9. Foto kita berdua?

5.3K 513 8
                                    

Luruskan niat hanya karena Allah.
Jadikan Allah sebagai tujuan utama dan alasan atas setiap ibadah kita.
~

Setelah membaca pesan dari Arvino, Afifa memasukkan kembali ponselnya ke dalam sakunya.

"Afifa pulang pake apa dong? Mau terbang gak ada sayap, mau ngesot, bisa sobek rok Afifa," gumamnya.

Kini Afifa sudah di depan pintu gerbang. Dia pusing mau pulang naik apa. Angkutan umum tidak ada yang lewat. Sampai akhirnya muncul nama ojek online di pikirannya, dengan cepat Afifa merogoh sakunya, mengambil ponsel. Dia menekan-nekan ponselnya, tapi tidak menyala. Kenapa ponselnya kurang asupan disaat yang tidak tepat. Afifa mulai melangkahkan kakinya.

"Masa Afifa harus jalan sampe rumah, kan gak lucu kalo besoknya kaki Afifa berotot-otot," gerutunya.

Suara Adzan terdengar di telinganya. Afifa menghentikan langkahnya, karena ada sebuah Musholla kecil. Dia memutuskan untuk Sholat Asar terlebih dahulu.

Setelah Sholat Afifa memasang sepatunya. Dia melihat ada 1 sepeda motor terparkir. Keluarlah sosok pria tua menggunakan jaket pink, yang di belakangnya bergambar seperti orang bergoncengan. Mata Afifa beralih melihat helm yang tergantung di kaca spion, helmnya pun berwarna pink. Afifa segera menghampiri bapak itu.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam," jawab bapak itu.

Afifa masih memikirkan bagaimana cara menanyakan bapak ini tukang ojek atau bukan, nanti kalau bukan Afifa merasa tidak enak.

"Mau ngojek dek?"

"Iya pak," jawab Afifa cepat.
Alhamdulillah Afifa tidak harus lelah berjalan kaki.

***

Dhafin meraih jaket hitamnya. Dia mengeluarkan motor vespanya dari garasi rumah. Digelapnya malam dan diterangi lampu-lampu kota. Dhafin melihat ramai sekali anak muda seusianya, bahkan yang seperti bocah juga ada, salah satunya ada yang sedang berdua dengan pacarnya. Sepertinya Dhafin kalah telak oleh bocah-bocah zaman sekarang. Dia saja tidak melaksanakan malam minggu. Dhafin melajukan vespanya, sampai dia datang ke sebuah tempat yang disesaki oleh anak-anak muda. Semua mata tertuju pada Dhafin.

"Mau apa lo?" tanya Bara. Dia berdiri dari duduknya.

"Ikut gue kalo lo berani, jangan jadi pengecut mainnya keroyokan." Dhafin tersenyum miring, lalu berjalan ke arah motornya. Dhafin melajukan motornya. Dia melihat ke arah belakang, ternyata Bara benar-benar mengikutinya.

Dhafin menepikan motornya. Tempatnya cukup sepi.

"Apa maksud lo?" tanya Bara.

"Gue denger semuanya lo bicara sama Tifani ... Gue gak nyangka lo ternyata sepengecut itu, brengsek, dan pandai memainkan situasi, sama seperti papa lo." Dhafin tersenyum miring. Matanya menatap tajam Bara.
"Araagghh!" Dhafin melayangkan sebuah pukulan tepat di pipi kanan Bara. Dhafin hendak memukul Bara lagi, namun dia menurunkan tangannya.

"Ada hubungan apa lo sama Afifa?" tanya Bara, sambil memegangi pipi kanannya.

"Gue gak ada hubungan apa-apa sama dia! Tapi masalah ini bersangkutan sama gue, karena dia dibully gara-gara lo dan Tifani, yang udah nebar gosip kedekatan gue sama dia, padahal semua itu hanya omong kosong!" ucap Dhafin dengan emosi yang meluap-luap.

"Salah dia sendiri gak ngasih gue apa-apa selama pacaran." sahut Bara.

"Brengsek! Lo gak puas udah banyak cewek yang lo bohongin?"

"Entah kenapa gue mau coba sama cewek kayak Afifa," jawab Bara santai.
"Perusahaan kalian siap-siap bangkrut," sambungnya.

"Lo jangan buat Afifa menderita karena kepengecutan lo! Dan lo sama papa lo gak bakal bisa ngancurin perusahaan papa gue!" tegas Dhafin.

CHANGE [END]Where stories live. Discover now