12. Shoes?

4.8K 492 7
                                    

Kamu itu mahal.
Jangan mudah dirayu hanya dengan kata-kata gombal.
Jaga harga dirimu, jangan sampai kau tidak punya harga diri hanya demi sebuah kata CINTA.
~

Pikiran Afifa terus melayang, mengingat masalalunya. Kenapa dia dengan mudahnya menerima cinta Bara. Bukankah itu hal yang sangat memalukan? Dia seperti wanita murahan yang hanya dirayu-rayu dengan kata gombal, walaupun itu hanya sekedar pacaran lewat ponsel. Padahal sebelumnya Afifa sudah tau bahwa pacaran itu tidak boleh, tapi sepertinya dia terlalu mengikuti hawa nafsunya, sampai-sampai dia tenggelam dalam kemaksiatan.

Terasa sesak di dadanya, apalagi saat mengingat kejadian di sekolah. Tapi hampir beberapa minggu ini tidak ada lagi masalah, karena dia menghindar setiap ada Dhafin.

***

Dhafin, Raka, dan Fabio berjalan memasuki kelas. Mereka terkejut saat melihat seorang gadis dengan rambut panjang terurai, seragam yang serba ketat, rok di atas lutut, siapalagi jika bukan Tifani. Tifani sudah duduk di bangku Dhafin.

"Minggir!"

"Gak mau," jawab Tifani, dengan raut wajah yang diimut-imutkan.

"Lo mau apa?" tanya Dhafin malas.

"Gue udah gak tahan lagi nyembunyiin perasaan ini, lo kenapa gak pernah liat perjuangan gue, Fin? Apa karena cewek sok suci dan gak tau malu itu?" tanya Tifani dengan nada yang sedikit tinggi.

"Jaga mulut lo! Lihat diri lo sekarang, apakah udah lebih baik dari dia yang lo bilang sok suci?" tanya Dhafin. Kedua tangannya sudah terkepal kuat.

"Gue gak segan-segan akan celakain dia!" ancam Tifani.

"Mau lo apa, sih?" tanya Dhafin datar.

"Lo harus jadi pacar gue!"

Seketika mahluk yang ada di dalam kelas melotot. Herman yang tadinya membaca buku pun sampai menghentikan aktivitasnya. Sungguh Tifani benar-benar berani.

"Di dalam Islam gak ada yang namanya pacaran, dan wanita diwajibkan untuk menutup aurat!" tegas Dhafin.

Semua mata bertambah melotot, sejak kapan Dhafin yang datarnya melebihi dinding ini jadi paham agama.

"Pasti lo udah dipengaruhin sama cewek sok suci itu, kan? Dasar sesat!"

"Gak usah hina-hina dia! Gue berubah atas kemauan dan dari hati gue sendiri. Mending lo sekarang keluar dari kelas gue!" suruh Dhafin, sambil mengarahkan jari telunjuknya ke arah pintu.

"Emang dia itu sok suci, sok alim, cewek itu benar-benar udah bikin lo sesat Fin!"

Dhafin susah payah menahan emosinya. Ingin rasanya dia menjahit mulut Tifani.

"Selagi gue masih sabar, lo berhenti bilang dia sok suci, gue gak pernah lagi ketemu sama dia, bahkan dia menghindar dari gue agar tidak terjadi fitnah." Entah kenapa ada perasaan tidak suka saat Tifani menghina Afifa.

"Woy Tifani! Mending lo keluar sekarang, ini udah mau bel," teriak Fabio.

***

Bel istirahat pertama berbunyi.

"Fin, ayok ke kantin," ajak Raka.

"Gue mau Dhuha dulu."

Seketika mata Raka dan Fabio membulat sempurna. Ini pertamakalinya Dhafin melaksanakan Sholat sunnah Dhuha.

"Mau ikut gak?" tanya Dhafin.

"Gue gak tau niatnya Fin," sahut Fabio disertai cengiran.
"Besok deh gue hafalin," sambungnya.

CHANGE [END]Where stories live. Discover now