4. Dhuha

5.9K 499 5
                                    

Barangsiapa yang Sholat Dhuha 2 rakaat, maka dia tidak ditulis sebagai orang yang lalai. Barangsiapa yang mengerjakannya sebanyak 4 rakaat, maka dia ditulis sebagai orang yang ahli ibadah. Barangsiapa yang mengerjakannya 6 rakaat, maka dia diselamatkan di hari itu. Barangsiapa mengerjakannya 8 rakaat, maka Allah tulis dia sebagai orang yang taat. Dan barangsiapa yang mengerjakannya 12 rakaat, maka Allah akan membangun sebuah rumah di syurga untuknya.
(HR. At-Thabrani).

Setelah Sholat Isya, Afifa berpamitan dengan kedua orang tuanya untuk pergi ke rumah Alya. Arvino sempat memaksa untuk mengantarkannya, karena dia takut akan terjadi sesuatu dengan Afifa, apalagi malam-malam seperti ini. Tapi Afifa menolak tawaran Arvino, dan dia berjanji kepada Umi, Abi dan Arvino untuk tidak pulang lewat dari jam 21:00.

Tugas matematika ini sangat membuat kepalanya berputar-putar, hanya Alya yang dapat mengajarinya. Jika dia minta diajarkan dengan Arvino itu sama saja, tidak akan selesai.

***

Alya mengajarkan cara menyelesaikan soal-soalnya dengan sabar. Alya membuang nafasnya lelah, saat melihat Afifa yang dari tadi belum bisa mengerjakannya.

"Al ini gimana? ... Afifa curiga Pak Mamat salah ngasih rumus ni," keluhnya. Afifa terus mencoret-coret bukunya.

"Bukan Pak Mamat yang salah, tapi lo yang gak paham!" sahut Alya.
"Itu disubstitusikan, Fa! ... Lama-lama gue jambak juga lo," geram Alya, sambil mengambil alih pulpen di tangan Afifa.
Mulut Alya terus menjelaskan, sambil menulis. Afifa hanya manggut-manggut, tidak tau apakah dia mengerti atau tidak, yang sudah dijelaskan Alya.

Setelah pusing dengan berbagai rumus. Afifa memutuskan untuk pulang.

"Makasih ya Al, udah bantu Afifa."

"Iya sama-sama, lain kali kalo Pak Mamat jelasin di denger, Fa!"

"Iya siap komandan," sembari tangannya berhormat.

"Assalamualaikum Al."

"Waalaikumsalam, hati-hati ya Fa, kalo udah sampe kabarin gue."

"Kalo Afifa gak sampe, gimana?" tanya Afifa.

"Fa!" Alya menatap serius Afifa yang sedang nyengir-nyengir tidak jelas.

"Iya-iya, nanti Afifa kabarin kok."

Di perjalanan Afifa mengendarai motornya dengan kecepatan sedang.

Matanya menangkap kerumunan pemuda. Karena penasaran Afifa menghentikan motornya, tidak jauh dari tempat kerumunan.
Mata Afifa membulat sempurna, saat melihat Bara ada diantara kerumunan. Bara nampak menendang tubuh laki-laki yang tengah tergeletak, kemudian Afifa melihat Bara dan teman-temannya itu pergi begitu saja. Mata Afifa fokus dengan laki-laki yang tengah tergeletak itu. Saat itu suasana sepi.

"Afifa samperin aja kali ya, ini menyangkut nyawa, kalo orang itu kenapa-kenapa kan bahaya," gumamnya.

Akhirnya Afifa memutuskan untuk menghampiri laki-laki itu. Afifa berjongkok untuk melihat lebih jelas. Dia terkejut bukan main saat melihat laki-laki itu.

"Kak Dhafin?!" Masih menatap Dhafin tidak percaya.

Tubuh Dhafin penuh darah, baju yang dikenakannya pun tampak sudah sobek.
Afifa panik, dia tidak tau harus melakukan apa, jika dia mau membawa Dhafin ke rumah sakit dengan motornya itu tidak mungkin, bisa-bisa Dhafin jatuh. Sampai akhirnya Afifa mengeluarkan ponselnya, dan menelpon taxi online. Afifa merasa hijabnya ditarik, lalu Afifa menoleh ke arah Dhafin.

"To ... tolongin gue," ucap Dhafin susah payah.

"Kakak yang kuat ya, bentar lagi taxinya datang kok," Afifa menatap Dhafin prihatin.
"Ada masalah apa Kak Dhafin sama Kak Bara? kenapa Kak Bara sampai menghajar Kak Dhafin?" batin Afifa. Banyak sekali pertanyaan yang berkecamuk di benaknya, tapi tidak mungkin dia menanyakannya sekarang.

CHANGE [END]Where stories live. Discover now