Chapter 8

43.1K 3.3K 19
                                    

Gila aku update marathon banget nih. Satu hari satu chapter.
Buseett XD
Nah sebagai penyamat agar supaya ku tetap semangat nulisnya janlup ketuk bintang ya bebz.

\(-ㅂ-)/ ♥ ♥ ♥

******

Suasana di balkon itu sangatlah canggung. Savy dan Killian berdiri tanpa bersuara sedikit pun. Keduanya juga terlihat tak ada niatan untuk pergi dari tempat itu. Suasana malam yang dingin membuat Savy nyaman menatal bulan yang bersinar lebih cerah dari biasanya.

"Kau sudah makan?" Tanya Savy untuk mencairkan suasana. Kali ini Killian memberikan respon bukan desahan maupun decakan kesal seperti sebelumnya. Hanya gelengan pelan yang membuat Savy tersenyum.

"Sama, aku juga. Kau ingin makan bersama? Aku bisa mengambilkannya untukmu."

"Tidak usah." Gadis itu hampir melongo mendengar suara serak yang sangat pelan. Ini pertama kalinya ia mendengar suara Killian.

"Baiklah." Savy kembali melihat pemandangan malam hari dan dari lantai dua ia dapat melihat Jacob  yang sedang berjalan di taman. Pria itu terlihat menikmati malam juga.

"Savy! Savy! Savy!"

Gadis yang namanya dipanggil itu menoleh dan menemukan adiknya yang tersenyum riang dengan boneka Tuan Tedi dipelukannya. Ia berjongkok agar sejajar dengan adiknya. Snowy menggonggong antusias atas kedatangan Lily.

Lily sadar bahwa kakaknya tak sendiri. Ia mendongak ke atas dan menemukan wajah pria dingin yang menatapnya tajam dengan satu mata diperban. Merasa takut ia memeluk leher Savy dan menenggelamkan wajahnya di leher kakaknya, Lily memberanikan diri sedikit mengintip ternyata Killian masih mengamatinya. Terdengar decakan kesal dan Savy mendapati Killian yang pergi meninggalkan balkon.

"Killian!" panggilnya tapi tak dihiraukan.

"Hei, kau tak boleh seperti itu dengan Killian."

"Aku tak menyukainya. Ia menakutkan seperti Demon."

"Sst... Jangan seperti itu, biasakanlah, kita akan hidup bersama dengan mereka."

"Tapi pria berambut silver itu--"

"Namanya Killian Lily."

Lily yang merasa diomeli memajukan bibirnya cemberut. "Aku takut Savy! tapi kenapa kau memarahiku?" Raut wajahnya mulai menunjukan bahwa adiknya akan menangis, dengan cepat Savy memeluk Lily. "Maaf, maaf, bukan maksudku untuk memarahimu. Maafkan aku..."

Guk!

"Sst... Tenanglah Lily, lihatlah Snowy tak suka melihatmu menangis." Karena merasa bersalah Savy memeluk erat adiknya.

Ethan dan Isaiah muncul dan melihat Lily yang menangis. "Lily? Kenapa menangis? Ada apa?" Tanya Ethan khawatir. Pria itu juga ikut berjongkok dan mengambil Lily dari pelukan Savy. Digendongnya Lily sambil menepuk punggungnya agar Lily berhenti menangis.

"Sebenarnya ada apa Savy?"

"Ah tadi aku hanya menegurnya sedikit."

"Menegurnya? Kenapa?"

Savy menggigit bibir bawahnya karena bingung bagaimana menjelaskannya. "Jadi... Aku sedang mencoba mengobrol dengan Killian. Dan munculah Lily. Ia dengan jelas menunjukan ketidak sukaanya terhadap Killian dan membuat pria itu pergi. Jadi aku sedikit menegurnya karena itu tak sopan."

"Oh... Apa yang dikatakan Savy benar, kau tak seharusnya seperti itu Lily. Kita akan menjadi keluarga."

"Tapi aku takut!"

"Oh my poor Lillian. Tak ada yang perlu kau takutkan. Ayo kita ke atas. Ini sudah masuk jam tidur malammu." Ethan pergi meninggalkan Isaiah dan Savy yang masih berdiri di balkon.

"Isaiah, ada hal yang ingin aku tanyakan mengenai Killian."

Isaiah ikut menatap pemandangan malam hari dan melupakan pesta di dalam.

"Dia anak yang pendiam Savy. Jadi aku tak yakin bisa menjawab pertanyaanmu tapi tanyakanlah saja."

"Aku sedikit bingung, jika Killian akan tinggal bersama kami tapi mengapa Demon tak memperkenalkannya pada pesta tadi? Mengapa hanya aku dan Lily?"

Isaiah tampak berpikir panjang. "Aku kurang tahu pasti tapi menurutku karena Killian terlalu berbahaya untuk dikenalkan ke banyak orang."

"Maksudmu?"

"Killian adalah orang yang sangat pendiam Savy. Ia sangat tertutup bahkan padaku dan Ethan, ia hampir tak berbicara satu kata pun. Satu-satunya orang yang berbicara dengan anak itu adalah Demon. Melalui Demon aku tahu masa lalunya, orang tuanya terbunuh sama sepertimu. Hanya saja pembunuhan keluarganya jauh lebih sadis.

"Bahkan anak itu hampir kehilangan mata sebelah kanannya. Demon juga tak terlalu banyak bercerita. Selain itu yang ku tahu lagi adalah dia seumuran denganmu, enam belas tahun. Tapi Demon tidak menyekolahkannya, Demon tak mengajarkannya bela diri dan senjata seperti mu.

"Anak itu... Aku tak tahu tujuan Demon mengambilnya tapi firasatku mengatakan suatu yang buruk akan dilakukan Demon dan anak itu akan tumbuh menjadi pionnya. Kau tahu sifat iblis?"

Savy menggelengkan kepalanya. Ia cukup merinding dan was-was mendengarkan penjabaran Isaiah.

"Iblis tidak pernah melukai mangsanya dengan tangannya sendiri. Ia membisikan manusia beriman lemah, dan manusia itu yang akan melakukan tugasnya." Savy bisa merasakan mulutnya yang mulai mengering. Dijilatnya bibirnya untuk mengurangi perasaan nervous.

"Aku paham maksudmu Isaiah."

"Syukurlah jika kau paham. Demon adalah definisi dari sociopath maka kuharapkan padamu Savy, meskipun kita hidup bersama dan dia mengatakan bahwa kita adalah keluarga dan kau dibawah lindungan nama Jadrek tapi kau tak akan pernah bisa melindungi dirimu sendiri dari Demon, jadi jaga jarak dengannya. Jangan percaya senyum manisnya. Begitupula dengan Killian."

Savy menggenggam tangannya yang tadi di genggam oleh Demon. Ia telah diperingatkan oleh seseorang yang seumur hidupnya bersama Demon. Jadi Savy tahu betul bahwa ancaman itu bukanlah omong kosong.

"Aku tidak ingin menakutimu Savy tapi aku hanya ingin kau untuk berhati-hati."

"Terimakasih telah mengkhawatirkanku Isaiah."

Iasaiah menangkup pipi Savy dan tersenyum agar gadis dihadapannya tidak terlalu takut. "Apapun yang terjadi, aku dan Ethan akan selalu ada untukmu. Kita keluarga." Savy hampir saja menangis karena terharu. Ini adalah pertama kali Isaiah berkata semanis itu. Biasanya wanita itu akan lebih memilih untuk diam dan membentaknya berkali-kali saat latihan. Ketika kini Isaiah mengatakan bahwa mereka keluarga, Savy merasa seperti mommynya sedang berada di depannya.

Isaiah terkekeh melihat Savy yang mengeluarkan air mata. "Hei, apa yang kau tangisi? Oh my God, ternyata kau dan Lily sama saja. Sama-sama cengeng."

"Terima kasih Isaiah."

"Sama--"

Kyaaaaaaaaaa!

Kalimat Isaiah terpotong ketika mendengar jeritan tamu wanita di dalam. Savy dan Isaiah sempat bertatapan sebentar sebelum mereka berlari menuju sumber jeritan.

******

Hehehe
Liburan panjang = pengangguran = makan tidur makan tidur = berat badan naik = Jadi babi 🐷

TRANQUILITY (Complete)Where stories live. Discover now