05 - 1 : SUASANA CANGGUNG

149 17 0
                                    

Sepertinya kami tidak akan makan bersama. Jangankan UUUdon, samgyetang pun sepertinya tidak akan mungkin. Ah, sayang sekali! Sayang sekali! Seul mengeluh heboh dalam hati. Dia kesal pada kenyataan ini yang bahkan dirinya harus jaga jarak minimal dua meter dari Na Wi.

Mereka telah keluar dari aula. Sejak dari halaman sekolah sampai di jalan yang lebarnya hanya tiga meter ini, seolah ada semacam tiang sepanjang dua meter di antara mereka. Dua meter di belakang, Seul hanya bisa melihat punggungnya. Dua meter di kiri, Seul bisa sedikit mengintip raut mukanya. Ah, benar-benar tak ada cara bagi Seul untuk  memastikan Na Wi baik-baik saja.

Seul menganalisis: Tadi itu tumpukan kursi jatuh tepat dipunggungnya. Pasti sakit sekali kan? Kalau aku 100% manusia, aku bahkan tidak akan bisa membayangkan rasa sakitnya. Sambil menatap punggung Na Wi, Seul berharap dirinya punya kekuatan tembus pandang agar bisa melihat keadaan punggung  Na Wi yang sesungguhnya.

Seul tidak bisa melihat apa-apa, baik itu darah, lebam, atau yang lainnya. Punggung Na Wi ditutupi kemeja dan jaket tebal. Ah, kenapa menjelang musim panas begini Na Wi memakai jaket sih? Apa sakit di punggung membuatnya kedinginan juga? Uh, sepertinya Seul benar-benar harus memasukan permata rubah ke dalam tubuh Na Wi.

Tanpa sadar, Seul sudah berjarak 30 sentimeter dari Na Wi, dan tangannya mulai bergerak untuk mencoba meraih punggungnya. Seul benar-benar ingin tahu keadaan punggung Na Wi.

“Hey!!” Na Wi memergoki Seul.

Telapak tangan Seul yang sedang menggapai-gapai segera Seul alih fungsikan menjadi lambaian tangan. Senyum Seul tak karuan, antara seram dan ramah.

“Kita pisah di sini?” kata Na Wi, heran.

“Eh?” Seul tidak mengerti.

“Kau melambaikan tanganmu. Kau pasti mau belok ke jalan itu kan?” Na Wi menunjuk ke jalan kecil yang ada di belakang Seul.

Seul menoleh ke arah jalan itu. Dia sama sekali tidak tahu jalan itu menuju ke mana. Kepala Seul menggeleng cepat menjawabnya, sedangkan tangan Seul mendarat sendiri di perut tanpa perintah. Itu adalah refleks lapar. 

Na Wi melihat gerakan refleks lapar itu, dan,  “Jangan minta makan padaku, aku—”

“Oh? Di sana juga ada samgyetang?!” Seul berseru begitu melihat ‘SEDIA SAMGYETANG’ tertulis di sebuah resto ayam goreng.

Mata Na Wi menoleh ke arah pandangan Seul, di belakang sebelah kiri dirinya. Untuk beberapa detik, dia menatap tulisan itu dan tenggorokannya menelan liur yang belum keluar. “Mau makan itu?” ucapnya, sambil terhipnosis.

Ini adalah kesempatan bagi Seul, tapi Seul pura-pura jual mahal. Katanya, “Kalau Sunbae mau sih ...”

“Ayo deh!!” Na Wi memimpin langkah menuju resto aneh itu.

MY BOYFRIEND IS A GUMIHO Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt