula.

Flashback off

"Terima kasih sudah memesankan minum. Sayangnya saya tidak suka coklat, apa pengasuh itu suka coklat panas?" Perkataan Arman semakin memperbesar badai dalam diri Chandra.

Chandra mengepalkan tangan, menahan kobaran amarah yang berderu dalam dadanya. Ia masih ingin tahu, apa maksud dari lelaki bodoh ini.

Bersambung ...

Semoga suka bab ini.
Kalau mau cepat update jangan lupa vote dan komen sebanyak mungkin biar penulisnya juga semangat, oke👌😂😂

Terimakasih sudah membaca.
Salam sayang untuk kalian semua😘😘

Lentera Humaira ✔Where stories live. Discover now